Darurat Faskes di Jalur Gaza, Ambulans dan Petugas Medis Jadi Target Serangan
Kamis, 26 Oktober 2023 | 17:30 WIB
Jakarta, NU Online
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Palestina mengeluarkan pernyataan darurat tentang keadaan krisis yang menimpa sistem kesehatan di Jalur Gaza. Serangan terhadap unit ambulans dan petugas medis telah membuat upaya penyelamatan nyawa menjadi semakin sulit.
Unit ambulans dan petugas medis menjadi target serangan sehingga membatasi kemampuan mereka untuk menjangkau korban yang membutuhkan bantuan medis dengan cepat.
Sementara itu, Pertahanan Sipil, yang bertanggung jawab atas evakuasi para korban di bawah reruntuhan, menghadapi masalah serius karena kekurangan bahan bakar dan peralatan yang diperlukan.
“Unit ambulans tidak lagi dapat menjangkau orang sakit dan terluka di lokasi pemboman karena penargetan ambulans dan paramedis, dan Pertahanan Sipil tidak lagi dapat mengevakuasi para korban dan korban luka di bawah reruntuhan karena hilangnya bahan bakar dan kurangnya peralatan yang dimiliki, dan jalan rusak membuat pasien atau korban luka tidak dapat mencapai rumah sakit dengan mobil sipil,” demikian pernyataan otoritas Palestina, dikutip Kamis (26/10/2023).
Rumah sakit Al-Shifa di Jalur Gaza juga telah menjadi target serangan yang berkelanjutan, mengancam nyawa pasien dan staf medis yang sedang bekerja keras untuk merawat para korban. Selain itu, sejumlah rumah sakit telah terpaksa ditutup dan pasien telah dipindahkan ke rumah sakit lain yang sudah penuh sesak.
“Kita telah melihat International Eye Hospital hancur total, kita telah melihat pembantaian yang terjadi di Baptist Hospital, kita telah melihat Beit Hanoun Hospital tidak dapat digunakan lagi, kita telah melihat Rumah Sakit Al Karama tidak dapat digunakan lagi, dan juga telah terjadi kehancuran total Martyr Muhammad Al-Dorra Hospital for Children yang diserang dengan fosfor putih. Saat ini, ada lebih dari 12 rumah sakit yang tutup, dan seluruh pasien telah dipindahkan ke rumah sakit lain yang sudah penuh sesak,” tulisnya.
Sementara itu, lebih dari 25 pusat perawatan kesehatan utama juga terpaksa menghentikan operasional karena kekurangan persediaan medis dan serangan langsung yang mengancam keselamatan staf medis dan pasien. Bahkan, beberapa rumah sakit telah berubah menjadi tempat perlindungan bagi pengungsi internal yang mencari perlindungan dari serangan.
“Banyak rumah sakit telah berubah menjadi pusat untuk menampung para pengungsi internal, karena sekarang di Rumah Sakit Al-Shifa terdapat lebih dari 50.000 warga yang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang aman dan Rumah Sakit Al-Quds, yang memiliki lebih dari 12.000 pengungsi melarikan diri dari pemboman yang terus menerus sepanjang waktu di rumah persembunyian mereka,” terangnya.
“Kepadatan yang berlebihan bagi para pengungsi internal ini dianggap sebagai lingkungan yang tidak aman dan membuat anak-anak dan perempuan rentan terhadap penyakit epidemi karena kurangnya air, toilet, dan kebersihan. Singkatnya, tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza,” imbuhnya.