Pentingnya Pematangan Konsep Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan
Kamis, 28 Mei 2020 | 23:00 WIB
Adanya perbedaan-perbedaan yang dapat memicu perpecahan, bisa diminimalisir melalui titik temu (Ilustrasi)
Semua agama mengajarkan bahwa menganut sebuah agama adalah hak asasi atau dasar bagi setiap manusia. Setiap orang memiliki kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan hatinya. Agama menjadi kebutuhan rohani dan laku diri agar dapat membimbing penganutnya menuju kedamaian. Agama tidak boleh menjadi pemicu perselisihan. Apalagi sampai menimbulkan perpecahan di antara umat manusia. Meskipun pada kenyataannya setiap agama memang memiliki perbedaan-perbedaan.
Namun, adanya perbedaan-perbedaan yang dapat memicu perpecahan, bisa diminimalisir melalui titik temu. Dengan titik temu ini, prinsip beragama yang berbeda dalam suatu negara dapat berdialog dengan kondusif. Di Indonesia sendiri, Kementerian Agama pada tahun 2019 merumuskannya dengan Konsep Moderasi Beragama. Yakni, sikap tidak terlalu berlebih-lebihan, serta tidak pula meninggalkan kewajiban-kewajiban intinya dalam pengamalan beragama.
Moderasi ini dipandang penting, mengingat setiap agama pun meyakini bahwa sikap berlebih-lebihan dalam hal apapun tidaklah mendatangkan kebaikan. Dalam praktik kehidupan, kerugian akan berlebih-lebihan ini tidak saja akan menimpa dirinya, tetapi juga bagi orang lain. Sebab, perselisihan yang terjadi akan meluas dan memicu pertikaian yang kian berlanjut tanpa usai.
Berdasarkan penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019, diungkapkan bahwa konsep moderasi beragama yang mengarahkan pada aspek proporsionalitas bersikap ini harus terus dimatangkan. Seba,b karakter pemahamannya yang senantiasa berada di tengah antara dua situasi dapat memposisikan siapapun untuk tetap bersikap adil dan seimbang. Sebagaimana banyak dalam dimensi kehidupan, mengambil jalan tengah seringkali dinilai lebih baik, ketimbang terjebak di antara keadaan yang buruk. Apalagi sampai menjerumuskan.
Di antara bentuk pematangan konsep yang perlu dilakukan adalah melihat praktik moderasi beragama di lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama. Lembaga pendidikan adalah sentra dasar pengenalan nilai agama bagi tiap individu, setelah rumah dan lingkungan tempat tinggal. Lembaga Pendidikan juga memiliki fungsi dan peran yang strategis dalam mengamalkan prinsip moderasi beragama. Di sana, proses tukar pikiran terjadi.
Sikap intoleran dengan segala bentuk tindakannya cenderung secara massif tersebar melalui institusi pendidikan.Banyaknya jumlah massa pada lembaga pendidikan, adalah kesempatan besar dalam menitipkan cara pandang intoleran.Bagai api yang membakar sekam, melalui jumlah yang banyak, faham intoleran dapat secara tidak sadar meluas dan tidak mampu terdekteksi.. Terlebih jika setiap lembaga sekolah tidak memiliki pemahaman yang utuh terhadap konsep moderasi beragama ini.
Karenanya, langkah utama dari pematangan konsep ini adalah perlunya menanamkan secara terstruktur kepada peserta didik. Mulai jenjang pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Kurikulum dan bahan ajar yang digunakan pada setiap satuan pendidikan perlu mengadopsi konten konsep moderasi beragama secara baik. Sehingga peserta didik memiliki pemahaman yang sama tentang pengertian moderasi beragama.
Hanya saja, kita memahami bahwa setiap lembaga yang tersebar di berbagai daerah memiliki karakternya tersendiri. Sehingga, langkah konkret berikutnya adalah merumuskan konsep moderasi beragama secara tepat dengan melibatkan cara padang dan persepsi yang sama, baik secara konseptual maupun praksis.
Dengan demikian hal itu dapat diterima oleh masing-masing lembaga dan disampaikan secara baik pula kepada masyarakat luas. Sebab moderasi beragama harus menjadi modal dasar membangun relasi sosial keagamaan yang erat dan produktif. Baik tujuan agama itu sendiri, maupun tujuan kebangsaan secara luas.
Penulis: Sufyan Syafii
Editor: Kendi Setiawan