Warta REFLEKSI AKHIR TAHUN PBNU

Said Aqil: Reformasi Ekonomi Jauh dari Pemerataan

Rabu, 29 Desember 2010 | 09:01 WIB

Jakarta, NU Online
Kalau demokrasi politik telah dicapai, maka setiap orang bebas berorganisasi, dan bebas berpendapat. Sebaliknya demokrasi di ranah ekonomi bahkan semakin jauh dari harapan reformasi, yang diharapkan membawa pemerataan justru menghadirkan ekonomi pasar bebas. Sehingga hanya pengusaha yang kuat yang bisa bertahan. Sedangkan pengusaha kecil mengalami keterpurukan.

“Pasar bebas justru mempurukkan pengusaha kecil. Ekonomi rakyat yang terbatas modal, terbatas produksinya dan tebatas pula jaringan pasarnya dengan sendirinya akan terpuruk dan kalah bersaing. Jadi, tidak ada pemerataan,”tandas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dalam sambutan pembukaan “Refleksi Akhir Tahun PBNU” di Gedung PBNU Jakarta, Rabu (29/12).&<>lt;br />
Menurut Kang Said, bagi ekonomi kerakyatan tekanan rezim pasar bebas tidak kalah beratnya dengan rezim politik represif. Ekonomi pasar tanpa dilandasi kesadaran hukum bagi pelakau maupun pengawasnya, maka akan terjadi penyimpangan atau korupsi dan monopoli. Sehingga tidak hanya merugikan Negara, tapi juga berdampak terhadap kesejahteraan rakyat.

Desentralisasi kekuasaan juga berlaku sebaliknya, di mana rakyat di daerah tidak mampu mengontrol penguasa daerahnya. Tidak ada perubahan power relation (relasi kuasa) yang lebih egaliter antara rakyat dan penguasa setempat. Akibatnya kata Said Aqil, tidak ada kesejahteraan rakyat.

Sehingga dalam situasi social politik dan ekonomi yang masih timpang, dengan sendirinya kerawanan social berpotensi sangat tinggi. Baik yang bermotif ekonomi ataupun politik. “Itu merupakan tantangan baru dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi persemaian kelompok radikal. Seperti dikhawatirkan banyak pihak,”tutur Said.

Oleh sebab itu dia mengusulkan perlunya pendekatan cultural ekonomi maupun politik. Mengingat dalam kehidupan yang kapitalistik, masyarakat menjadi sangat individualias, tanpa solidaritas social yang mengakibatkan pudarnya komitmen kebangsaan. Sehingga bisa dipahami jika saat ini rasa kebanggaan terhadap produk sendiri makin rendah.

Hal tersebut menurut Said, tidak saja merugikan secara politik, tapi juga secara ekonomi dan terutama secara kebudayaan. Sehingga bangsa ini telah kehilangan karakter dan harga dirinya. Untuk itu dperlukan pendekatan secara holistic, menyeluruh untuk membangun negeri ini, agar bangkit dan menjadi Negara yang besar, mandiri dan bermartabat.

Dan, langkah-langkah strategis yang harus dilakukan adalah penegakan hukum yang dilandasi spirit moral dan dilaksanakan dengan penuh keihklasan dan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, peduli rakyat dan setia kepada bangsa.

“Itulah titik tolak penting bagi penataan system politik untuk mereorientasi system politik, ekonomi, budaya dll. Dengan begitu Insyaallah cita-cita bangsa yang maju, adil dan sejahtera akan terwujud,”tandas Said Aqil.(amf)