Guru Madin di Rembang Ini Padukan Kurikulum Ilmu Agama dan Kecakapan Hidup bagi Santri
Rabu, 26 November 2025 | 18:00 WIB
Muhammad Wahyu Hidayatullah saat mengajar santri-santrinya di Madrasah Diniyah (Madin) di Pondok Pesantren Umar Harun, Rembang, Jawa Tengah. (Foto: dok. istimewa/Wahyu)
Rembang, NU Online
Muhammad Wahyu Hidayatullah telah lama berkhidmah sebagai guru Madrasah Diniyah (Madin) di Pondok Pesantren Umar Harun, Rembang, Jawa Tengah. Kecintaannya pada ilmu mendorongnya terus berkarya di dunia pendidikan pesantren.
Pondok yang diasuh oleh Nyai Nadia Jirjis ini didirikan untuk membantu para orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dalam mendampingi perkembangan anak-anak mereka, khususnya dalam pendidikan agama.
“Program unggulan kami ada empat, yaitu program jamaah, mengaji Al-Qur’an, mengaji kitab-kitab pilihan seperti Mabadik, Khulasoh Nurul Yaqin (sejarah Nabi Muhammad), Ta’lim atau akhlak, BTAP (Baca Tulis Arab Pegon), kitab tauhid, serta program life skill,” ujarnya kepada NU Online, Selasa (25/11/2025).
Wahyu menjelaskan, keempat program tersebut dirancang untuk memperkuat pemahaman dasar-dasar keagamaan para santri.
“Saya resah, dan Bapak-Ibu guru di sini merasakan hal yang sama. Banyak santri kelas 1 SMP yang belum memahami secara mendalam soal salat, membaca Al-Qur’an, hukum fikih, dan kemandirian. Maka kami sepakat menjalankan empat program ini,” terangnya.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan para santri mulai tampak signifikan, baik dalam kedisiplinan shalat maupun kemampuan membaca Al-Qur’an.
“Alhamdulillah, perkembangan mereka terlihat. Banyak santri yang kini sudah lancar membaca Al-Qur’an. Ini berkat kerja sama tim, bahkan para orang tua turut dilibatkan agar kami dapat memantau aktivitas santri saat liburan. Para santri pulang setiap Kamis siang dan kembali ke pondok pada Jumat atau Sabtu pagi,” jelas Wahyu, pendamping Pondok Pesantren Umar Harun.
Wahyu turut menyampaikan kegembiraannya saat menerima testimoni positif dari para wali santri.
“Kami sangat senang karena dari keempat program tersebut muncul banyak perubahan. Kedisiplinan salat meningkat, anak-anak mulai terbiasa mengumandangkan azan, dan rutin melakukan murajaah,” ujarnya.
Meski demikian, Wahyu mengakui bahwa tantangan tetap ada, terutama dalam menghadapi santri yang sulit diarahkan.
“Yang cukup menguji kesabaran adalah santri yang sulit diarahkan. Karena di pondok, kami menghadapi santri dengan beragam sifat dan kebutuhan,” tuturnya.
Namun rintangan tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkhidmah dan mencari keberkahan para kiai.
“Saya ingin mencari keberkahan dari kiai dengan mengabdi di dunia pendidikan. Sebaik-baiknya manusia adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Karena itu saya terus belajar, mengikuti pelatihan, dan berbagi praktik baik bersama yayasan serta memperkuat komitmen bersama para santri,” pungkasnya.