Jombang, NU Online
Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Jombang, Jawa Timur KH Jauharuddin Alfatih mengatakan jika punya kenangan khusus dengan almarhum Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) sebelum wafat. Gus Sholah meninggal dunia pada 2 Februari 2020, ia wafat di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta pada pukul 20.55 WIB.
“Secara langsung saya pernah datang ke rumah KH Salahuddin Wahid di Jalan Bangka di Jakarta dalam rangka silaturrahim,” katanya, Jumat (7/20).
Dari pertemuan tersebut, pria yang akrab disapa Gus Ruddin ini mengambil beberapa pelajaran dari pemikiran KH Salahuddin Wahid, di antaranya tentang semangat kebangsaan dan tidak meninggalkan ruh agama Islam dalam berjuang.
Hasil diskusi dengan Gus Sholah juga memperlihatkan begitu luasnya wawasan sosok kiai yang insinyur itu. Pemikirannya jauh melewati zaman dan terkadang meninggalkan cara berpikir umumnya masyarakat.
"Gus Sholah secara implisit tidak ada perbedaan dengan Gus Dur, Gus Dur itu keagamaannya sangat humanis sekali. Sedangkan Gus Sholah tentang Syariat Islam, tapi keduanya sama-sama ingin berjuang untuk bangsa dan Negara,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ghozali Bahrul Ulum Tambakberas ini.
Menurutnya, Gus Solah itu hingga saat ini masih mengadepankan pentingnya tentang semangat keislaman. Ruh Islam masih layak diperjuangkan dalam berbangsa dan bernegara. Islam dan Negara tak perlu dipertentangkan lagi. Karena sejak awal keduanya berjalan bersama.
Gus Sholah sendiri dalam kehidupan sehari-hari telah berhasil mengkolaborasi antara profesionalitas di luar dengan intergitas pesantren. Cucu KH M Hasyim Asy’ari itu juga sering mencontohkan bagaimana ajaran Islam menghiasi undang-undang perkawinan di Indonesia. Ini sebuah hal yang bagus.
"Gus Sholah merupakan salah satu anugerah yang dimiliki Tebuireng,. Gus Sholah berhasil membawa Tebuireng tertata rapi dan dikelola secara profesional,” tambahnya.
Gus Sholah membawa Tebuireng melebarkan sayap-sayapnya ke luar pulau Jawa. Di tangannya, Pesantren Tebuireng menjadi masa depan pendidikan Islam yang sangat potensial hingga hari ini. Kekuatan finasial dan sumber daya manusia membuat Tebuireng siap bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
"Saat ini Pesantren Tebuireng secara infastruktur sangat luar biasa, di bawah kepemimpinan KH Salahuddin Wahid sejak 2006. Saya belajar hal ini kepada Gus Sholah,” tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin