Humor

Saat Abu Nawas Hendak Membelah Bayi Jadi Dua Bagian

Senin, 24 Agustus 2020 | 07:00 WIB

Saat Abu Nawas Hendak Membelah Bayi Jadi Dua Bagian

Ilustrasi Abu Nawas. (Foto: Pinterest)

Cerita tentang Abu Nawas kerap kali tidak jauh dari kepentingan istana kerajaan karena Abu Nawas selalu diminta bantuan Baginda Raja Harun Ar-Rasyid untuk memecahkan kebuntuan suatu masalah.


Kala itu, Baginda Raja harus dihadapkan pada dua ibu-ibu yang sedang memperebutkan seorang anak yang masih bayi. Kedua ibu tersebut saling ngotot mengakui bayi tersebut adalah anaknya. Hakim menyerah tidak bisa memutuskan perkara tersebut.


Baginda Raja sudah melakukan berbagai macam cara hingga cara-cara halus dengan harapan dua ibu tersebut ada yang mau mengalah. Tidak harapan itu nihil. Akhirnya Baginda Raja memanggil Abu Nawas ke istana.


Abu Nawas sudah mengetahui duduk perkaranya. Ia menyiapkan seorang algojo yang sudah siap dengan hunusan pedangnya.

 

Bayi yang diperebutkan dua ibu tersebut dibaringkan di sebuah meja. Masyarakat dan pihak kerajaan penasaran apa yang hendak dilakukan Abu Nawas.


Lalu Abu Nawas berujar: "Sebelum saya mengambil tindakan atas perkara ini, apakah salah satu dari ibu bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?"


"Tidak, bayi itu adalah anakku," kata kedua perempuan itu serentak.


"Baiklah, kalau kalian tidak ada yang mau mengalah, maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata," kata Abu Nawas dengan algojo yang sudah melaksanakan tugas.


Perempuan pertama girang bukan kepalang atas apa yang hendak dilakukan Abu Nawas terhadap bayi itu. Sedangkan perempuan kedua menjerit histeris.


"Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu," ucap perempuan kedua sambil menangis di depan Abu Nawas.


Dari respons perempuan kedua, Abu Nawas tersenyum lega. Akhirnya misteri terkuak. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsung menyerahkan kepada perempuan kedua.


Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya hendak disembelih. Apalagi di depan mata. (Fathoni)