Israel Bakal Respons Iran, AS Tidak Dukung Serangan terhadap Fasilitas Nuklir
Jumat, 4 Oktober 2024 | 15:00 WIB
Jakarta, NU Online
Eskalasi konflik di Timur Tengah meningkat pasca-serangan rudal balistik Iran yang ditujukan ke Israel pada Selasa (1/10/2024) malam.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu merespons serangan Iran tersebut dengan mengatakan, "Iran telah membuat keputusan yang salah dan harus bersiap membayar itu," Reutes melaporkan pada Rabu (2/10/2024).
Aljazeera menuliskan bahwa setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berbicara dengan para pemimpin sekutu pada Rabu (2/10/2024), ia mengatakan tidak akan mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Namun, Biden menegaskan bahwa AS sepenuhnya mendukung Israel sebagai respons atas serangan Iran.
Biden mengatakan bahwa setiap tanggapan Israel terhadap Iran, harus "proporsional", posisi itu yang dianut oleh semua negara yang tergabung dalam kelompok G7, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Inggris.
Menanggapi hal ini, Pengamat Timur Tengah dan Dunia Islam, Hasibullah Satrawi, menjelaskan bahwa sulit untuk memastikan opsi serangan balasan yang akan dilakukan Israel.
"Menurut saya, kalaupun nanti Israel akan melakukan serangan balik, maka sudah pasti itu dalam koordinasi dengan Amerika sebagai sekutunya. Cuman bentuknya apa dan kapan, itu yang belum bisa dipastikan," ujar Hasib, Kamis (3/10/2024).
Kendati sejumlah analisis bermunculan terkait target serangan balasan terhadap Iran, ia melanjutkan, besar kemungkinan Israel akan mematuhi batasan yang sudah disampaikan oleh Amerika untuk tidak menyerang fasilitas nuklir.
"Oleh karena itu, sangat mungkin kalau nanti ada serangan balasan dalam bentuk target-target lain yang tidak melewati atau menyalahi batasan yang diberikan oleh Amerika. Karena walaupun Israel selama ini banyak yang melangkahi kebijakan Amerika tetapi dengan pernyataan Amerika begitu menurut saya itu tidak akan dilanggar oleh Israel," jelas Hasib.
Berkembang narasi setidaknya akan ada dua target yang akan menjadi strategi Israel dalam melumpuhkan Iran, yakni fasilitas nuklir dan ladang minyak.
Namun, menurut Hasib dua opsi tersebut tidak bisa dikerucutkan begitu saja lantaran Israel kerap mengabaikan ketentuan dalam menantang musuh-musuhnya.
"Kalau kita melihat dan belajar dari apa yang dilakukan Israel terhadap musuh-musuhnya itu kan tidak bisa kita batasi dengan prediksi-prediksi kita. Sangat mungkin juga bisa menyasar itu tadi fasilitas nuklir walaupun sudah diperingatkan oleh Amerika, atau minyak, atau mungkin malah menargetkan tokoh-tokoh Iran, sistem informasinya, atau mungkin malah simbol-simbol pemerintahan Iran yang lain," ujar alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ini.
Melihat dari strategi yang disusun dalam menargetkan Nasrallah, Hasib meyakini bahwa Israel sedang memperhitungkan langkah pembalasan yang matang. Hal tersebut perlu menjadi gambaran untuk antisipasi semakin meluasnya konflik regional.
"Saya meyakini kalau Israel itu, terutama kalau kita belajar dari kasus pembunuhan Nasrallah, itu kan disampaikan bahwa ini direncanakan dalam waktu yang cukup lama, cukup matang, dan mungkin menurut saya ini bisa menjadi gambaran bagaimana kinerja Israel di dalam menantang musuh-musuhnya," tuturnya.
Menurut perkembangan terbaru yang dilaporkan Aljazeera pada Kamis (3/10/2024), Iran mengirim pesan tidak langsung kepada AS melalui Qatar bahwa pihaknya tidak menginginkan peperangan regional. Akan tetapi, Israel harus 'dicegah' dan perlunya mengekang Israel atas penyerangan yang tak terkendali di kawasan tersebut.
Iran mengatakan serangan 200 misil balistik pada hari Selasa lalu merupakan respons terhadap invasi Israel di Jalur Gaza dan Lebanon yang terkepung, serta terbunuhnya pejabat penting di Hizbullah dan kelompok Palestina Hamas.
Dalam pernyataannya, Iran berkomitmen untuk hanya menargetkan pangkalan dan infrastruktur militer Israel jika melakukan penyerangan.