Daerah

Pernyataan Sikap PMII Surakarta terhadap UU Cipta Kerja

Jumat, 9 Oktober 2020 | 01:00 WIB

Pernyataan Sikap PMII Surakarta terhadap UU Cipta Kerja

Foto: Ilustrasi

Surakarta, NU Online 
Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surakarta mengeluarkan penyataan sikap terkait disahkannya UU Cipta Kerja. Ketua PC PMII Surakarta Putri Lestari menganggap UU Cipta Kerja merugikan rakyat. 

 

"Kita menolak Omnibus Law dan menyayangkan sikap DPR mengabaikan suara rakyat" tuturnya kepada NU Online, Kamis (8/10).

 

Disampaikan bahwa sejak awal kemunculan RUU hingga Omnibus Law disahkan sebagai Undang-Undang, banyak pasal-pasal bermasalah yang dapat mengancam kesejahteraan buruh, nelayan, petani. 

 

"UU Omnibus Law yang berpihak pada investor ini ke depannya bisa berdampak pada terancamnya kelestarian lingkungan serta meluasnya konflik agraria," tegasnya.

 

Dalam menyikapinya, PC PMII Surakarta sudah membuat dan mengambil keputusan untuk menolak pengesahan tersebut sejak bulan Maret. "Sejak awal kita sudah melakukan kajian terkait omnibus law bahkan pernyataan sikap sudah dibuat sejak maret 2020," lanjutnya. 

 

Adapun 4 poin-poin penolakan yang telah dirumuskan antara lain menolak draft RUU Omnibus Law yang merugikan masyarakat buruh, nelayan, petani, dan masyarakat lainnya karena pembuatan RUU Omnibus Law dilakukan secara tertutup hanya dengan segelintir orang tanpa melibatkan masyarakat secara luas.

 

"Menolak adanya penyederhanaan perizinan usaha tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan akibat dari eksploitasi alam secara besar-besaran dengan dalih investasi dan menolak RUU Omnibus Law yang meningkatkan konflik agraria, ketimpangan, dan kemiskinan struktural," tegasnya.

 

Pihaknya juga menolak UU Omnibus Law yang hanya menguntungkan para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Selain pernyataan sikap menolak, PC PMII Surakarta melalui diskusi yang dilaksanakan pada 13 Maret 2020 telah merumuskan beberapa tuntutan yang juga di cantumkan dalam teks Press Release-nya.

 

"Tuntutan itu antara lain, menuntut adanya reforma agraria agar tidak terjadi ketimpangan dalam kepemilikan lahan oleh korporasi dan oligarki serta menuntut Pengesahan RUU PKS sebagai bentuk memperjuangkan hak perempuan yang berkaitan dalam penolakan RUU Omnibus Law," ungkapnya.

 

"Dalam kondisi pandemi ini, seharusnya pemerintah lebih sigap dalam mengatasi virus bukan sigap saat membuat mufakat jahat," pungkasnya.

 

Kontributor: Arindya
Editor: Abdul Muiz