Wali Kota Bogor Tanggapi Penyelenggaraan Halaqah Fiqih Peradaban
Kamis, 20 Oktober 2022 | 17:30 WIB
Wali Kota Bogor, Bima Arya saat menghadiri Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (17/10/2022). (Foto: istimewa)
Bogor, NU Online
Wali Kota Bogor, Bima Arya menanggapi situasi dunia saat ini ketika masyarakat harus menghadapi masa ketidakpastian dan pancaroba dalam berbagai bidang seperti politik, pandemi virus, perubahan iklim, revolusi industri.
"Manusia dalam sejarahnya memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa untuk menghadapi berbagai perubahan tersebut," katanya saat menghadiri Halaqah Fiqih Peradaban yang digelar oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (17/10/2022).
Dalam halaqah bertajuk Fiqh Siyasah dan Tatanan Dunia Baru, Bima Arya mengungkapkan setidaknya ada tiga jenis manusia yang beradaptasi dalam menghadapi perubahan, ujian, dan cobaan. Pertama, kalangan konservatif yang cenderung mempertahankan nilai-nilai lama ketika menghadapi perubahan. Kedua, kalangan progresif yang cenderung akan berpikir keras untuk menciptakan inovatif dan pemikiran baru ketika menghadapi perubahan.
Ketiga, kalangan pragmatis yang cenderung tidak peduli kepada pemikiran dan nilai-nilai, sehingga ketika ada perubahan maka mereka akan mencari selamat dan keuntungan sendiri-sendiri.
Pihaknya memandang, NU tidak masuk tiga kategori manusia tersebut. Ia memahami, NU selama ini memiliki nilai yang luar biasa, yakni tidak terjebak dengan masa lalu dan tidak pula hanya beroritensi dengan masa depan. Tetapi, NU justru melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil hal-hal yang baik dan baru.
"Itu yang luar biasa. Di situlah konteksnya Halaqah Fiqh Peradaban ini untuk berdialektika dan berdiskusi menyerap nilai-nilai lama yang luar biasa, tetapi juga mencari terobosan-terobosan baru ke depan," ungkap Bima Arya.
Berkaitan dengan Halaqah Fiqih Peradaban ini, ia menilai bahwa ada dua hal yang sangat penting untuk diperbincangkan. Pertama, demokrasi, yaitu perdebatan ketika berbicara menempatkan manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan ekonomi masyarakat.
"Saya sering ditanya soal apakah setuju Pilkada kembali ke DPRD dan demokrasi itu mahal. Saya jawab tidak. Itu adalah langkah mundur. Asas demokrasi adalah partisipasi. Kalau partisipasi dibatasi, sama saja kembali ke oligarki," ucapnya.
"Kalau ditanya demokrasi mahal, kita jawab murah. Kalau ditanya demokrasi banyak madarat, kita kasih edukasi. Jadi, yang dibutuhkan adalah perbaikan demokrasi melalui diskusi konsepsi demokrasi ke depan," ujar Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) ini.
Kedua, yaitu sustainability yang membicarakan soal cuaca hari ini yang mengerikan. Bagaimana masyarakat saat ini bisa yakin anak cucu bisa selamat ke depan ketika sampah tidak diurus, ketika manusia mezalimi lingkungannya.
"Hablum minallah (hubungan dengan Allah) yes, hablum minannas (hubungan dengan sesama manusia) yes. Lalu bagaimana dengan hablum minal 'alam (hubungan dengan lingkungan)? Bagaimana kita berpikir apa yang kita lakukan itu memberikan kepastian kepada generasi mendatang?" tanya dia kepada hadirin.
Karena itu ia berterima kasih kepada Pesantren Al-Falak Pagentongan yang telah menjadi tuan rumah dari rangkaian kegiatan Halaqah Fiqih Peradaban dari PBNU.
"Mudah-mudahan membawa keberkahan dan dapat memberikan ilham dan inspirasi kepada Wali Kota dan jajarannya untuk senantiasa membangun komunikasi yang baik dengan NU untuk menjemput masa depan yang penuh barokah," pungkas Bima Arya sekaligus membuka acara Halaqah tersebut dengan bacaan basmalah.
Selain Bima Arya hadir juga Ketua Umum Yayasan Al-Falak KH Tb Agus Fauzan, dan beberapa perwakilan dari Pemerintah Kota Bogor. Adapun narasumber yaitu Katib Syuriyah PBNU KH Muqsith Ghazali dan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU KH Ulil Abshar Abdalla.
Kontributor: M. Zidni Nafi'
Editor: Kendi Setiawan