Fatayat NU Lasem Maknai Kemerdekaan melalui Sosok Perempuan Inspiratif
Sabtu, 15 Agustus 2020 | 16:00 WIB
Ketua PC Fatayat NU Lasem Hj Fatimah Asri Mutmainnah (kiri) saat webinar menyambut HUT Kemerdekaan ke-75 RI. (Foto: PC Fatayat NU Lasem)
Kudus, NU Online
Makna kemerdekaan Republik Indonesia dapat dipelajari dari sosok perempuan. Kita dihadapkan pada kondisi yang sama dengan perempuan sebelum kemerdekaan, sebagaimana kisah kepahlawanan RA Kartini.
Hal tersebut dikatakan Ketua Pimpinan Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama Lasem, Hj Fatimah Asri Mutmainnah, saat berbicara dalam Webinar bertema ‘Memaknai Kemerdekaan dari Sosok Perempuan Inspiratif’, Sabtu (15/8). Webinar itu digelar PC Fatayat NU Lasem dalam rangka menyambut HUT ke-75 RI.
“Saat ini, betapa penguatan perempuan sangat dibutuhkan untuk masa depan tunas bangsa di saat pandemi Covid-19,” kata Umi Aci, sapaan akrabnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziz Lasem ini mengatakan, peran seorang perempuan harumnya akan tercium. Artinya akan dirasakan dan direkam tersendiri oleh anak-anak.
Umi Aci menjelaskan, bahwa peran perempuan tidak dapat dimungkiri. Sebab, perempuan merupakan tiang negara. “Peran perempuan akan membawa perubahan bagi negara kita,” terangnya.
Selain itu, salah satu pengasuh pesantren yang ada di Krapyak Yogyakarta, Hj Maya Fitria, turut menyampaikan makna kemerdekaan. Menurut dia, kemerdekaan dimulai dengan cara berpikir yang otentik. “Otentik harus mempertimbangkan banyak hal, termasuk dalam masyarakat kita,” jelasnya.
Sosok inspiratif
Nyai Maya juga memberikan contoh beberapa tokoh ulama perempuan yang dapat dijadikan inspirasi. Di antaranya Nyai Hasyimah, istri KH Ali Maksum Krapyak. Menurut dia, Nyai Hasyimah memiliki banyak perjalanan kehidupan bermasyarakat.
“Pernah mendirikan TK Masyithoh NU. Waktu itu, masih jarang ada sekolah TK. Kemudian mendirikan madrasah diniyah, pengajian Jumat Legi, pengajian malam Sabtu Wage, menggagas pesantren putri untuk MTs dan MA, juga pernah menjadi ketua Muslimat NU. Selain itu, beliau pernah mengelola koperasi pesantren,” tuturnya.
Dosen UIN Sunan Kalijaga ini menambahkan, ada juga Nyai Hj Lutfiyah Baidhowi yang mengonsistenkan santri dan dirinya sendiri untuk mencintai Al-Qur’an. Sama halnya Nyai Hj Durroh Nafisah Ali Maksum dan Nyai Hj Ida Rufaida Ali.
Untuk mengambil pelajaran dari tokoh-tokoh hebat di atas, Nyai Maya menjelaskan ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, nasab. Namun, ia mengartikan nasab sebagai perjalanan hidup yang dapat menjadikan kita memiliki nasab yang baik.
“Kita yang menciptakan track record (rekam jejak), menciptakan sejarah dari apa yang kita perbuat. Kita harus memiliki sejarah yang hebat agar dapar dilacak oleh anak cucu,” ungkap psikolog itu.
Kedua, persisten. Yaitu mencoba sesuatu terus-menerus untuk mencapai keberhasilan. Selain itu, perlu juga menjadi muslihah, tidak sekedar shalihah. “Aktif sekaligus aktivator. Menjadi problem solver. Serta lincah agar tidak tergerus oleh zaman,” tandasnya.
Selaku moderator, Nyai Hj Durrotun Nafisah menambahkan, bahwa penting sekali menempatkan sosok inspiratif untuk diri sendiri. “Meskipun merdeka, perempuan tidak berarti bebas. Kita mengacu pada aturan Allah serta panduan dari tokoh-tokoh,” pungkasnya menutup webinar.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori