Kepiawaian Arifin mengatur pelaksanaan Muktamar yang banyak dikenang kesuksesannya itu mendapat banyak pujian dari segenap muktamirin
"Kakekmu itu murid, teman, kolega dan sahabat seperjuangan bapak saya di NU," tutur Gus Dur padaku di ruang tetirah pribadinya di Ciganjur. Tepat 40 hari sebelum Presiden RI ke-4 itu berpulang ke Rahmatullah, pagi itu saya dan wartawan NU Online sengaja sowan ke Ciganjur dalam rangka peringatan Seabad Kelahiran kakek saya, KH Zainul Arifin. Kami memohon Gus Dur untuk hadir dan memberikan sambutan dalam acara tersebut.
Kongres ke-13 NU di Menes
Kenyataannya memang Zainul Arifin dan KH Wahid Hasyim sudah saling mengenal dan akrab bersahabat sekira tahun 1936 manakala Kiai Wahid baru kembali dari pendidikannya di Tanah Suci dan memutuskan untuk berpindah ke Batavia. Di Batavia, Kiai Wahid banyak mewakili ayahandanya Hadratussyekh Hasyim Asy'ari yang karena usianya lebih memilih tinggal di Jombang.
Tahun 1935, Arifin sudah menjadi ketua Majelis Konsul Jawa Barat setelah sebelumnya aktif berkiprah di GP Ansor sejak wadah pemuda ini belum resmi bernaung di bawah NU. KH Wahid Hasyim, Zainul Arifin, AA Achsien dan Djamaluddin Malik bersinergi memajukan pertumbuhan NU di Batavia, Banten dan Jawa Barat. Pergaulan keempatnya melebar bukan hanya di kalangan pesantren saja, melainkan pula di antara masyarakat luas dari seniman hingga ke pebisnis.
Bulan Juni 1938, NU menyelenggarakan kongres (muktamar) ke-13 di Menes, Banten. Atas restu KH Hasyim Asy'ari yang berhalangan hadir karena alasan kesehatan, Kiai Wahid menugasi KH Zainul Arifin sebagai ketua panitia pelaksana.
Dari Dana hingga Perizinan
Zainul Arifin memiliki latar belakang pendidikan Belanda HIS dan Normaal School di Sumatera. Karenanya Zainul fasih berbahasa Belanda dan Inggris. Selain itu, Arifin pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial Gemeente selama 5 tahun. Berbekal semua itu, KH Zainul Arifin ditugasi PBNU menghadap pemerintah Residen Serang guna mendapatkan izin keramaian di daerahnya.
Zainul Arifin dan rekan-rekan juga menggalang dana yang dikumpulkannya dari kalangan bisnis simpatisan NU. Tugas-tugas tersebut dilaksanakan dengan baik olehnya.
Pemimpin Semua Sidang
Seluruh persidangan selama muktamar di Menes dipimpin oleh Zainul, kecuali 1 sidang yang berlangsung bertepatan dengan janji temu yang harus dilakukannya untuk menghadap pemda setempat (Residen Serang) agar NU diizinkan melakukan pengumpulan massa dalam jumlah besar.
Kepiawaian Arifin mengatur pelaksanaan Muktamar yang banyak dikenang kesuksesannya itu mendapat banyak pujian dari segenap muktamirin. Tidak kurang dari Ketua PBNU KH Mahfudz Shiddiq menyatakan:
"Ketua Majelis Konsul Meester Cornelis Tuan Zainul Arifin namanya berarti perhiasan para mengerti atau ahli terpelajar. Maka, pantaslah beliau menyandang nama itu sebab beliau satu-satunya yang serba cukup pengalamannya, sabar serta tawakkal terhadap apapun yang harus beliau hadapi dan terutama adil serta bijaksana pimpinannya. Tanpa beliau, Kongres NU terasa sunyi, kesepian, kurang hebat dan ramai."
Di bawah kewibawaan kepemimpinan KH Zainul Arifin yang piawai dalam mengelola forum, Kongres ke 13 Menes menelurkan hasil-hasil penting berupa masalah-masalah politik, pengembangan ekonomi riil dan perbankan, bahkan hingga ke penentuan pakaian khas untuk anggota Muslimat NU.
Penulis: Ario Helmy
Editor: Abdullah Alawi