Daerah

Tugas Santri Gelorakan Ruhul Jihad untuk Menjawab Tantangan Zaman

Senin, 26 Oktober 2020 | 04:00 WIB

Tugas Santri Gelorakan Ruhul Jihad untuk Menjawab Tantangan Zaman

Upacara hari santri oleh PC GP Ansor Kabupaten Kediri. (Foto: Istimewa)

Kediri, NU Online
Hari santri yang diperingati setiap 22 Oktober  merupakan sebuah pengakuan terhadap perjuangan kaum santri yang panjang. Bahkan hal tersebut telah dimulai berabad-abad sebelum kata Indonesia populer di kalangan kaum pergerakan tahun 1920-an. 
 
“Memperingati hari santri berarti mencoba meneladani para ulama dan pejuang kemerdekaan, para santri yang berjibaku meregang nyawa demi mempertahankan kemerdekaan bangsa,” kata KH Abdul Nasir Badrus, Ahad (25/10).
 
Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Hikmah Purwoasri ini menyampaikan pesan tersebut saat apel Ansor dan Banser dalam rangka peringatan hari santri VI. Kegiatan diselenggarakan Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Kediri Jawa Timur, di Lapangan Desa Mragen, Purwoasri.
 
“Hari santri diperingati agar kita mampu menerjemahkan, menerapkan, dan mengaplikasikan ruhul jihad tersebut dalam menjawab tantangan saat ini dan masa depan,” tegasnya. Karena itulah, melalui peringatan, dengan spirit resolusi jihad, para santri memiliki tanggung jawab moral untuk menjawab tantangan zaman, lanjutnya.
 
Alumni Pesantren Tebuireng ini mengemukakan penetapan hari santri terkait erat dengan seruan resolusi jihad yang dicetuskan KH M Hasyim Asy’ari. 
 
Dijelaskan Gus Nasir, panggilan akrabnya bahwa pada 21 Oktober 1945 PBNU mengundang konsul-konsul NU seluruh Jawa-Madura untuk rapat di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Surabaya.  
 
Pada rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah ini, PBNU menetapkan keputusan penting yang diberi nama Resolusi Jihad Fii Sabilillah. 
 
“Keputusan bersejarah ini diumumkan tepat tanggal 22 Oktober 1945,” ungkap mantan Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kediri ini. 
 
Rapat tersebut merupakan respons progresif dan cepat para ulama NU atas adanya upaya kembalinya NICA Belanda ke tanah air dengan membonceng tentara Sekutu untuk menguasai kembali Indonesia.  
 
“Resolusi jihad fi sabilillah dengan jelas memuat nilai nasionalisme yang berbasis Ahlussunnah wal jamaah, yaitu kewajiban mempertahankan kemerdekaan,” terangnya. 
 
Demikian pula NKRI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah dan harus dijaga serta ditolong. Bahwa umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya.
 
“Perang suci (jihad) ini merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 km; dan fardu kifayah bagi mereka yang tinggal di luar radius tersebut,” ungkapnya.
 
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang dikenal sebagai Hari Pahlawan, lanjut Gus Nasir, merupakan kelanjutan dari peristiwa Perang Rakyat empat hari pada 26 hingga 29 Oktober 1945, yaitu perang antara Brigade ke-49 di bawah komando Brigjend Aulbertin Walter Sothern Mallaby dengan arek-arek Surabaya yang sangat heroik. Dan pada peritiwa itu menewaskan 2000 an lebih pasukan sekutu, termasuk Brigjend Mallaby yang terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945. 
 
“Perang rakyat empat hari tersebut terjadi akibat adanya seruan resolusi jihad PBNU yang dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober 1945,’’ tegas putra KH Badrus Sholeh, pendiri Pesantren Al-Hikmah Purwoasri Kediri ini.
 
Dikatakannya bahwa inilah sejarah penting yang melatari lahirnya hari santri. Sejarah yang memungkinkan bangsa Indonesia tidak jatuh kembali ke tangan penjajah setelah sebulan sebelumnya kemerdekaan diproklamirkan. 
 
“Tidak salah jika ada yang berpendapat, tidak ada hari pahlawan tanpa resolusi jihad, alias hari santri. Resolusi jihad menunjukkan peran besar santri dalam menegakkan kemerdekaan negara ini. Resolusi jihad merupakan ekspresi patriotisme dan nasionalisme santri yang berbasis ajaran Islam Aswaja,” tegasnya. 
 
Gus Nasir mendukung yang dilakukan para santri khususnya Ansor dan Banser yang ikhlas fi sabilillah dalam berjuang. Termasuk perjuangan Banser Kediri dengan membantu uang kontan Rp 20 juta.
 
Menurutnya, hari santri merupakan salah satu momentum sejarah penting. Berbagai peristiwa sejarah lain menunjukkan patriotisme dan nasionalisme masyarakat santri.
 
Penegasan yang sama juga disampaikan Ketua PC GP Ansor Kabupaten Kediri terpilih, Rizmi Haitami Azizi saat menjadi pemimpin upacara. 
 
Selaku kader Ahlussunah wal jamaah dan NU, maka Ansor dan Banser harus meneruskan semangat perjuangan dengan cara bersatu satu komando melaksanakan beberapa aktivitas yang bisa mengangkat harkat dan derajat para kiai, ulama dan pemerintah. 
 
“ Kita harus melanjutkan semangat perjuangan para santri dan ulama semampu kita,” katanya. 
 
Karena saat ini tidak lagi berada di era penjajahan fisik, yakni globalisasi dan era post-truth, serta revolusi industri 4.0, juga generasi-Z. 
 
“Apapun namanya, kita dihadapkan oleh berbagai tantangan baru, sekaligus peluang baru. Maka harus kita hadapi bersama,’’ tegas Gus Rizmi yang disambut sholawat oleh peserta apel yang terdiri dari anggota Ansor, Rijalul Anosr dan Banser dari 26 kecamatan di Kabupaten Kediri.
 
Apel peringatan hari santri dihadiri sekitar 1500 anggota. Selain Kiai Nasir, acara juga menghadirkan alumni pengurus PC GP Ansor Kediri. 
 
Tampak Hadir Komandan Corps Provost Nasional, H Imam Kusnin Ahmad, H Moh Hasyim Asy’ari (mantan Ketua/DPRD), Agus Triyadi (mantan Ketua/Sekretaris PCNU Kediri), Moh, Habib (mantan Sekretaris PC/ guru dan LSM). 
 
Karena masih kondisi pandemi Covid-19, maka kegiatan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya menghadirkan masing-masing anak cabang 50 peserta. Itupun harus dilakukan protokol yang sangat ketat.
 
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Syamsul Arifin