Kepada UEA, Menlu Tegaskan Posisi Indonesia terhadap Palestina
Senin, 17 Agustus 2020 | 23:00 WIB
Menlu Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menerima telepon dari Menlu UEA, Sheikh Abdullah Bin Zayed al-Nahyan, dan membahas persoalan palestina. (Foto: Twitter @Menlu_RI)
Jakarta, NU Online
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno LP Marsudi, mendiskusikan masalah Palestina dengan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Abdullah Bin Zayed Al Nahyan. Keduanya bertukar pandangan terkait dengan persoalan Palestina.
Pada kesempatan itu, Menlu Retno menegaskan posisi Indonesia terkait dengan persoalan Palestina. Penegasan ini datang setelah UEA menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
“Menerima panggilan telepon dari Sheikh Abdullah Bin Zayed Al-Nahyan, Menteri Luar Negeri UEA dan membahas persoalan Palestina,” kata Retno di akun Twitter @Menlu_RI, Jumat (14/8).
Dia menegaskan kembali posisi Indonesia terhadap Palestina. Menurutnya, penyelesaian konflik Palestina dan Israel harus merujuk pada Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kesepakatan internasional, termasuk di antaranya solusi dua negara.
“Saya menggarisbawahi posisi Indonesia bahwa penyelesaian persoalan Palestina-Israel harus berdasarkan pada Resolusi DK PBB yang relevan dan parameter yang disepakati secara internasional, termasuk solusi dua negara,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, UEA dan Israel mencapai kesepakatan bersejarah yang membawa pada normalisasi hubungan diplomatik dua negara tersebut. Seperti diberitakan Reuters, Jumat (14/8), perjanjian damai antara UEA dan Israel tersebut berhasil dicapai dengan Presiden AS, Donald Trump, sebagai penengahnya.
Baca juga: Palestina Tolak Kesepakatan UEA-Israel, Anggap Itu Pengkhianatan
Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, menjelaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel merupakan langkah berani untuk mengamankan solusi untuk Palestina dan Israel yang sudah berkonflik puluhan tahun.
“Sebagian besar negara akan melihat ini sebagai langkah berani untuk mengamankan solusi dua negara (Israel-Palestina), memberikan waktu untuk negosiasi," kata Gargash saat konferensi pers, dilansir laman AFP, Kamis (13/8).
Otoritas Palestina sendiri menolak kesepakatan tersebut. Palestina menganggap, kesepakatan itu merupakan ‘pukulan’ bagi inisiatif perdamaian Arab dan sebuah agresi terhadap rakyat Palestina.
“Pimpinan Palestina menolak apa yang telah dilakukan UEA dan menganggapnya sebagai pengkhianatan terhadap Yerusalem, Masjid Al-Aqsa, dan perjuangan Palestina. Kesepakatan ini merupakan pengakuan de facto atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” demikian pernyataan Otoritas Palestina yang disampaikan juru bicara Presiden Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeinah, seperti diberitakan kantor berita Palestina, WAFA, Kamis (13/8).
“Baik Emirate maupun pihak lain tidak memiliki hak untuk berbicara atas nama rakyat Palestina. Palestina tidak akan mengizinkan siapa pun untuk mencampuri urusan Palestina atau memutuskan atas nama mereka mengenai hak-hak mereka,” lanjutnya.
Pewarta: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan