Pekanbaru, NU Online
President of Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Eko Maryadi, mendesak media massa pers untuk menghindari dramatisasi dalam pemberitaan terorisme.
Dalam kegiatan Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Pekanbaru, Riau, Rabu (5/10/2016), Eko menyebut dramatisasi dalam pemberitaan terorisme berpotensi menjadi teror baru bagi masyarakat.
"Persoalannya masih banyak (media) televisi kita yang suka menampilkan drama tembak-tembakan polisi dengan pelaku terorisme. Ingat, tidak semua masyarakat merasa terhibur dengan tayangan itu," ungkap Eko.
Eko menceritakan pengalamannya sebagai reporter di berbagai media massa internasional, di mana produser selalu mengingatkan untuk menghindari dramatisasi fakta di lapangan.
"Ketia bom Bali satu saya bekerja di Kyoto Jepang, dan datang ke Denpasar di hari pertama setelah ledakan bom terjadi. Kameramen saya sangat paham untuk tidak mengambil gambar potongan tubuh korban. Tapi bagaimana dengan (media) televisi kita?" tandas Eko.
Dramatisasi pemberitaan terorisme, masih menurut Eko, juga berpotensi menggagalkan operasi yang tengah dilakukan aparat keamanan. Dia menceritakan peristiwa tewasnya perwira polisi di Mumbai, India, yang terjadi akibat pelaku terorisme mengetahui pergerakan aparat keamanan dari siaran langsung sebuah televisi.
"Dan yang harus diingat, poin pertama Pedoman Peliputan Terorisme adalah keselamatan wartawan. Jangan gaya-gayaan ketika meliput, jangan membuat drama, karena ketika wartawan tertembak di lokasi kejadian pasti akan mempengaruhi jalannya operasi oleh aparat keamanan," urai Eko. Red: Mukafi Niam