Eskalasi di Timur Tengah Berpotensi Tingkatkan Konflik Skala Global
Jumat, 4 Oktober 2024 | 19:00 WIB
Jakarta, NU Online
Anggapan tentang konflik berskala global akan terjadi mulai bermunculan setelah dipicu oleh memanasnya konflik antara negara-negara di Timur Tengah dengan Israel.
Peluncuran rudal balistik oleh Iran ke Pangkalan Militer Israel pada Selasa (1/10/2024) ditanggapi oleh Israel dengan berjanji akan melakukan pembalasan.
Disusul pernyataan Iran bahwa serangannya merupakan penggunaan hak membela diri dan respons atas peperangan tanpa kendali yang dilakukan oleh Israel di kawasan Timur Tengah.
Menteri Transportasi Lebanon Ali Hamieh mengatakan serangan Israel pada Jumat (4/10/2024) di dekat perlintasan perbatasan Masnaa di Lebanon dengan Suriah memutus jalan yang digunakan oleh ratusan ribu orang untuk melarikan diri dari pemboman Israel dalam beberapa hari terakhir sebagaimana dilaporkan oleh Reuters pada Jumat (4/10/2024).
Eskalasi konflik yang terus meningkat dan melibatkan banyak negara memunculkan pertanyaan banyak pihak, akankah ini menjadi konflik yang lebih dahsyat dalam skala global?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, Pengamat Timur Tengah dan Dunia Islam, Hasibullah Satrawi, menjelaskan bahwa ada dua poros yang secara tidak langsung mengelompokkan negara-negara dalam keturutsertaannya memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Poros pertama adalah poros perlawanan dengan aktifnya aksi Iran.
"Menurut saya, kalau kita mau melihat ke sana seperti yang terjadi di Timur Tengah itu, bukan hanya melibatkan aktor-aktor atau pihak-pihak yang selama ini berperang, yang saya sebut sebagai pihak-pihak yang termasuk dalam kategori poros perlawanan di bawah pimpinan Iran," ujar Hasib kepada NU Online, Kamis (3/10/2024).
Selain poros perlawanan, ada juga negara-negara yang berada dalam poros perundingan.
"Kita harus melihat bahwa di Timur Tengah itu selain poros perlawanan, boleh kalau disebut ada yang sebagai poros perundingan. Negara-negara yang membela Palestina selama ini lebih menggunakan perundingan dalam mencapai kemerdekaan. Di antaranya Yordania, Mesir, dan beberapa negara Arab di Teluk," imbuh Hasib.
Kendati secara posisi politik negara-negara tersebut lebih dekat dengan Amerika dan sebagian bekerja sama dengan Israel, tidak menggugurkan fakta bahwa ada pihak yang tidak menggunakan konfrontasi dalam upaya mewujudkan kemerdekaan.
"Ini menjadi sebuah fakta politik bahwa ada negara-negara lain yang tidak menggunakan cara konfrontasi atau cara perlawanan di dalam mencapai kemerdekaan," kata sosok yang pernah menempuh pendidikan di Al-Azhar Kairo, Mesir ini.
Realita perang yang terjadi saat ini, walaupun dengan skala yang cukup besar, masih dalam batas poros perlawanan. Walaupun ada kemungkinan sebagai pemicu perang dunia, konflik besar yang terjadi belum sampai mengarah ke sana.
"Saya melihat sejauh ini perang yang sudah terjadi walaupun sebenarnya lebih besar skalanya tetapi ini masih dalam batas negara-negara yang masuk di dalam kategori poros perlawanan dan belum melibatkan negara-negara yang berada di luar poros perlawanan. Menurut saya, perang ini akan bisa lebih besar lagi dan mungkin bisa mendekati yang disebut sebagai perang dunia ketiga kalau sudah melibatkan pihak-pihak di luar poros perlawanan," jelasnya.
Adanya potensi peningkatan konflik berskala global dapat dipicu oleh berbagai hal. Salah satunya dengan melintasnya rudal Iran yang ditujukan ke Israel di atas wilayah udara Yordania.
"Nanti ketika Israel membalas apakah akan menggunakan landasan Yordania atau negara-negara lain. Hal itu yang mungkin bisa memancing Perang karena kita tahu Iran sudah mengatakan tidak akan menoleransi negara-negara manapun yang memberikan wilayahnya untuk Israel bisa menyerang Iran," kata Hasib.
Selain itu fakta bahwa Iran berjanji akan menyerang negara yang dianggap bersekongkol dengan Israel dalam serangan yang ditujukan kepada mereka tentu bisa menjadi hal yang meningkatkan eskalasi.
Hingga Jumat (4/10/2024), Israel belum melakukan tindakan balasan atas rudal balistik Iran, meskipun merek tetap melancarkan okupasi di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon.
Amerika Serikat yang merupakan sekutu menyatakan dukungannya terhadap Israel. Namun, AS mengimbau agar tidak mengarahkan serangan balasan ke fasilitas nuklir milik Iran.