Wawancara

LAZISNU Sragen, Kemandirian, dan Gerakan Koin NU

Senin, 4 Desember 2017 | 06:04 WIB

Sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia dan bersifat struktural, Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai banyak program dan agenda yang harus dijalankan. Sementara upaya perwujudan program harus membutuhkan uang. Selama ini, NU dalam menjalankan program-programnya lebih banyak mengandalkan pihak luar. Sementara NU memiliki warga dengan jumlah yang banyak. Hal itu potensial jika bisa dikelola dengan baik.

Berangkat dari persoalan tersebut, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Sragen, Jawa Tengah melalui Pengurus Cabang NU Care-Lazisnu Kabupaten Sragen mulai beraksi pada akhir 2015 dengan melakukan Gerakan Koin NU Nusantara Menuju NU Mandiri dalam bentuk kotak yang ditaruh di rumah-rumah warga. Tujuannya tidak lain adalah mewujudkan kemandirian pada tubuh NU sehingga program-program NU berjalan lancar dan kemandirian pun tergapai.

Untuk mengetahui awal mula perintisan sampai perkembangan Gerakan Koin NU ini, Wartawan NU Online Husni Sahal berhasil menemui dan mewawancari Ketua PCNU Sragen Ma'ruf Islamuddin dan Ketua NU Care-Lazisnu Kabupaten Sragen Shuranto di Pesantren Darul Qur'an, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (25/11), di sela-sela perhelatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2017 di Nusa Tenggara Barat.

Bagaimana awal mula merintis Gerakan Koin NU?
Kita punya ide. Setelah punya ide, kita coba di tingkat MWC (Majelis Wakil Cabang) dan ternyata berhasil. Keberhasilan kami membuat NU dari daerah-daerah lain seperti NU Tulungagung tertarik dan mereka studi banding ke NU Sragen.

Berarti dari PCNU, MWCNU hingga PRNU di Kabupaten Sragen melakukan gerakan Koin NU?
Oh, ya, semua. Dari tingkat PCNU, MWCNU sampai Ranting NU melakukan. Secara profesional ada Undang-Undang Zakat, pengelolaan sepenuhnya ke LAZISNU. Kita sudah membentuk unit pelayanan zakat, infaq, sedekah untuk LAZISNU di tingkat MWC dan juga unit pelayanan zakat, infaq, dan sedekah LAZISNU di tingkat ranting. Pelaksanaannya sendiri dilakukan oleh ibu-ibu karena yang sabar mengurusi itu ibu-ibu. Jadi kami melibatkan badan otonom terutama Muslimat dan Fatayat NU.

Pada awal-awal merintis, apakah ada kendala atau tantangan?
Ada. Itu wajar. Setiap ada aksi pasti ada reaksi. Begitu juga masyarakat ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju. Yang tidak setuju biasanya karena sistemnya dianggap ribet,  karena ada pencatatan. Yang jelas persoalan utamanya pada pola pikir, tapi alhamdulillah bisa diatasi.

Bagaimana cara pengurus LAZISNU Sragen agar mendapatkan dukungan sekaligus keikutsertaan masyarakat pada gerakan koin itu?
Kita buat sistem yang menarik. Di antaranya kami suruh meminta mereka yang akan mengisi koin di kotak untuk niat. Mereka punya hajat apa. Misalanya ada yang niatnya “Ya Allah melalui infaq ini semoga bisa naik haji.”

Terus, kalau dulu itu kita tahu kotak infaq itu risih, tapi kalau sekarang tidak, masyarakat yang antusias. “Aku kok tidak dapat kotak, bagaimana ini, minta ke siapa ini.” Masyarakat senang. Kalau sudah senang pasti mau apalagi karena transparansi keuangannya luar biasa.

Kotak sebagai tempat koin sendiri sekarang sudah ada berapa?
41 ribu kotak, tetapi belum keseluruhan, masih ada yang belum mendapatkan. Kotak ini tidak diberikan tapi permintaan masyarakat sendiri. Karena kalau dikasih nanti, mereka terkesan terpaksa. Kita akan mengubah itu. Kalau mereka minta, berarti atas kesadaran mereka sendiri. Bahkan sekarang berkembang, satu rumah bisa terdapat lebih dari satu kotak. Suami satu kotak, istri satu kotak, anak juga satu kotak. Ini yang menarik.

Terus mereka kalau minta kotak untuk ditaruh di rumah masing-masing, tidak ke PCNU atau MWCNU, tetapi ke ranting masing-masing karena ada sistem, ada kodenya.

Sekarang Gerakan Koin NU berjalan hampir dua tahun dengan kotak sebanyak 41 ribu. Kalau boleh tahu, omsetnya sudah berapa?
Sekitar Rp. 5.200.000.000 (lima miliar dua ratus juta). Kita tidak bisa meremehkan yang kecil karena dari yang kecil bisa menjadi besar.

Hasil dari Koin NU itu disalurkan ke mana dan atau untuk apa?
Hasilnya untuk membangun gedung NU, untuk pendidikan, beasiswa anak-anak Ma’arif NU yang kurang mampu, untuk fakir miskin, dan yatim-piatu, seperti waktu Hari Santri kemarin kami santunan 1000 santri dhuafa. Bahkan dari koin itu kami punya mobil satu bus untuk dijadikan jasa. Kami mempunyai jasa travel. Sekarang baru punya satu bus. Untuk menutupi saat ada orang yang butuh jasa travel, kami bekerja sama dengan pihak yang punya mobil bus dulu.

Apa harapan atas kesuksesan Gerakan Koin NU ini?
Yang jelas kami berharap, mudah-mudahan NU di daerah-daerah lain bisa meniru gerakan seperti kami agar bisa mandiri.

Kalau pemerintah daerah sendiri mendukung Gerakan Koin NU apa tidak?
Pemda (Pemerintah Daerah) men-support. Untuk Sragen itu satu-satunya Pemda yang memiliki Unit Pelayanan Terpadu Pengentasan Kemisikinan (UPTPK.) Nah, LAZISNU Sragen diajak sinergi untuk 2018 oleh pemerintah daerah Sragen, nanti tahun 2018 ada Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), pada bedah rumah itu LAZISNU kontribusi di situ, nanti diumumkan dananya dari LAZISNU, dan pelaksanaannya nanti dari pemerintah daerah. Itu wujud sinergi kita dengan pemerintah daerah.