Ada beberapa tokoh NU yang lahir dan wafat di bulan Juli pada tanggal dan tahun berbeda. Mereka berkiprah melalui NU di berbagai lapangan, tapi tujuannya sama yaitu agama (Islam Ahlussunah wal Jamaah) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab bagi NU, membela agama dan negara adalah bagian dari jihad sebagaimana telah dipraktikkan pada masa penjajahan dan kemerdekaan. Bagi NU, membela dan mencintai agama dan negara seirama dalam satu tarikan napas.
Namun, dalam catatan ini, sangat mungkin ada tokoh NU yang luput. Apalagi jika tokoh-tokoh daerah masuk dalam hitungan. Tiada tercatat bukan berarti mengecilkan atau menafikan peran mereka, melainkan keterbatasan informasi dan catatan yang ditemukan. Di lain waktu, semoga ada pihak yang menyempurnakan catatan ini.
Berikut ini adalah tokoh-tokoh NU yang lahir dan wafat di bulan Juli yang dihimpun dari berbagai sumber, terutama Ensiklopedia NU.
3 Juli 1953
Pada tanggal 3 Juli merupakan hari lahir KH Said Aqil Siroj, ketua Umum PBNU sejak 2010 hingga sekarang. Menurut Ensiklopedia NU, ia aktif di kepengurusan PBNU sebagai Wakil Katib ‘Am Syuriyah PBNU (1994-1998), Katib ‘Am Syuriyah PBNU (1998-1999), Rais Syuriyah PBNU (1999-2004), dan Ketua PBNU (2004-2010).
Kiai Said lahir pada Senin, 3 Juli 1953, di Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon. Ia adalah putra dari KH Aqil Siroj, seorang ulama pengasuh Pondok Pesantren Kempek di Desa Kempek, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Kiai Siad dikenal luas sebagai intelektual dalam kajian filsafat agama melalui gagasan-gagasan yang dituangkan dalam sejumlah buku, di antaranya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: LKPSM, 1997), Islam Kebangsaan: Fiqih Demokratik Kaum Santri (Pustaka Ciganjur, 1999), Ma’rifatullah: Pandangan Agama-agama, Tradisi, Filsafat (Jakarta: ELSAS, 2003) dan Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi (Bandung, Mizan 2006).
Ide dasar KH Said Aqil Siroj dalam segala sepak terjangnya adalah hendak menunjukkan tiga hal penting yang seharusnya menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang, yakni sikap toleran, moderat, dan akomodatif.
8 Juli 1942
Pada 8 Juli 1942 merupakan hari lahir salah seorang cerpenis terkemuka yang berasal dari kalangan santri, M. Fudhaly atau M. Fudoli Zaini. Ia lahir di Sumenep, Madura 1942 dan meninggal di Surabaya, Jawa Timur, pada 2007 dalam usia 65 tahun.
Ia mulai aktif menulis pada awal 1960-an. Cerpen-cerpennya waktu itu disiarkan di majalah Sastra dan kemudian pada pertengahan 1960-an di majalah Horison. Tak heran kalau H.B. Jassin memasukkannya ke dalam Angkatan 66, seperti dengan simbolik disertakannya Si Kakek dan Burung Dara, salah satu cerpennya, dalam buku Angkatan '66: Prosa dan Puisi (Jakarta: Gunung Agung, 1976) karya H.B. Jassin. Karyanya juga masukk dalam Laut Biru Langit Biru (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977) Ajip Rosidi. Satyagraha Hoerip memuat cerpennya, Potret Manusia dalam Cerita Pendek Indonesia III (Jakarta: Gramedia, 1986).
10 Juli 2010
Pada 10 Juli 2010 KH Idham Chalid wafat di Jakarta dalam usia 88 tahun. Kiai yang lahir di Setui, Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada 5 Januari 1921 ini merupakan satu-satunya orang dari luar pulau Jawa yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU dan satu-satunya ketua umum terlama, yakni sejak tahun 1956 hingga 1984.
Selain sebagai ulama, ia dikenal sebagai politisi ulung. Ia menduduki berbagai jabatan penting dalam pemerintahan: Waperdam II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) yang juga dikenal sebagai Kabinet Ali-Roem-Idham, Waperdam II dalam Kabinet Djuanda I Kabinet Karya (1957-1959), Anggota DPA merangkap Wakil Ketua MPRS (1959-1960), Wakil Ketua MPRS (1959-1966) dengan berbagai rangkap jabatan menteri di dalamnya, Wakil Perdana Menteri (1966), Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967-1973), Menteri Sosial (ad-interim) pada tahun 1970-1971, Ketua DPRI MPR (1971-1977), Ketua DPA (1978-1983), dan Anggota Tim Penasihat Presiden mengenai Pelaksanaan P4.
12 Juli 1912
Pada 12 Juli 1912 merupakan hari lahir Abu Bakar Alwi Achsin. Nama panjangnya sering disingkat menjadi A. A. Achsin. Pria yang dilahirkan di Kudus, Jawa Tengah ini merupakan Ketua Fraksi NU di parlemen setelah NU memisahkan diri dari Masyumi tahun 1952. Sebelumnya ia menjadi Wakil Konsul NU di Bandung pada zaman kemerdekaan.
