Menengok Pesona Manuskrip Maghribi yang Sarat Ilmu dan Estetis
Senin, 11 November 2024 | 17:30 WIB
Di tengah derasnya arus peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan, kita sering kali mendengar nama besar manuskrip-manuskrip (makhtuthat) dari Timur yang telah menjadi sumber pencerahan dan ilmu bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia. Makhtuthat Syarqi, atau manuskrip dari Timur, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perkembangan ilmu agama dan sastra Islam.
Namun, di balik kemasyhuran itu, tersimpan satu permata berharga dari sisi Barat dunia Islam, yaitu makhtuthat Maghribi. Permata tersembunyi ini menyimpan keindahan, kedalaman ilmu, serta kehalusan seni yang tak kalah memukau. Menguasai khazanah keilmuan yang terkandung di dalamnya bukan sekadar berarti memperluas pengetahuan, tetapi juga menghidupkan kembali warisan budaya yang kaya dan penuh hikmah.
Dalam rangka mempelajari keindahan dan kebahasan makhtuthat Maghribi ini, sebuah pelatihan istimewa diadakan di Maroko, tepatnya di Markaz Inma lil Abhats wad Dirasah al-Mustaqbaliah. Para peserta Kepenulisan Turats Ilmiah (KTI) dari program Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren yang diinisiasi oleh Kementerian Agama Indonesia, berkolaborasi dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan berbagai lembaga pendidikan di Maroko, turut hadir dalam program ini.
Di bawah asuhan Prof Mariam Ait Ahmed dan dengan bimbingan langsung dari seorang ulama ternama Maroko, Syekh Prof Butharbus, pakar makhtuthat internasional, para peserta yang berjumlah 15 orang dari pesantren-pesantren besar Indonesia diajak menelusuri seluk-beluk manuskrip Maghribi yang menyimpan kekayaan ilmu dan keindahan seni yang unik.
Dalam sambutannya, Syekh Prof Butharbus menjelaskan bahwa mempelajari dan mendalami sebuah makhtuthat tidak hanya sekadar ilmu, namun sebuah keterampilan dan keahlian yang harus dicari ke berbagai tempat di mana manuskrip itu ada. Ia mengatakan:
تَعَلُّمُ عِلْمِ الْمَخْطُوْطَاتِ لَيْسَ عِلْمًا وَلَكِنْ صُنْعَةً وَ حِرْفَةً
Artinya: “Mempelajari sebuah ilmu makhtuthat tidak (hanya sekadar) ilmu, namun (juga) memerlukan keterampilan dan keahlian.”
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa mempelajari ilmu makhtutat bukan hanya tentang memahami teori atau konsep abstrak, tetapi lebih kepada penguasaan keterampilan praktis yang memerlukan ketekunan dan keahlian khusus. Ilmu makhtutat mencakup studi tentang bentuk, isi, serta asal-usul naskah kuno, yang membutuhkan keterampilan dalam membaca aksara lama, memahami bahasa yang sudah jarang digunakan, hingga mengidentifikasi kondisi fisik naskah. Oleh karena itu, proses pembelajaran makhtutat tidak hanya berfokus pada pengetahuan teoritis, tetapi juga pada kemampuan teknis yang terasah melalui pengalaman dan praktik langsung.
Dengan demikian, seseorang yang ingin menguasai ilmu makhtutat perlu memiliki kemampuan yang lebih mirip dengan seorang pengrajin atau ahli yang terlatih. Keahlian dalam ilmu ini mirip seperti keterampilan dalam suatu seni kerajinan, di mana praktik, kesabaran, dan ketelitian menjadi kunci utama untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam.
“Menguasai ilmu makhtutat membutuhkan dedikasi yang tinggi, karena setiap naskah kuno memiliki ciri khasnya sendiri yang perlu dipelajari dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi atau perawatan. Inilah mengapa ilmu makhtutat lebih tepat disebut sebagai ‘keterampilan dan keahlian’, karena keahlian ini tidak hanya dipelajari dari buku, tetapi juga dari pengalaman langsung dengan naskah-naskah tersebut,” jelasnya.
