Warga NU Gersik Putih Sumenep Tolak Tambak Garam Ilegal karena Berdampak Ekonomi dan Lingkungan
Jumat, 26 Mei 2023 | 11:00 WIB
Warga melakukan aksi penolakan tambak garam ilegal di Tapakerbau, Gersik Putih, Sumenep. (Foto: Tangkapan layar Youtube Aliansi Rakyat Bergerak)
Sumenep, NU Online
Warga NU di Kampung Tapakerbau Dusun Gersik Putih Barat, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur rela turun ke laut untuk melawan dan menghentikan pekerja tambak garam yang diwacanakan oleh pemerintah desa bersama investor, Sabtu (20/5/2023).
Ketua Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) Moh Amirul Mukminin menjelaskan, dampak dari pembangunan tambak garam adalah mata pencaharian masyarakat di Desa Gersik Putih akan hilang. Bahkan desa lainnya akan mengalami dampaknya, antara lain Desa Andulang Kecamatan Gapura, Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura, Desa Aeng Merra Kecamatan Batuputih, Desa Tamidung Kecamatan Batang-Batang, Desa Kalianget Kecamatan Kalianget.
Hal yang dikhawatirkan adalah Kampung Tapakerbau akan tenggelam. Dilaporkan, biasanya air masuk ke rumah warga itu 6 bulan sekali saat bulan Purnama. Namun, saat ini tiap bulan purnama warga diterjang banjir rob.
Baca Juga
Mengenal Asosiasi Petani Garam Nusantara
"Ekosistem di kampung kami kaya kepiting bakau, kerang dan rajungan. Bila air pasang, tempat menjaring atau menjala ikan, serta 1 hektar lebih hutan bakau, pastinya akan rusak bila reklamasi kawasan laut itu dibangun tambak garam," ucapnya kepada NU Online, Ahad (21/5/2023).
Ia bersama masyarakat melakukan audiensi ke Balai Desa Gersik Putih dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Komisi II. Bahkan surat audensi itu tidak ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, surat permohonan data terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM), audiensi yang kembali diajukan kepada pemerintah desa setempat.
"Awalnya kami menghentikan pekerja, lalu mendatangi kantor kepala desa, hanya saja tidak ditemui. Kedua kalinya melakukan pengusiran alat berat excavator dan pontonnya. Hanya saja pihak mereka melaporkan kami dengan dalih penyanderaan excavator. Hari Rabu kami melakukan aksi di depan kantor BPN dan Kantor Bupati Sumenep," terangnya.
Hari Jumat (19/5/2023), lanjutnya, mereka mendatangkan lagi excavator dan pontonnya, sehingga warga turun ke laut dan kembali mengusirnya. Yang terakhir Sabtu siang (20/05/2023), mereka mendatangkan excavator dan pekerja sekitar 30 orang dari luar Desa Gersik Putih. Melihat hal itu, warga melakukan pengusiran namun pekerja melawan seakan-akan mau mengintimidasi.
"Berdasarkan informasi yang beredar, para pekerja melakukannya secara diam-diam, rata-rata di malam hari. Inilah yang membuat warga berpatroli sehingga tidak tidur nyenyak. Jika reklamasi tetap dilakukan, maka kampung kami terancam tenggelam," ungkapnya.
Ia berharap aparat bertindak tegas meskipun berkecil hati, sebab setiap aksi yang dilakukan, aparat selalu diam. Bahkan warga melihat aparat Kecamatan Gapura selalu ada di balai desa saat melakukan aksi. Sabtu siang (20/5/2023), kata dia, aparat mengamankan para pekerja. Padahal, warga hanya menanyakan surat izin untuk reklamasi laut dan siapa yang menyuruhnya.
Baca Juga
Lakpesdam NU Fasilitasi Petani Garam
"Kami hanya melakukan penolakan dan penghentian pengerjaan. Kami tidak tahu harus mengadu pada siapa lagi. Sebab kami merasa sudah tidak ada lagi yang dapat dipercaya," keluhnya.
Di tempat yang berada, Ketua RT 001//RW 001 Tapakerbau, Ahmad Shiddiq menjelaskan, sebenarnya tambak garam akan dibangun sejak 2018, hanya saja warga menolaknya. Kemudian di tahun 2023 ada rencana yang serupa tapi warga tetap menolak hingga saat ini. Secara faktual, mereka tidak mendapat izin. Karena Dinas Perizinan Kabupaten Sumenep memberikan penjelasan bahwa belum ada izin dan harus dibawa sampai ke tingkat provinsi.
"Penolakan kita bermacam-macam, mulai melakukan aksi audensi, memblokade dan patroli para pekerja. Bahkan masyarakat berbondong-bondong berpartisipasi melakukan pencegatan atas pembangunan tambak garam," ucapnya.
Jika tetap dilaksanakan, lanjutnya, selain berdampak pada sektor ekonomi dan sosial, yang paling parah dampaknya adalah sektor lingkungan. Mulai dari abrasi, kerusakan ekosistem laut, dan sebagainya. Semua itu betul-betul berdampak bagi kehidupan warga NU Tapakerbau yang kondisinya saat ini sedang bertahan dan mendiskusikan dengan kuasa hukumnya.
Pria yang juga mengemban amanah sebagai Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Sumenep itu berharap kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan perlindungan dalam bentuk mengkomunikasikan hal ini kepada pihak-pihak terkait bahwa warga NU resah terhadap rencana pembangunan tambak garam. Selain itu, mereka belum menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang melalui proses yang absah.
"Kami memohon kepada PBNU untuk ikut andil dalam perjuangan masyarakat Nahdliyin. Kami butuh NU yang benar-benar hadir untuk warganya. Kami semua adalah warga NU dan kami tidak pernah lupa bahwa NU adalah orang tua kami," harapnya.
Hingga berita ini diturunkan, NU Online masih berusaha menghubungi pihak perwakilan pekerja tambak garam dan aparat Desa Gersik Putih.
Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan