Saksi Nikah Tak Boleh Terpengaruh Teriakan “Sah” dari Orang Lain
Selasa, 25 Oktober 2022 | 18:00 WIB
Pringsewu, NU Online
Akad nikah merupakan gerbang masuk pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Keabsahan dari akad nikah harus benar-benar diperhatikan agar hubungan antara kedua pasangan sah menurut agama. Akad nikah yang tidak sesuai dengan kaidah dan tuntunan Islam, maka akan mempengaruhi status hubungan pernikahan dalam rumah tangga.
Mustasyar PCNU Kabupaten Pringsewu KH Sujadi mengatakan bahwa sosok yang menentukan sah atau tidaknya akad nikah adalah saksi nikah. Dalam menjalankan tugasnya, para saksi ini menurutnya harus benar-benar memahami tentang pernikahan mulai dari hukumnya sampai dengan rukun-rukun yang harus dipenuhi. Dengan pemahaman yang baik tentang pernikahan termasuk kriteria sah atau tidaknya akad nikah, maka saksi tidak akan terpengaruh oleh orang lain.
“Biasanya setelah akad nikah, yang hadir di situ ikut meneriakkan kata ‘sah’ setelah ijab qabul. Padahal mereka bukan saksi,” ungkap Pengasuh Pesantren Nurul Ummah Pagelaran ini saat ngaji kitab Tafsir Jalalain, Selasa (25/10/2022).
Baca Juga
Lima Rukun Nikah dan Penjelasannya
Kondisi dan situasi ini tentu bisa memberi pengaruh bagi saksi yang tidak memahami dengan baik syarat sahnya ijab qabul. Ditambah lagi rasa grogi dan tidak fokus yang terkadang muncul dan dialami setiap orang saat berada di hadapan orang banyak.
“Jadi saksi tidak boleh ikut-ikut mengatakan sah dan terpengaruh oleh yang hadir. Jika sighat ijab qabul memang belum sesuai dengan kaidah maka bisa minta untuk diulangi lagi,” katanya.
Yang hadir dalam prosesi akad nikah tersebut juga sebaiknya tidak ikut meneriakkan kata ‘sah’ karena akan mempengaruhi suasana kesakralan ijab qabul.
Syarat Sighat Ijab Qabul
Dilansir dari artikel NU Online berjudul Ijab Qabul Pernikahan Harus Satu Napas, Benarkah? dijelaskan bahwa Muhammad Khathib As-Syarbini dalam kitab Al-Iqnâ’ menyebutkan beberapa syarat sighat ijab qabul.
Pertama adalah tidak adanya penggantungan (ta’lîq) dan pembatasan waktu (ta’qît). Tidak sah sebuah akad nikah di mana di dalam pengucapan ijab qabulnya menyertakan kalimat yang menggantungkan pernikahan tersebut pada suatu kejadian tertentu. Misal ucapan seorang wali “bila anak perempuanku dicerai oleh suaminya dan telah habis masa idahnya maka aku kawinkah engkau dengannya.”
Tidak sah juga bila dalam ijab qabul disertai dengan pembatasan waktu tertentu. Seperti wali mengucapkan “aku nikahkan kamu dengan anak perempuanku untuk waktu dua tahun.” Ini merupakan nikah mut’ah.
Kedua, harus menggunakan kata yang terbentuk dari kata inkâh (nikah) atau tazwîj (kawin). Tidak sah akad nikah bila tidak menggunakan kedua kata tersebut, baik salah satunya atau kedua-duanya.
Imam Nawawi memberikan satu syarat lagi yakni harus bersambung antara kabul yang diucapkan oleh suami dengan ijab yang diucapkan oleh wali. Terpisahnya ijab dan kabul oleh jeda waktu yang lama menjadikan akad nikah tidak sah.
Namun jeda waktu yang singkat, seperti untuk mengambil napas, masih bisa diterima dan akad nikah tetap dihukumi sah
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syakir NF