Para peneliti dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menegaskan bahwa masyarakat saat ini perlu mengapresiasi para ulama terdahulu. Apresiasi tidak sekadar dengan memuji-muji tanpa aplikasi perilaku dan keteladanan. Membumikan pemikiran dan jejak kiprah mereka terutama yang tersaji dalam karya para ulama tersebut menjadi hal yang sangat penting.
Hal itu setelah para peneliti melakukan penelitian terhadap karya-karya dan kehidupan Abdul Pabbaja, salah satu ulama Parepare Sulawesi Selatan yang hidup pada masa antara pra hingga awal Kemerdekaan RI. Upaya apresiasi kepada para ulama semakin penting oleh karena pengabdian ulama dengan berbagai pengorbanannya menjadi jejak yang tertinggal dalam kehidupan masyarakat. Hal itu termanifestasi melalui kecintaan masyarakat kepada ulama yang kemudian menjadikannya sebagai suri tauladan. Pemikiran ulama juga lestari dalam ingatan para santrinya, bahkan menjadi abadi dalam karya tulis yang ditinggalkannya
Oleh karena itu, para peneliti terhadap Abduh Pabbajah pada tahun 2019 itu merekomendasikan sejumlah hal. Pertama, mereproduksi syair-syair dan lagu-lagu ciptaan Muhammad Abduh Pabbajah ke dalam aransemen musik dan lagu yang sesuai dengan selera masyarakat kekinian. Kemudian, mempopulerkan ulama dalam karya sastra berupa cerita pendek atau cerita bergambar agar menarik minat masyarakat kekinian (dalam berbagai tingkatan usia) untuk dekat dengan ulama.
Selain itu, menyebarkan buah pikir ulama dalam caption atau ungkapan baik tertulis maupun berupa audio dan video yang dikemas dalam berbagai varian konten kreatif. Juga mem-framing pemikiran ulama dalam berbagai tema yang sesuai dengan perkembangan zaman, untuk dituangkan dalam tulisan yang mengajak kepada Islam yang ramah, cinta tanah air, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para peneliti menegaskan bahwa ulama adalah sosok yang dikenal sebagai penganjur ajaran-ajaran agama kepada segenap lapisan masyarakat. Mereka tidak hanya menyasar masyarakat perkotaan dengan fasilitas memadai yang dapat menunjang kelancaran kegiatan dakwah. Tetapi ulama juga merambah masyarakat pedesaan dari kampung dekat sampai ke kampung yang jauh, meskipun itu terpencil dan minim fasilitas. Seorang ulama rela berjalan jauh melewati berbagai rintangan dan keterbatasan dalam pelaksanaan kegiatan dakwahnya.
Karena itu, kesiapan seorang ulama dalam menjalankan risalah agama Islam, sampai ke desa-desa adalah sebuah pilihan yang menunjukkan kerelaan mereka dalam menentukan jalan pengabdiannya. Sekaligus menunjukkan kedekatan ulama terhadap masyarakat yang dalam masyarakat diisitilahkan dengan, alluserenna ulama’e lao ri umma’ sellengnge. Yaitu keakraban ulama dengan masyarakat atau sebaliknya kedekatan masyarakat terhadap ulama panutannya. Kerelaan ulama mengabdikan diri dengan berbagai cara termanifestasi dalam jejak yang abadi di kehidupan masyarakat. Bukan sekadar melalui hasil hubungan guru dan murid tetapi juga melalui karya tulis yang ditinggalkannya.
Jejak ulama Sulawesi Selatan yang dapat diamati melalui karya tulisnya masih sangat kurang yang dapat dijumpai. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya ulama yang tidak mempunyai akses dan fasilitas untuk menghasilkan karya tulis. Karena itu, keberadaan seorang ulama kampung yang mampu menghasilkan karya tulis dalam keterbatasannya adalah sebuah prestasi dari masa lalu yang patut diapresiasi dengan gelar sebagai penggerak literasi. Selain sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat desa, ulama tersebut telah mewariskan buah pikirnya dalam jejak yang abadi.
Abduh Pabbaja sendiri berkarya dalam bahasa Bugis menggunakan huruf Lontara. Karya-karyanya tertuang dalam bentuk syair-syair keagamaan yang memiliki pesan penting kepada masyarakat.
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori