Semarang, NU Online
Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3I) akan penyelenggaraan "Workshop dan Bahtsul Masail Pernikahan Usia Anak" bertempat di hotel Horison. Selama dua hari (23-24/4) para kiai dari berbagai daerah termasuk Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat dan Sumatera Selatan akan datang untuk mengikuti acara. Sesuai jadwal yang panitia susun narasumber yang akan hadir menteri Agama, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Tenaga Kerja, Mantan Hakim MK, Ketua LBM PBNU dan dari kementrian kesehatan.
Menurut data Badan Pusat Statistik rata-rata orang Indonesia menikah berusia di bawah 17 tahun. Kurangnya pengetahuan menjadi sumber utama terjadinya pernikahan anak. Negara Indonesia mendapat peringkat 37 dari 45 negara yang menjadi pelaku pernikahan anak.
Keprihatinan inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya workshop ini. Selain itu, kegiatan ini merupakan lanjutan dari halaqah Pernikahan Usia Anak (19/3). Upaya inilah untuk mengurai benang kusut permasalahan pernikahan usia dan kemudian bisa diambil suatu ijtihad hukum syar'i (istinbath) sebagai bentuk respon agama terhadap permasalahan tersebut.
Dalam fiqih, pernikahan usia anak memiliki istilah yang beragam. Terdapat istilah zawaj al mubakkir, zawal al shaghirah (pernikahan anak) dan zawaj al qashirat (pernikahan anak dibawah umur). Pendapat ulama bermuara pada 2 sikap, Kelompok ulama yang mendukung perkawinan usia anak dan kelompok ulama yang menolak.
"Kita berusaha melihat celah dalam istinbath hukum syariat dengan berpijak pada kemashlahatan dalam tujuan suatu pernikahan dan kepentingan masa depan terbaik untuk anak," ungkap KH Imam Baehaqi, MH ketua MP3I.
Dalam halaqah dan bahtsul masail Pernikahan Usia Anak yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3I) bekerja sama dengan Fitra Jateng, Plan Internasional Unit Rembang, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA). (M Zulfa/Mukafi Niam)