Salah satu temuan dari penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019 adalah adanya bentuk-bentuk pendidikan keterampilan berbasis masjid yang telah dikembangkan bagi generasi milenial. Bentuk-bentuk keterampilan tersebut menyesuaikan program yang dilakukan masjid-masjid yang menjadi lokasi penelitian. Artinya, bentuk pendidikan keterampilan di satu masjid, berbeda dengan masjid lainnya.
Di Masjid At-Takwa Cirebon, Jawa Barat, misalnya. Keterampilan yang diajarkan adalah digitalpreuneurship bagi milenial. Kemudian di Masjid Mutahirin Nitikan, Yogyakarta; dan Masjid Bani Umar, Tangerang Selatan mengembangkan keterampilan kuliner dan tata boga.
Keterampilan berbahasa asing juga menjadi ciri khas di beberapa masjid. Seperti keterampilan Bahasa Arab di Masjid Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur dan Masjid Al-Markaz Makasar, Sulawesi Selatan; serta Bahasa Tionghoa di Masjid Cheng Ho Surabaya.
Bentuk keterampilan lainnya adalah sinematografi yang dikembangkan di Masjid Masjid al-Anwar Wonosobo, Jawa Tengah; dan keterampilan handicraft dan barbershop di Masjid Darul Muhajirin Juai Balangan, Kalimantan Selatan.
Pada penelitian berjudul Penguatan Pendidikan Life Skill Berbasis Masjid bagi Generasi Milenial juga disebutkan bahwa model keterampilan yang dikembangkan memiliki tingkat kebutuhan dan segmen yang berbeda.
Keterampilan dengan segmen kaum ibu dan bapak bisa meningkatkan ketrampilan sehingga dapat menambah aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Sementara keterampilan pada komunitas anak-anak dan remaja, output-nya memiliki daya saing nasional maupun internasional.
Output kegiatan pendidikan ini adalah para remaja mendapatkan keterampilan atau life skill baik secara mental maupun keterampilan. Dengan itu, mereka diharapkan menjadi mandiri, wirausaha muda, dan dapat menggerakkan masyarakat berbasis masjid.
Penemuan lainnya, bahwa proses pembelajaran pada pendidikan keterampilan berbasis masjid dilakukan melalui pendidikan partisipatoris, yakni proses pembelajaran yang menitikberatkan kepada keaktifan dan kreativitas. Proses menggunaka ruang kelas (classroom), kemitraan, workshop, boarding, work based learning, dan e-learning.
Para peneliti menyebutkan adanya sejumlah kendala dan hambatan pada pendidikan keterampilan yang diterapkan di masjid-masjid lokasi penelitian.
Pertama, masih adanya pola pikir (mindset) sebagian besar masyarakat dalam memahami fungsi masjid yang hanya sebagai berfungsi ubudiyah. Kedua, pendidikan keterampilan berbasis masjid terkendala dengan SDM pengurus DKM, SDM Instruktur, SDM Jamaah.
Hambatan lainnya, minimnya sarana pendukung pendidikan keterampilan berbasis masjid, minimnya networking yang dibangun oleh masjid, minimnya sinergitas antarmasjid, ormas keagamaan Islam dengan instansi swasta maupun pemerintah, kurangnya sosialisasi buku pedoman pengelolaan masjid.
Berikutnya yang juga menjadi hambatan aatau kendala adalah belum adanya modul pendidikan keterampilan berbasis masjid, rendahnya inisiatif pemerintah terhadap pendidikan keterampilan berbasis masjid, serta rendahnya penggunaan IT dalam pengelolaan masjid.
Disimpulkan dalam penelitian tersebut bahwa pendidikan life skill berbasis masjid pada komunitas generasi milenial masih belum optimal. Hal itu terjadi karena belum adanya kebijakan yang implementatif.
Oleh karena itu, penelitian ini memberikan rekomendasi agar Kementerian Agama RI, dalam hal ini Ditjen Bimas Islam, menyusun grand desain dan kurikulum tentang pendidikan life skill berbasis masjid yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembinaan generasi milenial, kemudian disosialisasikan dan diimplementasikan dengan tepat sasaran.
Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Kendi Setiawan