Pupuk Subsidi Langka, Petani Alih Strategi Gunakan Pupuk Organik
Senin, 15 Juli 2024 | 08:00 WIB
Para petani di Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang sedang mengambil hasil padi yang telah menguning lalu dimasukkan ke kantong bulog berwarna putih. (Foto: dok. istimewa/Daimul Umam)
Rembang, NU Online
Sering terjadi kelangkaan pupuk subsidi, membuat petani harus banting stir supaya tetap panen. Alhasil sebagian petani menggunakan pupuk organik yang sebelumnya telah digencarkan LPPNU PBNU untuk melakukan pengembangan serta pengelolaan dalam dunia pertanian. Alternatif ini juga diakui oleh Sekretaris Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU).
“Pupuk organik pada dasarnya sangat membantu petani untuk mengatasi kelangkaan pupuk baik yang subsidi maupun yang non-subsidi. Dan pada sisi yang lain juga sebagai upaya mengatasi kerusakan lahan yang sudah parah. Tentu saja LPP PBNU mendorong penggunaan pupuk organik, baik itu yang dibikin sendiri maupun oleh pabrikan,” ucap Chandra dihubungi Sabtu lalu.
Kementan tidak serius
Chandra, juga menanggapi permasalahan di Kementerian Pertanian (Kementan) tentang alokasi pengadaan pupuk organik yang kuantitasnya menurun.
“Soal alokasi, permasalahannya ada di Kementan sendiri terkait pengadaan pupuk organik yang semakin lama semakin berkurang. Dan saya rasa, pihak Kementan tidak serius. Mungkin karena anggarannya telah berkurang. Selain kadang tidak tepat sasaran,” tandasnya.
Petani asal Kragan, Rembang, Jawa Tengah, Daimul Umam menanggapi prosedur pemerintah dalam pendistribusian pupuk yang seringkali salah sasaran bahkan kerap terjadi kelangkaan.
“Tentang pendistribusian pupuk terkadang itu masih belum rata disebabkan memang terkandung luasnya lahan tetapi banyak luas tanah yang non-produktif tetap mendapatkan pupuk. Sedangkan ada beberapa lahan sangat membutuhkan pupuk, terutama pupuk pestisida dan lain sebagainya. Padahal itu lahan-lahan yang produktif,” jelas Daimul Umam.
Dia mengatakan bahwa penjualan hasil bumi yang telah dirawat dan ditanam petani yang dirasa tidak diberikan fasilitas yang baik.
“Kalau untuk penjualan hasil panen, pemerintah tidak memberikan pengetahuan atau tempat penjualan produk seperti panen yang banyak dan konsumen yang sedikit karena pemerintah malah impor. Contoh saja harga tomat yang murah lantaran melimpahnya hasil panen, seharusnya pemerintah bisa mengontrol itu menggunakan teknologi terbarukan, mengelola hasil pangan dengan olahan lain, agar kestabilan harga terjamin,” sambungnya.
Daimul memutuskan untuk menggunakan pupuk organik sebagai penyubur unsur hara tanamannya. Dia menceritakan penanaman itu diletakkan sekitar pekarangan rumahnya dengan alat sederhana.
"Kalau saya memang hampir semuanya menggunakan pupuk organik. Itu pun tidak banyak. Hanya sekitar 300 bibit, lebih ke jenis tumbuhan kategori tumpang sari seperti tomat, sawi, melon, terong, dan lainnya," sahut Daimul.
Masifkan penggunaan pupuk organik
Ahmad Jalil Amajid, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jawa Tengah menyikapi pengalihan bahan penyubur lahan.
"Untuk menyikapi persoalan kelangkaan dan mahalnya harga pupuk kami dibina menggunakan pupuk cair organik dan diaplikasikan untuk tanaman padi. Guna menjaga kesehatan dan pelestarian tanah sawah kami," imbuhnya.
"Alhamdulillah hampir tidak pernah gagal panen karena tersedia pompa air sumur kedalaman 40 meter menggunakan energi listrik alatnya. Dengan seperti itu, petani selalu panen," jelasnya.
Amajid menerangkan adanya alternatif pupuk organik lebih menguntungkan. Salah satu diantaranya yakni pengeluaran biayanya lebih irit, aman, serta ramah lingkungan.
"Kalau pakai pupuk ini sangat hemat biaya karena buat sendiri, sehingga insyaallah lebih aman, dan kebetulan saya hanya menanam padi kualitas tinggi," jawabnya.
Dari segi pemasaran, Amajid tak ambil pusing, dia hanya mengandalkan pelanggan yang sering membeli berasnya.
"Kami tidak perlu ribut untuk mencari pemasaran cukup melalui pelanggan yang kerap membeli hasil panen kami alias penggemar beras organik, dan saya belum pernah saya jual di pengepul atau di pasar umum. Dengan harga per kilogram 17 ribu varietas pakan 0,5 dan padi raja lele. Dua tahun ini, saya telah 8 kali panen," jelas Amajid.
Dia menegaskan, pemerintah mendorong para petani untuk menggunakan pupuk organik daripada pupuk kimia. Karena dengan memperbanyak pupuk organik lebih aman, kelestarian alam terjaga, dan produksinya aman dan menyehatkan.
"Pemerintah lebih baik menggerakkan petani maupun masyarakat mengubah pola pikir agar lebih senang memakai pupuk organik. Sebab saya telah terbukti mengelola budidaya padi organik dan telah 8 kali panen. Hasilnya tidak kalah dengan menggunakan pupuk kimia,” ucapnya.
Berdasarkan Kepmentan Nomor 249 Tahun 2024, Pemerintah menetapkan alokasi subsidi pupuk menjadi 9,55 juta ton. Adapun alokasi subsidi tersebut ditujukan kepada empat jenis pupuk, yakni Urea, Natrium (N), Fosfor (P) Kalium (K), dan pupuk organik.