Bengkulu, NU Online
Jumat, 31 Januari 2020, adalah momentum peringatan lahirnya NU. Sudah 94 tahun NU bereksistensi untuk negara, bangsa, agama, dan umat sejak 31 Januari 1926. Hiruk pikuk negeri selalu mendapat sentuhan dari para kiai.
Hubungan NU dengan negara sudah lama terjalin, sejak pembentukan Republik Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan partisipasi NU, diwakili oleh Kiai Wahid Hasyim yang turut serta dalam panitia persiapan kemerdekaan, merumuskan landasan ideal negara, Pancasila.
Usai kemerdekaan, negara diuji dengan agresi militer Belanda, hingga melahirkan perintah atau mandat akbar dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk Jihad mempertahankan NKRI. Jihad tersebut termanifestasikan melalui gerakan Resolusi Jihad NU, 22 Oktober 1945. Begitulah, NU mewarnai republik ini dimasa awal kemerdekaan, bahkan hingga hari ini, 74 tahun Indonesia merdeka.
NU selalu hadir diberbagai penyelesaian persoalan bangsa. Kala itu, era orde baru, terkesan otoritarianisme. NU dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir dengan semangat ‘pembebasan’. Kran keterbukaan dan kemerdekaan dalam berdemokrasi adalah visi utama perjuangan. Hingga reformasi dari jilid satu hingga kini memasuki jilid dua, NU terus menjaga pondasi keutuhan bangsa.
Semangat kebangsaan NU sebagaimana tersebut di atas, juga menjadi semangat perjuangan bagi pengurus di berbagai wilayah. Salah satunya, NU Bengkulu konsisten menjaga fikrah, amaliah, dan harakah di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu setidaknya dibuktikan dengan NU Bengkulu merespon isu dan persoalan yang mencuat belakangan ini. Seperti ditegaskan oleh Ketua PWNU Bengkulu, KH. Zulkarnain Dali saat memberikan sambutan pada acara Lailatul Ijtima’, Kamis (30/1).
"Berharap agar seluruh keluarga besar NU Bengkulu dapat selalu merespons berbagai permasalahan umat di berbagai bidang. Setidaknya, hal tersebut ditunjukkan dengan tetap mempertahankan dan berpegang teguh pada tradisi para ulama pendahulu. Hal demikianlah yang dapat terus memperkuat posisi NU sebagai penyejuk kehidupan masyarakat," ujarnya, pada malam peringatan Harlah ke-94 di Masjid Jami’ al-Huda, Kota Bengkulu.
Rabu pekan depan (5/2), Presiden beserta keluarga besar Bung Karno dan Ibu Fatmawati diagendakan tiba di Bengkulu. Salah satu agendanya, peresmian ‘Monumen Fatmawati’. Sejak perencanaan hingga penggarapan akhir, telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Sebagian pihak mempermasalahkan, bahkan meminta untuk dirobohkan.
Rais Syuriyah PWNU Bengkulu, Rohimin, tidak mempermasalahkan pembangunan monumen itu. Ia menuturkan, bahwa Monumen Fatmawati bukanlah patung pemujaan. Monumen tersebut sebagai media pembelajaran pendidikan kesejarahan. Fungsinya sebagai pengingat, bukan sebagai benda pemujaan.
"Terminologi patung yang dikenal di dunia Islam, antara lain al-‘asnam, al-ausan, al-anshab, at-tamsil, dan al-Banna). Itu patung tidak seperti berhala. Itu (Patung Fatmawati), dibangun oleh pematung, dengan perspektif keilmuan seni pahat dan seni rupa. Ia berfungsi sebagai monumen tazkirah (pengingat). Karenanya, pengelola monumen Fatmawati harus mencantumkan narasi historis tentang hal-hal berkaitan dengan perjuangan Fatmawati," ungkapnya saat mengisi tausyiah pada acara lailatul ijtima’.
Menurut Rohimin, Monumen Fatmawati selain menjadi media pembelajaran sejarah. Juga akan menjadi salah satu daya tarik pariwisata. Keberadaannya sama fungsinya seperti patung Bung Karno dan Bung Hatta di Bandara Soekarno-Hatta. Juga seperti patung Jenderal Sudirman di Jakarta. Justru, menurut Rohimin, monumen Fatmawati akan berfungsi seperti ‘Rumah Belajar’ di Yogjakarta.
Perlu diketahui, NU Bengkulu memperingati Harlah NU ke-94, dengan menggelar Lailatul Ijtima’. Sikap dan pandangan NU Bengkulu perihal gejolak di masyarakat terkait Monumen Fatmawati tergambar pada acara tersebut. Acara tersebut memuat kegiatan zikir bersama, pembahasan keorganisasian dan kebangsaan, serta wahana ajang silaturrahmi.
"Tujuan diadakannya kegiatan malam ini adalah menjaga silaturrahmi antara pengurus PWNU Bengkulu, pengurus Banom (Badan Otonom) dan warga Nahdliyyin yang ada di Bengkulu, sekaligus memperingati hari lahir NU yang ke 94," ujar KH Zulkarnain Dali.
Pernyataan itu dikuatkan oleh Rais Syuriyah, Rohimin, bahwa penguatan persaudaran batiniah menjadi penting. Persoalan bangsa dan isu kewilayahan salah satunya dihadapi dengan adanya ikatan persaudaraan yang kuat dikalangan Nadhliyin. Forum seperti Lailatul Ijtima’, adalah bagian dari media silaturahim tersebut.
"Seluruh keluarga besar NU dalam momen Harlah ke-94, menjadi tonggak bagi kita, memupuk rasa kebersamaan. Sekaligus, menjadikan kita merasa memiliki rumah besar NU sebagai wadah mengabdi dan berkontribusi untuk negeri. Menjaga dan merawat NKRI. Lailatul ijtima' sebagai media silaturrahim dan komunikasi Nahdhiyin. Karenanya, mari terus kita lakukan tradisi ini. Lailatul ijtima' adalah ruh spritual dan batiniyah warga NU," ujar Guru Besar di IAIN Bengkulu pada aacara yang berlangsung di Masjid al-Huda Kota Bengkulu.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Sekretaris PWNU Bengkulu Wira Hadi Kusuma menambahkan bahwa acara tersebut bagian dari penguatan NU terhadap kiprah organisasi di masyarakat. Fikrah dan harakah NU yang mengedepankan nilai-nilai moderat, toleran, adil, amar makruf dan nahi mungkar harus terus lestari. Sekaligus sebagai penguatan berbagai program PWNU Bengkulu di masa depan.
Kontributor: Musyaffa
Editor: Kendi Setiawan