Makhtuthat Maghribi, yang juga disebut sebagai manuskrip Maroko, bukan sekadar kumpulan tulisan berisi ilmu pengetahuan, melainkan sebuah karya seni yang mendalam. Setiap huruf yang tergores, setiap tinta yang tertuang, serta setiap ornamen yang melingkupi manuskrip ini bagaikan aliran kesenian yang hidup, menggugah dan penuh makna.
Gaya penulisan yang khas dari wilayah Barat Islam ini memiliki karakter yang berbeda dengan makhtuthat dari Timur. Jika makhtuthat Syarqi dikenal dengan struktur huruf yang tegak dan simetris, maka makhtuthat Maghribi menampilkan gaya huruf yang lentur, seakan-akan mengalir seperti angin yang menerpa gurun sahara. Bentuknya yang berani, unik, dan penuh warna-warna kontras menjadikannya sebuah karya seni yang melampaui sekadar tulisan ilmiah.
Kaligrafi dalam makhtuthat Maghribi adalah bahasa keindahan yang membawa pembacanya memasuki dunia yang tenang namun berwibawa. Tinta hitam bukanlah satu-satunya warna yang digunakan, tetapi mereka memadukan merah, biru, dan emas, menciptakan harmoni visual yang menawan.
Di setiap halaman, mata akan dimanjakan dengan susunan huruf yang ditata rapi, jarak antarbaris yang proporsional, serta hiasan berbentuk geometris atau motif floral yang lembut namun kokoh. Semuanya bersatu dalam kesempurnaan yang membuat setiap lembaran terasa hidup dan sarat makna. Dalam kesederhanaan motif dan komposisinya, makhtuthat Maghribi justru menampilkan kekuatan dan keindahan yang tak terlukiskan.
Namun, keindahan fisik hanyalah satu sisi dari makhtuthat Maghribi. Di balik estetika itu, tersimpan lautan ilmu yang mencakup berbagai disiplin. Manuskrip-manuskrip ini menjadi saksi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, mulai dari tafsir, hadits, fiqih, hingga kedokteran dan filsafat. Setiap naskah mengandung pemikiran para ulama Maghribi yang menyeimbangkan antara teks dan rasionalitas, antara tradisi dan inovasi.
Mereka tidak hanya menulis untuk mengarsipkan pengetahuan, tetapi juga untuk menjaga dan menyebarkan ilmu kepada generasi selanjutnya. Dalam hal ini, makhtuthat Maghribi mencerminkan semangat keilmuan yang tidak terbatas pada waktu dan tempat, tetapi bersifat universal dan relevan hingga hari ini.
Melalui pembelajaran langsung dari Syekh Prof Butharbus, para peserta KTI di Markaz Inma dapat merasakan betapa mendalamnya warisan makhtuthat Maghribi ini. Beliau tidak hanya mengajarkan teknik pembacaan manuskrip yang kompleks, tetapi juga mengungkap makna filosofis di balik setiap goresan tinta dan setiap kata yang tertulis.
Syekh Butharbus memandu para peserta untuk tidak hanya membaca, tetapi juga meresapi semangat para ulama terdahulu yang menuangkan ilmu mereka dengan tulus dan penuh keikhlasan. Ini bukan sekadar pelajaran tentang tata bahasa atau struktur kalimat, tetapi tentang memahami semangat dan jiwa yang terkandung di dalam makhtuthat tersebut.
Banyak hal yang bisa dipelajari dari makhtuthat Maghribi, baik dari segi kebahasaan maupun artistik. Dalam manuskrip-manuskrip ini, kita menemukan penggunaan bahasa Arab dengan dialek dan gaya khas Maghribi yang berbeda dari bahasa Arab klasik Timur. Gaya bahasa ini memperlihatkan keunikan tersendiri yang menambah kekayaan sastra Islam.
