Tepat 50 tahun lalu, 8 Juni 1970, Djamaluddin Malik wafat di Munchen, Jerman. Sosoknya dikenal sebagai seorang seniman dan pengusaha perfilman ternama. Tak banyak yang mengetahui bahwa ayah pedangdut Camelia Malik ini merupakan tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah menjadi Ketua III Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tahun 1956-1959 dan 1967-1971 ketika NU dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Abdul Wahab Chasbullah dan Ketua Umum KH Idham Chalid.
Pendiri sekaligus ketua pertama Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) ini menyediakan sebuah gedung di Menteng, Jakarta Pusat sebagai kantor PBNU, sebagaimana disebutkan dalam buku Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 yang ditulis oleh Akademisi Australia Greg Fealy. Maklum, saat itu, ia merupakan produser dan pemilik industri perfilman pertama di Indonesia sehingga kekayaannya cukup melimpah.
Sepertinya, tempat itulah yang menjadi tempat pertemuan Sesepuh Pondok Buntet Pesantren 2007-2018 KH Nahduddin Royandi Abbas dengan Djamaluddin Malik. Penulis pernah menemani Mbah Din, sapaan akrab KH Nahduddin Royandi Abbas, menemui Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Ali Mustofa Yaqub.
Sesaat setelah melewati jembatan di atas Sungai Ciliwung selepas Setia Budi, Mbah Din menunjuk sebuah gang di sebelah kanan. Katanya, di daerah situlah, ia kerap menemui bosnya para seniman itu.
Memang, Mbah Din sebelum bertolak dan tinggal sampai akhir hayatnya di London, Inggris sejak tahun 1958, lebih dulu tinggal di Jakarta. Menurut penuturannya, ia berjualan bersama rekannya untuk menghidupinya selama tinggal di ibu kota Jakarta.
Kisah serupa juga diterima oleh Aktivis Media NU Savic Ali saat sowan Mbah Din di kediamannya di London, Inggris. Menurutnya, kiai kelahiran 1933 itu sering diundang bertemu Djamaluddin Malik ketika ia ke London atau saat Mbah Din ke Jakarta.
“Mbah Din Buntet pernah cerita sering diundang ketemu Djamaluddin Malik kalau ia ke London atau pas Mbah Din ke Jakarta dan ngasih duit beli buku. Sebagian titipan buat Gus Dur,” katanya.
Penulis: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad