Wawancara

Pengembangan Ekonomi Pesantren hanya Perlu Telaten, Tekun dan Sabar

Selasa, 21 Agustus 2007 | 04:16 WIB

Ponpes Sidogiri di Pasuruan telah berhasil mengembangkan perekonomian berbasis koperasi yang kini telah memiliki omset milyaran dan telah tersebar seantero Jawa Timur. Bagaimana kiat-kiat suksesnya, langkah apa yang akan mereka lakukan dalam pengembangan koperasi ini dan mengapa mereka hanya menggunakan ekonomi berbasis syariah? berikut wawancara dengan KH Mahmud Ali Zain, pengurus Ponpes Sidogiri yang juga ketua Lembaga Rabithah Maahid Islamiyah di Jakarta beberapa waktu lalu.

Bagaimana proses pendirian dan pengelolaan koperasi di lingkungan Ponpes Sidogiri?

<>

Di sidogiri ada tiga, satu Kopontren Sidogiri, berdiri sejak 1961, usahanya riil, ada 13 cabang, tidak ada lembaga keuangan, tahun 1997 baru mengajukan badan hukum dan selesai bulan Juli 1997 dan beroperasi, tapi usahanya tetap riil, ada perdagangan, percetakan dan sebagainya.

Tahun 1997 juga, kita bersama dengan asatidz mendirikan koperasi BMT syariah, namanya Muamalah Masholihul Ummah (MMU). Lembaga ini dihimpun dengan modal yang sangat cekak, dihimpun dari sekitar 200 santri dengan modal 13.500.000, tapi terus bekerja dan alhamdulillah, pada posisi Maret kemarin, asset sudah mencapai 24 Milyar kemudian yang dibantu ada 8000 orang lebih

Pada tahun 2000 berdiri lagi, skupnya propinsi, namanya Usaha Gabungan Terpadu, jadi badan hukumnya dari propinsi, ini lebih cepat lagi. Sekarang asetnya sudah 34 Milyar pada Maret 2007 serta orang yang dipinjami sudah mencapai 18.000 lebih. Cabangnya yang UGT ada 40 cabang, selain Pasuruan yang MMU 17 yang ada di Kab. Pasuruan. Semuanya syariah.

Sampai sekarang masih terpisah?

Ya ada tiga, kopontren Sidogiri yang usaha riil, koperasi BMT MMU yang ada di Pasuruan, dan Koperasi MBT UGT. Semua kantornya ada di Sidogiri.

Bagaimana kiatnya semua usaha tersebut bisa berjalan dengan sukses

Kalau soal kiat, kita menerapkan manajemen rasul, yaitu siddiq, amanah, tabligh, fathonah. Siddiq artinya jujur, amanah artinya dapat dipercaya, tabligh biasanya diartikan transparasi, dan fathonah diartikan professional.

Jadi kita kelola berdasarkan itu, bagaimana dilandasi kejujuran, amanah, transparasi dan profesionalisme yang kita terapkan.

Saat ini semuanya sudah terkomputerisasi, akuntasinya sudah standard yang bisa diaudit, dan memang ada auditnya. Setiap tahun kami mengadakan Rapat Aanggota Tahunan (RAT), tidak keluar dari bulan Januari untuk menentukan amanah. Ini menunjukkan kita dipercaya dan sekaligus menunjukkan porfesionalisme dan transparasi. Akuntabilitas jelas. Jadi ini diantaranya landasannya.

Ini untuk bisa menunjukkan profesionalimenya, karena teman-teman kami banyak dari alumni pesantren yang memiliki semangat siddiq amanah, maka profesionalisme kita coba dengan melakukan praktisi dan akademisi. Jadi kami sebagai praktisi dan akademisi sehingga ini kami anggap pertemuan yang sangat baik. Profesionalisme dibina oleh akademisi, praktisi melaksanakan apa yang dibina sekaligus tahu lapangannya. Jadi tetap dibangun diatas kepercayaan, sebab ini lembaga keuangan yang paling utama memang kepercayaan.

Apakah ini jejaring ini mengandalkan para alumni atau….?

Kalau masalah networking dan marketing, kita melihat potensi dan tidak, cuma karyawan kami rekrut harus ada alumninya. Setiap cabang harus ada alumninya, sebab kita harus tahu-sama tahu, harus ada, kami tidak mendirikan kalau tidak ada. Terus di situ juga didukung oleh alumni yang ada di daerah itu sehingga ada dukungan. Namun untuk pelayanannya, bukan hanya alumni, yang tidak banyak. Maka pada posisi Maret 2007, kita sudah memiliki nasabah peminjam yang mencapai 16.000 untuk UGT dan 8.000 untuk MMU. Jadi sudah 24.000

Kami juga memiliki pelayanan zakat, saat ini sudah 137 juta untuk UGT dan yang MMU 103 juta. Ini kita coba untuk dibagikan.

