Surabaya, NU Online
Secara singkat, kata sejarah bisa memiliki makna sebagai kumpulan rekaman dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Dari sejarah, seseorang dapat mengambil pelajaran atau nilai-nilai positif, seperti keberhasilan di masa lalu yang tak menutup kemungkinan bisa diulang di masa sekarang.
Hal ini dikatakan oleh Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Agoes Ali Masyhuri dalam acara Seminar Internasional dan launching buku ‘Santri Nusantara’ yang diselanggarakan oleh PWNU Jawa Timur dengan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kamis (31/10) di Gedung Rektorat Unesa Kampus Lidah Lakarsantri, Surabaya.
Menurutnya, dari sejarah yang ada manusia bisa mengetahui sebab-sebab dari keberhasilan dan kehancuran suatu kaum yang pernah terjadi di masa silam.
“Sejarah adalah merekam peristiwa-peristiwa yang ada di masa lalu. Dari sejarah manusia bisa mengetahui sebab-sebab keberhasilan dan sebab-sebab kehancuran,” jelasnya.
Kiai yang akrab disapa dengan Gus Ali ini menambahkan, bahwa suatu umat bisa mengalami kehancuran dan tidak memiliki masa depan manakala umat tersebut tidak memiliki sejarah. “Umat yang tidak memiliki sejarah, tidak punya sejarah, pasti tidak memiliki masa depan,” ungkapnya.
Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Sholawat Sidoarjo ini mengungkapkan, jika umat tidak mau mengambil pelajaran dari sejarah yang pernah terjadi, maka dikhawatirkan digulung oleh sejarah.
“Barangsiapa yang tidak mau mengambil pelajaran dari sejarah, bersiap-siaplah digulung untuk digulung oleh sejarah itu,” bebernya.
Kiai yang memiliki akun Twitter @gusali_bsh ini menegaskan, betapa pentingnya sejarah. Penegasan ini bisa dibuktikan dari jumlah ayat dan surat yang ada dalam Al-Qur’an yang hampir seperempat dari Al-Qur’an berisi tentang sejarah.
“Begitu pentingnya arti dari sejarah. Al-Qur’an telah mengabadikan 1600 ayat dan 35 surat yang berbicara tentang sejarah, atau hampir seperempat dari Al-Qur’an berisi tentang sejarah,” kata Gus Ali.
Di akhir, Gus Ali mengajak para peserta seminar untuk senantiasa berpikir positif. Menurutnya, dengan berlaku seperti itu, seseorang akan bisa menjadi orang yang percaya diri serta siap untuk bersaing secara sehat dengan orang lain.
“Mari kita belajar berfikir positif. Akhir-akhir ini banyak orang yang kehilangan jatidiri. Orang-orang yang kehilangan jatidiri pasti tidak percaya diri,” ungkapnya.
“Orang yang tidak percaya diri, pasti tidak siap bersaing sehat dengan orang lain. Barangsiapa ingin menjadi orang besar, ia harus belajar berpikir besar dan berjuang besar,” tambahnya.
Dalam kegiatan ini, hadir KH Marzuki Mustamar, KH Syafruddin Syarif, KH Agoes Ali Masyhuri, KH Abd A’la, KH Abdussalam Sochib, KH Ali Maschan Moesa, Gus Nadirsyah Hosen, dan tamu undangan lainnya.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin