Daerah

Ketika Sekat Sosial Melemah, Masyarakat Pun Berbenah

Jumat, 6 Oktober 2017 | 15:02 WIB

Jakarta, NU Online
Proses evolusi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Gereja Kristen Protestan Angkola (PKBM GKPA) menjadi Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Al-Amin Tangga Batu menjadi fakta tak terbantahkan melemahnya sekat-sekat sosial masyarakat. Ketika berhadapan dengan keterisoliran, ketertinggalan dan kesulitan mengakses pendidikan, mereka pun berbenah, bahu-membahu menuju perubahan.

Hal tersebut dikatakan peneliti senior Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag RI, Imran Siregar, saat berdiskusi dalam seminar hasil penelitian ‘Pengembangan Madrasah di Daerah Khusus’ yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu.

“Ini merupakan bukti konkrit bahwa mereka diikat rasa kebersamaan untuk melakukan perubahan. Ketika sekat sosial melemah, di situ masyarakat berbenah,” ujar pria yang pernah menjabat Kepala Balai Litbang Agama Jakarta ini.

Dalam catatannya, Imran menyebut peran strategis MI dalam pemenuhan hak-hak warga dalam mengakses pendidikan telah mengalahkan sekat-sekat sosial masyarakat berdasar agama yang dianut maupun suku dan adat istiadat warga Tangga Batu, Desa Siuhom, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

“Fakta-fakta sosial yang dihadapi masyarakat telah membangunkan kesadaran akan pentingnya kebersamaan, seperti falsafah halak hita dan dalihan na tolu suku Batak, dalam melakukan perubahan,” jelasnya.

Meskipun demikian, lanjut Imran, dalam prosesnya tetap terjadi intrik-intrik yang ditunjukkan sebagai tanda belum sepenuhnya bersepakat. Namun mereka tetap lebih mementingkan kebersamaan.

“Kebersamaan itu pulalah kemudian yang menjadi faktor utama jawaban atas pertanyaan mengapa MIS Al-Amin tetap eksis di lingkungan masyarakat yang heterogen dan didukung warga masyarakat yang heterogen pula dari aspek agama, suku, dan adat istiadat. Nilai-nilai kerbersamaan tersebut menjadi modal sosial masyarakat untuk meningkatkan peran MIS dalam pemenuhan hak-hak warga dalam mengakses pendidikan,” tandas Imran.

Andalkan Dana BOS
Dalam laporan Imran, operasional madrasah ini mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana bantuan untuk daerah terpencil, dan sumbangan orang tua siswa sebesar tiga ribu rupiah setiap bulan. Tenaga pendidik dapat menerima penghasilan bulanan antara 400.000 - 500.000 rupiah.

“Sementara bagi kepala madrasah, cuma 700.000 – 800.000 rupiah perbulan. Karena berbagai keterbatasannya, madrasah yang alumninya terdapat di beberapa kota di Sumatera dan sebagian lagi di Pulau Jawa ini masih belum beranjak dari Akreditasi C,” paparnya.

Imran juga menyoroti soal model pengelolaan madrasah. Bagi dia, MI Al-Amin ini belum dapat sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip manajemen profesional seperti the right man on the right place, atau berikanlah jabatan pada orang yang memenuhi kriteria untuk jabatan tersebut. Ketika prinsip ini diterapkan, madrasah terlalu mudah kehilangan guru dan bahkan kepala madrasah.

“Mereka tidak mampu bertahan lama dengan berbagai pertimbangan tertentu. Itulah antara lain sebabnya mengapa madrasah ini dikelola dengan sedikit menomorduakan prinsip-prinsip manajemen profesional tersebut dan mempercayakan putra-putri asli daerah,” ungkapnya.

Menurut dia, model layanan MI Al-Amin ini memiliki kekhasan dan keunikan tak lazim jika dibandingkan dengan layanan madrasah pada umumnya yang eksklusif untuk masyarakat Muslim. “Madrasah ini mengesampingkan eksklusivitas tersebut dengan mengedepankan pemenuhan hak-hak warga negara dalam mengakses pendidikan sebagai prioritas utama,” tandas Imran.

Pria berdarah Batak ini merekomendasikan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memberdayakan madrasah tersebut. Pertimbangannya, peran strategis MIS Al-Amin dalam pemenuhan hak-hak warga dusun Tangga Batu dan sekitarnya dalam mengakses pendidikan.

“Jika memungkinkan dapat didirikan MTs, seperti harapan yang diutarakan tokoh berbagai agama dalam FGD, agar anak kami tidak kos di kota setelah lulus MI. Saya kira ini penting demi eksistensi madrasah di tengah masyarakat majemuk,” pungkas Imran. (Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)



Terkait