Selama ini, terutama lembaga keuangan memerlukan manajemen yang baik, gimana ini?

Ada sistem, kita juga belajar dengan beberapa bank dan kami alhamdulilah bermitra dengan bank. Jadi kami bermitra dengan perbankan syariah. Kami dipinjami oleh BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri (BSM). Mereka tidak hanya membantu uang, tetapi juga keahlian. Suatu ketika mereka kami minta tenaganya bagimana mengatasi kredit macet, bagaimana service excellence, jadi hal-hal yang bersifat profesionalisme kami juga belajar dari luar.

Kami berhubungan dengan BNI Syariah sudah ke empat kalinya, pertama 500 juta, 1.5 Milyard, 500 juta lagi dan terakhir 1 Milyard. BSM juga sudah keempatnya, pertama 1 M, kemudian dikasih lagi 1.5 menjelang habis ini diberi 1 M dan sekarang sudah nawarkan lagi. Ini berarti kalau sudah dipercaya bank, berarti dianggap baik manajemennya, akuntansinya transparan. Yang jelas ada banyak bank dan sementara ini banyak yang penawarannya belum kami sambut seperti BTN baru kami proses, karena dulu belum butuh, belum kami proses dan baru sekarang setelah butuh dan alhamdulillah, enak kita hubungan dengan mereka. Dan bank yang kita minta adalah bank syariah semua. Selain syariah kami tidak menghubungi.

NU sendiri belum memutuskan keharaman bunga bank, apa motivasi Sidogiri hanya mengkhususkan diri bank Syariah?

Kalau ada konsep syariah, mengapa pakai konsep yang lain, begitu saja. Kalau kita punya konsep Islam, mengapa memakai konsep yang lain dan ternyata menguntungkan. Ternyata kemarin, kami bisa memberikan laba kepada anggota itu yang MMU 20 persen koma sekian, yang UGT 19 persen koma sekian selama satu tahun. Sekarang, mana ada bank yang bisa menghasilkan pendapatan sekian, dan itu syariah dan ternyata orang senang sama syariah dan kapan lagi kita melakukan kalau tidak sekarang. Masak syariah itu cuma sholat, cuma mahdhoh, mualamat juga harus syariah. Jadi kita tantang, bisa tidak, jadi syariah itu mudah, tidak sulit. Kalau pertama memang macam-macam tantangannya. Tapi orang yang menantang tidak kita tantang dan kita coba berikan pengertian, syariah itu begini-begini. Anda kan hanya melihat dari luar, anda kan tidak melaksanakan.

Sekarang kalau anda menilai ada bank syariah yang tidak sesuai bank syariah, ya mungkin melaksanakan bukan orang pesantren. Lha kalau orang pesantren yang sudah tahu syariah dari awal, ya kenapa niru-niru itu, ya kita harus syariah. Dan ternyata masyarakat senang, buktinya 18 ribu dan itu bukan cuma santri karena santri disana tidak banyak, malah ada orang non musim yang memanfaatkan.

Lha sebetulnya kami menginginkan ini bisa diterapkan di pesantren yang lain. Ini sebetulnya yang ingin kami coba terapkan dan ternyata memang tidak terlalu sulit, hanya perlu telaten, tekun, sabar.

Upaya pengembangan ke depan gimana, ini kunci suksesnya Sidogiri, gimana ini bisa dikembangkan ke pesantren lain?

Lha kemarin di Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) kami bekerjasama dengan Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), bagimana ini sosialisasinya, bersama dengan direktorat perbangkan syariah di BI untuk bisa mensosialisasikan sistem syariah. Yang sudah kami lakukan di empat tempat, pertama di Pesantren Maslahul Huda Kajen Pati, kemudian di Garut, saya lupa pesantrennya, ketiga di Purworejo, di pesantrennya Kiai Chalwani, dan keempat ada di Lamongan.

Selanjutnya pesantren ini dianjurkan untuk mengundang pesantren di lima kabupaten di sekitarnya dengan mengundang 75-100 ini dalam rangka sosialisasi, dan ternyata betul, banyak yang belum mengerti masalah sistem syariah.

Kami akan senang sekali dan akan kami bantu jika ada pesantren yang ingin mengembangkannya, monggo, bukan kami akan membuat caabangnya, tapi kalau bisa dibuat disitu, lebih bagus. Terus masih ada tiga lagi yang belum, di Banten, DKI, dan Jatim masih kurang, insyaallah ada tujuh zona.

Jadi kami tidak merasa tersaingi jika ada banyak, saya senang sekali dan lewat RMI ini kami mencoba bisa menyelenggarakan itu, selain membantu masyarakat, juga ekonominya bisa dibantu. (mkf)