Daerah

Cara Ansor Sumbar Teguhkan Komitmen Keislaman dan Kebangsaan

Senin, 1 Maret 2021 | 06:30 WIB

Cara Ansor Sumbar Teguhkan Komitmen Keislaman dan Kebangsaan

Ansor Sumbar ziarah tokoh Islam berpengaruh dan mengunjungi jejak PDRI di Sumpur Kudus. (Foto: NU Online/Armaidi Tanjung)

Sijunjung, NU Online
Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sumatera Barat berziarah ke makam Rajo Ibadat, makam Syekh Ibrahim, dan jejak perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung, Sabtu (27/2).
 
Ziarah dipimpin Ketua PW GP Ansor Sumatera Barat Rahmat Tuanku Sulaiman, didampingi Wakil Sekretaris PW GP Ansor Sumbar Mufti Ulil Amri, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Damasraya, Age Kurniawan, Anggota Dewan Pembina Ansor Kabupaten Sijunjung Fadhlur Rahman, dan dikawal sejumlah Banser.
 
Dikatakan Rahmat, ziarah dilakukan kepada makam ulama sebagai bentuk upaya menjaga tradisi ziarah kepada ulama yang sudah wafat dan berjasa mensyiarkan agama Islam. "Hal ini sebagai komitmen Ansor dalam tradisi keislaman. Sedangkan mengunjungi jejak perjuangan PDRI, bertujuan untuk terus memupuk nilai-nilai nasionalisme kader Ansor," tutur Rahmat.
 
Rajo Ibadat adalah salah satu dari Rajo Tigo Selo, sementara institusinya bernama Rajo Dua Selo. Raja Ibadat berfungsi untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan. Rajo Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus, hal itu berarti bahwa Rajo Ibadat tidaklah berasal dari Buo dan Sumpur Kudus. Makam Rajo Ibadat berdampingan dengan makam istrinya yang terletak di samping makam Rajo Ibadat. Kedua makam ini mempunyai nisan dari batu kali tanpa pengerjaan, dengan bentuk lonjong tak beraturan.
 
"Di makam tersebut tertulis makam Sulthan Alief Khalifatullah Alam Johan Berdaulat (Rajo Ibadat) di Sumpur Kudus. Berdaulat tahun sekitar 1560-1580 M," tutur Rahmat.
 
Dari makam Rajo Ibadat, perjalanan dilanjutkan ke makam Syekh Ibrahim. Dahulu Sumpur Kudus dikenal sebagai daerah penyebaran agama Islam yang pertama di Minangkabau. Salah satu penyebar agama Islam yang terkenal adalah Syekh Ibrahim (Syekh Berai) yang datang dari tanah Jawa, yang merupakan salah satu murid Sunan Kudus (anggota Wali Songo).
 
Kenyataan menunjukkan bahwa di Sumpur Kudus sudah ada perkampungan orang-orang Arab yang dahulu berdagang sambil mengajarkan agama Islam. Raja Sumpur Kudus tinggal di kampung Rajo, didampingi oleh staf pribadi raja terdiri dari Pahlawan (Pahlawan Rajo), Rajo Malenggang (Manti Rajo), Peto Rajo (Malin Rajo), dan Dubalang Bungkuek (Dubalang Rajo). Syekh Ibrahim merupakan tokoh yang pertama kali membawa agama Islam ke Sumpur Kudus. 
 
"Keberadaan dan peranan Syech Ibrahim di dalam wacana sejarah tradisional Minangkabau cukup diakui, bersama-sama dengan Sultan Alif yang bergelar Rajo Ibadat. Tradisi yang rutin dilakukan di lokasi makam Syekh Ibrahim adalah perayaan panen padi atau berkaul yang diselenggarakan setiap habis musim panen dan perayaan meninggalnya Syekh Ibrahim yang jatuh pada tanggal 14 bulan Syafar," tutur pengasuh Pesantren Bustanul Yaqin Punggung Kasiak, Lubuk Alung, Padang Pariaman ini.
 
Dikatakan Rahmat, perjalanan diakhiri mengunjungi rumah sidang Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pada tanggal 14-16 Mei 1949, PDRI di bawah ketua Mr Syafruddin Prawiranegara mengadakan rapat besar yang berlokasi di rumah Walinagari Perang Silantai, yang bernama Hasan Basri. Rumah ini terbuat dari bahan dasar kayu dengan atap Bandar Sembilan dari bahan seng. Bentuk rumah sampai saat ini masih asli, hanya ada penambahan ruang samping dan ruang penghubung antara rumah depan dengan dapur yang semula terpisah.
 
"Bagian dalam rumah mempunyai ruang tengah berbentuk tanda +, dengan ruang tamu berada di depan, yang diteruskan dengan ruang tengah, di antara kamar-kamar yang berjumlah 3 buah. Satu di sisi timur, bersebelahan dengan ruang tamu, dua ruang lagi berada di kanan-kiri ruang tengah. Luas keseluruhan rumah adalah panjang 16 meter, lebar 9,50 meter, berbentuk persegi dengan variasi dua buah ruang menonjol ke depan dengan sisi timur paling menonjol," ungkap Rahmat.
 
Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Syamsul Arifin