Para penulisnya dengan lihai menggabungkan diksi yang padat dengan ungkapan-ungkapan kiasan yang menggugah, menciptakan suatu karya sastra yang sarat dengan pesan moral dan ajaran kehidupan. Ini bukan hanya soal memahami kata-kata, tetapi lebih pada memahami makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Nilai-nilai kemanusiaan, cinta pada tanah air, kebersamaan, dan kedamaian sering kali menjadi tema utama dalam makhtuthat Maghribi. Mereka menyampaikan pesan-pesan ini dalam bahasa yang indah, yang mampu menyentuh hati setiap pembacanya. Melalui simbolisme yang kaya dan penggunaan metafora yang halus, para ulama Maghribi menciptakan sebuah jalinan kata yang tidak hanya indah, tetapi juga mendalam.
Para ulama yang meninggalkan makhtuthat itu menulisnya sesuai dengan apa yang ada dalam hati. Setiap kata yang mereka goreskan membawa pesan yang melampaui batas-batas ruang dan waktu. Dengan demikian, makhtuthat ini bukan sekadar karya akademis, melainkan juga sebuah refleksi jiwa yang luhur.
Keistimewaan makhtuthat Maghribi tidak lepas dari pengaruh geografisnya. Terletak di persimpangan antara Afrika, Timur Tengah, dan Eropa, wilayah Maghribi mengembangkan tradisi tulis yang unik dengan memadukan elemen-elemen dari berbagai budaya. Pengaruh Andalusia terlihat dalam pola ornamen dan pilihan warna, sementara unsur-unsur Afrika Utara tercermin dalam bentuk dan struktur hurufnya.
Semua ini bersatu menciptakan keunikan tersendiri yang membedakannya dari manuskrip-manuskrip lain di dunia Islam. Dengan mempelajari makhtuthat ini, kita bisa melihat bagaimana Islam di wilayah Maghribi telah beradaptasi dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensi keilmuannya.
Setiap halaman dari makhtuthat Maghribi adalah hasil dari ketekunan, kesabaran, dan ketulusan hati para penulisnya. Tinta yang tertuang di atas kertas atau kulit mungkin saja akan pudar seiring waktu, tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan tetap abadi.
Makhtuthat ini mengajarkan kita bahwa ilmu bukan hanya tentang pengetahuan yang didapatkan, tetapi tentang nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ini adalah warisan yang perlu dijaga dan dilestarikan, bukan hanya untuk menambah wawasan, tetapi juga untuk membangun koneksi spiritual dengan para ulama terdahulu yang telah membuka jalan bagi kita.
Melalui makhtuthat Maghribi, kita dapat memahami bahwa Islam adalah agama yang menghargai ilmu dan keindahan dalam satu kesatuan. Tradisi penulisan di Barat ini memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa ilmu dan seni dapat berjalan beriringan, saling melengkapi, dan memperkaya kehidupan. Keindahan dalam tulisan mereka bukan sekadar ornamen, tetapi bagian dari pesan yang mereka sampaikan. Sebuah ajakan untuk merenungi makna hidup, untuk belajar dengan penuh cinta, dan untuk mengajarkan dengan penuh keikhlasan.
Makhtuthat Maghribi adalah permata tersembunyi yang menanti untuk digali dan dipelajari lebih dalam. Dengan memahami dan mengapresiasi karya-karya ini, kita dapat merasakan kedekatan dengan warisan intelektual Islam yang begitu kaya dan dalam. Warisan ini bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga sumber inspirasi dan kebijaksanaan yang tetap relevan untuk generasi masa kini dan masa depan.
Sunnatullah, Peserta program Kepenulisan Turats Ilmiah (KTI) Maroko, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Maroko selama tiga bulan, 2024.