Pesantren Miliki Peluang Bangun Korporasi untuk Ekonomi Umat
Sabtu, 21 Agustus 2021 | 06:30 WIB
Ketua DPW Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren) Jawa Tengah KH Miftahuddin. (Foto: Tangkapan YouTube NU Online)
Jakarta, NU Online
Ketua DPW Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren) Jawa Tengah KH Miftahuddin mengatakan, pesantren memiliki peluang membangun korporasi. Selain sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga lembaga dakwah dan berpeluang menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk ekonomi umat.
Hal tersebut disampaikannya saat mengisi acara Webinar Korporatisasi Usaha Pondok Pesantren yang disiarkan langung di Channel YouTube NU Online, pada Kamis (19/8).
Ia memaparkan beberapa dasar pemikiran mengenai pengembangan ekonomi pesantren. Jika pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, menurut dia, sudah banyak yang paham.
“Nah, kalau sebagai lembaga pemberdaya ekonomi, maka sami’na wa ata’na-nya akan lebih kuat, sehingga pesantren menjadi role model bagi masyarakat untuk mengembangan ekonomi,” tuturnya.
Gus Miftah, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa dasar pemikiran yang kedua ialah ekonomi pesantren sebagai kebutuhan biaya pengembangan pendidikan. Selama ini rata-rata pesantren masih mengandalkan pada wali santri.
“Ke depan, pesantren bisa mandiri secara ekonomi. Kita akan gembira jika pesantren bisa menggratiskan santrinya,” harap kiai asal Kebumen tersebut.
Dasar pemikiran yang ketiga, lanjut Gus Miftah, pesantren memiliki sumber daya manusia yang bisa dikembangkan, baik santri maupun alumni. Oleh karena itu, untuk mengembangkan ekonomi pesantren, menurut dia, tidak terlalu sulit karena sudah memiliki pasar, yaitu para santri dan alumni.
Selain itu, dasar pemikiran ekonomi pesantren yang keempat menurut Gus Miftah ialah pesantren itu mandiri dari segala sisi. Peningkatan kemandirian dan kualitas pendidikan pesantren dapat berkontribusi terhadap kemandirian ekonomi umat dan bangsa.
“Namun yang terjadi, belum ada kebersamaan. Sebagai contoh, kemandirian di bidang pertanian itu banyak di dalam pesantren. Namun, masih berjalan sendiri sendiri, jika berjalan bersama sama akan menghasilkan kemandirian yang kuat dan akan lebih mudah,” tandasnya.
Ia memberi contoh, setiap tahun pesantren membutuhkan seragam. Jika pesantren bersama-sama membangun korporasi dalam bidang konveksi atau pembuatan seragam, maka hal itu akan mempermudah produksi seragam atau pakaian santri lainnya.
Menurut Gus Miftah, untuk membangun korporasi, pertama perlu mengidentifikasi jenis usaha pesantren terlebih dahulu. Jika sudah ada identifikasi akan menciptakan ekosistem bisnis. Kedua, kerja sama. Selanjutnya meningkatkan sekaligus membenahi tata kelola antara manajemen pendidikan dan manajemen bisnis.
“Terakhir, kita perlu menigkatkan sumberdaya pelaku bisnis pesantren, supaya orang-orang yang mengelola bisnis secara sungguh-sungguh, alumni tidak hanya satu hingga dua tahun saja, namun berkomitmen mengurusi binis pesantren tersebut,” ungkapnya.
“Kalau bicara korporatisasi usaha pesantren, secara peluang ada, secara sumberdaya memungkinkan, korporatisasi ini akan berjalan lancar dan sukses manakala ditunjang komitmen setiap pesantren untuk bekerja sama dalam pengembangan ekonomi dan bisnisnya,” jelas Gus Miftah.
Kontributor: Siti Maulida
Editor: Musthofa Asrori