Pada tahun 1936, dia aktif dan ikut mendirikan ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Surabaya. Kemudian dia menjadi anggota PBNU sejak tahun 1946, satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia. Achsin juga terlibat dalam kancah revolusi dalam Barisan Sabilillah dan Hizbullah di daerah Priangan. Jabatannya sebagai ketua Bidang Keuangan dan Logistik.
14 Juli 1944
Pada 14 Juli 1944 KH Mahfudz Shiddiq wafat. Ia merupakan Ketua HBNO (PBNU) pada saat Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari. Ia menjadi Ketum PBNU pada Muktamar NU ke-12 tahun 1937 di Malang. Terpilih lagi pada muktamar tahun 1939 di Menes Pandeglang, tahun 1938 di Magelang, dan terakhir di Surabaya tahun 1940.
Salah seorang wakil NU di MIAI ini dinilai sebagai tokoh kreatif yang melahirkan gagasan Mabadi’ Khaira Ummah (dasar-dasar membangun umat yang baik), yang diusulkannya sebelum ia menjadi ketua Tanfidziyah HBNO, yaitu pada Muktamar NU tahun 1935. Ada tiga pilar dalam membangun umat yang baik itu, yang kemudian disetujui sebagai keputusan muktamar NU, yaitu: ash-shidqu (selalu benar dan jujur); al-amanah wa al-wafa’ bi al ’ahdi (menetapi segala janji); dan at-ta’awun (tolong-menolong di antara anggota-anggota NU khususnya, dan sesama Muslimin pada umumnya).
18 Juli 1965
Pada 18 Juli 1965 merupakan hari lahir KH Ishomuddin Hadziq atau akrab disapa Gus lshom. Ia lahir di Kediri, 18 Juli 1965, dari pasangan Muhammad Hadzik Mahbub dan Chodidjah Hasyim (putri KH Hasyim Asy'ari).
Ia dikenal sebagai tokoh muda yang mengenalkan kembali karya-karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, kemudian meneribitkannya dalam satu kitab yang cukup tebal yang berjudul lryadus Syari. Gus lshom wafat pada 26 Juli 2003 dalam usia 37 tahun.
21 Juli 1990
Pada 21 Juli 1990 Syekh Yasin Fadani wafat. Ulama asal Padang, Sumatera Barat ini bermukim dan mengajar di Haramain. Ia tak hanya menjadi rujukan para penuntut ilmu dari Nusantara pada akhir abad ke-20, tapi juga dari negara-negara lain.
Dia dikenai sebagai ahli hadits, tafsir, tasawuf, dan mufti Syafi'i di Makkah yang memiliki ijazah sanad atau silsilah hadits sehingga ia disebut sebagai Suyuthiy Zamanihi (sosok Imam as-Suyuthi di masanya). Di kalangan pesantren, sosoknya dikenal sebagai ”benteng" Ahlussunnah wal Jamaah di al-Haramain, Makkah, dan Madinah, saat berhadapan dengan kampanye agresif ideologi Wahabi yang disokong oleh pemerintah Arab Saudi.
Jumlah karya Syekh Yasin mencapai 97 kitab. Sembilan kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu fiqih dan ushul fiqih, 36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya tentang beragam disiplin keilmuan.
25 Juli 1947
Pada tanggal 25 Juli 1947 b merupakan hari wafat Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Ia merupakan Rais Akbar NU sejak organisasi itu berdiri hingga wafatnya. Dan tak ada seorang kiai pun yang mau menyandang rais akbar setelahnya. Sebagai gantinya menjadi rais aam.
“Pendiri Nahdlatul Ulama, memberikan ruh bagi khittah perjuangannya sehingga Nahdlatul Ulama menjadi organisasi pengembang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia. Rais Akbar yang melekat pada dirinya bukan sekadar jabatan formal organisatoris, melainkan pengakuan atas sosoknya yang tak dipungkiri menjadi sumbu jaringan ulama Nusantara pada abad ke-20, yang mampu menggerakkan kesadaran nasional, dan berkontribusi besar dalam berdirinya Republik Indonesia,” tulis Ensiklopedia NU.
Kiai Hasyim Asy'ari dilahirkan pada Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H atau 14 Februari 1871 M, di Desa Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Dari tangannya lahir sejumlah karya tulis. Terdapat pula beberapa naskah manuskrip yang hingga kini belum diterbitkan.
27 Juli 1933
Pada 27 Juli 1933 merupakan hari lahir H Mahbub Djunaidi. Ia lahir di Jakarta dan wafat di Bandung 1 Oktober 1995. Mahbub dikenal sebagai wartawan, esais, dan politisi. Namun ia lebih suka disebut sastrawan. Ia memang memiliki sejumlah karya sastra, terutama novel. Dalam kewartawanan ia pernah Ketua Umum PWI Pusat (1965-1970), dan Pimpinan Redaksi Duta Masjarakat (1960-1970), ketua dewan kehormatan PWI (1973-1973). Selain itu, ia menjadi anggota DPR GR (19671971), Wakil Sekjen PBNU (1970-1979), Ketua II PBNU (1979-1984), Wakil Ketua PBNU (1984-1989), anggota Mustasyar PBNU (1989-1994). Dalam politik, ia pernah Wakil Sekjen DPP PPP, Anggota DPR/MPR RI (1971-1982). Dalam dunia aktivis, ia merupakan Ketua Umum pertama PB PMII (19611963).
Penulis: Abdullah Alawi
Editor: Alhafiz Kurniawan