Jakarta, NU Online
Salah satu penelitian yang dilakukan Balitbang Diklat Kemenag tahun 2017 adalah Peran dan Pengaruh Fatwa Medsos MUI dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Hasil penelitian Nasrullah Nurdin ini telah dimuat dalam Jurnal Dialog Volume 40 Nomor 2 yang terbit pada Desember 2017.
Penelitian mengungkapkan bahwa Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Kala itu, Ketua umum MUI KH Ma’ruf Amin mengatakan, fatwa tersebut dibuat berdasarkan kekhawatiran akan maraknya ujaran kebencian (hate speech), perilaku kriminal, pornografi, pornoaksi, prostitusi, hal-hal negatif yang mengancam, dan pertikaian melalui media sosial.
KH. Ma’ruf Amin berharap fatwa tersebut bisa mencegah (sebagai tindak preventif atau sadd al-dzari’ah) penyebaran konten media sosial yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya permusuhan, ujaran kebencian, serta adu domba di tengah masyarakat. Berikut ini penjabarannya
Gibah
Komisi Fatwa MUI menyebutkan, setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah. Gibah sendiri mempunyai arti membicarakan keburukan orang lain, termasuk di antaranya fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran sifat permusuhan.
Bullying
MUI juga mengharamkan aksi bullying dalam fatwa barunya ini. Mengingat maraknya cyber bullying, MUI juga memasukkan hal itu sebagai salah satu poin yang haram hukumnya dilakukan bagi pengguna media sosial. Bullying meliputi ujaran kebencian, ujaran permusuhan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan.
Istilah ini pertama kali dikenal sebagai mobbing, istilah tersebut diperkenalkan sekitar akhir 1960-an dan awal 1970-an oleh Heinemann yang merupakan seorang ahli fisika di sebuah sekolah di Swedia. Pada saat itu, mobbing oleh para ahli diartikan sebagai serangan sekelompok hewan kepada seekor binatang. Seiring perkembangan zaman, istilah tersebut diganti menjadi bullying.
Pengertian bullying, menurut para ahli yaitu suatu agresi atau perilaku agresif di mana seseorang memberikan perlakuan agresif tersebut bertujuan untuk melukai atau membuat korbannya merasa tidak nyaman. Para ahli juga mengatakan, seorang anak dikatakan menjadi korban bully adalah ketika perlakuan agresif atau bentuk perlakuan negatif lainnya diberikan secara berulang, dan dalam waktu yang lama.
Sedangkan pengertian bullying secara umum yaitu salah satu bentuk dari perilaku agresi dengan kekuatan dominan pada perilaku yang dilakukan berulang-ulang dengan tujuan mengganggu anak lain atau korban yang lebih lemah darinya
Hoaks
Haram pula bagi umat Muslim yang menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi tentang kematian orang yang masih hidup. Karena hoaks yang merebak inilah kerap kali kita hampir tidak bisa membedakan mana informasi yang benar dan bohong.
Dengan Fatwa Medsos ini, penyebaran informasi bohong diharapkan dapat diminimalisir. Informasi hoaks menyangkut informasi yang benar namun tidak sesuai dengan waktunya. Atau informasi dengan tujuan melucu, misalnya menyebarkan informasi tentang kematian seseorang padahal orang itu masih hidup.
Pornografi
Umat Muslim juga diharamkan menyebarkan materi pornografi, pornoaksi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syari. Konten porno menyangkut informasi berupa teks, foto, maupun video. MUI juga melarang penyebaran hal-hal yang bersifat maksiat. Haram pula menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan atau waktunya.
Buzzer
Aktivitas buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun nonekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
KH. Ma’ruf Amin menyerahkan fatwa MUI tersebut kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Dia berharap fatwa tersebut bisa mencegah konten-konten negatif di media sosial. Rudiantara menegaskan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dan berkomunikasi dengan MUI terkait implementasi fatwa di lapangan. "Kami akan minta petunjuk kepada MUI untuk menafsirkan praktik-praktik apa saja yang diharamkan di lapangan," kata Rudiantara. (Kendi Setiawan)