Surabaya, NU Online
Ada ragam dakwah yang bisa dilakukan seseorang. Tentu menyesuaikan dengan kemampuannya. Yang pasti dakwah tidak mesti harus dalam bentuk ceramah, seperti yang dilakukan dai-dai pada umumnya di hadapan banyak orang.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Pimpinan Majelis Rasulullah SAW Jawa Timur (Jatim), Habib Idrus bin Muhammad Al-Aydrus saat kegiatan rutin Jalsatul Isnain majelis pimpinannya di Masjid Nurur Rahmah Simomulyo, Surabaya, Jawa Timur.
"Seringkali saya katakan, yang punya kemampuan di dalam apapun untuk mensyiarkan dakwah Rasulullah SAW, saya persilakan untuk bergabung bersama kami," katanya, Senin (4/11).
Ia meyakini, kemampuan manusia dalam hal dakwah cukup komplit. Apalagi pada zaman sekarang yang kian maju, melalui multimedia, seseorang dapat melalukakan dakwah, bisa juga memanfaatkan yang lainnya sesuai perkembangan yang ada.
"Yang punya kemampuan di bidang multimedia, yang punya kemampuan di sound, atau yang punya kemampuan di bidang apapun untuk membantu dakwah Rasulullah SAW," jelasnya.
Yang jelas, imbuh dia, dakwah sangat luas penggunaannya. Setiap orang cukup berpotensi melakukan dakwah. “Hakikat dakwah itu bukan hanya ceramah, tapi dakwah itu luas. Ada juga dakwah dengan tenaga, ada dakwah dengan harta, ada dakwah dengan pikiran,” jelasnya.
Ia mencontohkan, salah satu bentuk dakwah adalah mengajak orang lain untuk mencintai Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Dakwah ini tidak melulu bisa dilakukan seseorang pada forum ceramah. Di luar forum itu juga sangat bisa.
“Termasuk juga bentuk dakwah adalah saat kalian mengajak orang untuk mencintai Rasulullah SAW,” bebernya.
“Insyaallah kelak nanti di hari kiamat kita akan dikumpulkan dengan Rasulullah SAW,” imbuhnya.
Hadir pada kesempatan ini juga mubaligh asal Malaysia, Habib Ali Zaenal Abidin Al-Hamid. Ia merupakan pimpinan Majelis Darul Murtadza.
Dia mengajak para jamaah yang hadir untuk mensyukuri nikmat menjadi umat Nabi Muhammad. Menurutnya, banyak umat terdahulu yang menginginkan agar bisa menjadi umat Nabi Muhammad.
“Banyak umat terdahulu yang berharap bisa menjadi umat Nabi Muhammad. Bukankah kita beruntung menjadi umat Rasulullah? Keberuntungan ini adalah nikmat yang besar dan karena itu kita dituntut oleh Allah untuk bersyukur atas nikmat itu,” tukasnya.
Ditambahkan, semakin besar nikmat yang telah diberikan Allah, semakin wajib pula manusia bersyukur atas nikmat itu. Terlebih nikmat menjadi umat Nabi Muhammad.
“Syukurnya kita atas diutusnya Nabi Muhammad, mencintai, meneladani, mengikuti, dan mengambil wasiat Nabi SAW,” kata Habib Ali.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin