Penemuan Manuskrip Padangan di Pesantren Al Basyiriah Pethak Bojonegoro, Jawa Timur. (Foto: NU Online/Ahmad Wahyu Rizkiawan)
Ahmad Wahyu Rizkiawan
Kolomnis
Bojonegoro, NU Online
Ulama Nusantara terbukti membentuk peradaban melalui ilmu pengetahuan yang tercurah dalam karya-karya mereka. Salah satu bukti tersebut ialah dengan ditemukannya 53 kitab karya Syekh Abdurrohman Klothok dari berbagai fan keilmuan oleh Nahdlatut Turots. Nahdlatut Turots juga menemukan satu peti penuh berisi Manuskrip Padangan di Pesantren Al Basyiriah Pethak Bojonegoro, Jawa Timur.
Kitab-kitab yang ditulis Syekh Abdurrohman Klothok, teridentifikasi bertarikh antara 1221H (1806 M) hingga 1291H (1875M). Fakta ini, menjadi bukti bahwa selain memiliki produktivitas dalam berkarya, ulama Nusantara juga memiliki tradisi ilmiah yang mengakar kuat. Mengingat, karya-karya itu membentang di berbagai disiplin keilmuan.
Kedatangan tim Nadlatut Turots ke Pesantren Al Basyiriah Pethak Bojonegoro pada 25-26 September 2022, tak hanya melakukan digitalisasi Manuskrip Padangan. Tapi juga membuka satu lagi peti manuskrip milik Syekh Abdurrohman Klothok yang baru ditemukan.
Syekh Abdurrohman Jipang Al Fadangi atau Syekh Abdurrohman Fiidarinnur atau Mbah Abdurrohman Klothok (1776-1877), masyhur sebagai ulama alim yang menulis banyak kitab. Beberapa saat lalu, peti peninggalannya yang tersimpan rapi selama ratusan tahun, kembali ditemukan.
Kabar ditemukannya peti peninggalan Mbah Abdurrohman Klothok, sudah jadi pembahasan di kalangan keluarga. Hanya, pembahasan itu terbatas pada perbincangan kecil antar-dzuriyah. Sebab, hal-hal berkaitan Mbah Abdurrohman masih kerap diiringi bermacam mitos.
Pihak keluarga bahkan sempat bersepakat untuk tak membukanya. Tentu ini bukan tanpa alasan. Banyaknya mitos yang menyertainya, membuat sejumlah dzuriyah sepuh tak ingin gegabah membukanya. Meski, dzuriyah yang muda-muda, tentu ingin segera mengetahui isinya.
Kedatangan tim Nahdlatut Turots, sesungguhnya bertujuan untuk mendigitalisasi sejumlah kitab-kitab Mbah Abdurrohman yang jauh-jauh hari sudah ditemukan. Terkait penemuan peti Mbah Abdurrohman yang baru ditemukan, masih belum masuk rencana.
Saya berkomunikasi dengan Koordinator Nahdlatut Turots, Lora Usman Hasan dan Kiai Romly Probolinggo, terkait penemuan peti baru. Beliau berdua mendukung agar pihak dzuriyah membukanya. Sehingga, selain mendigitalisasi manuskrip lama, Nahdlatut Turots juga mengidentifikasi penemuan yang baru.
Dukungan dari Nahdlatut Turots saya sampaikan pada Pakde KH Athoillah Maimun dan KH Ismail Sulaiman. Dengan bermacam pertimbangan, beliau pun bersepakat mengambil dan membuka peti itu. Keesokan harinya, para dzuriyah dan kerabat berkumpul untuk bersama membuka dan mengambil peti.
Ahad, 25 September 2022 menjelang waktu dzuhur, rombongan yang terdiri dari KH Athoillah Maimun, KH Ismail Sulaiman, Lora Usman Hasan, dan Ahmad Karomi (Sekretaris LTN PWNU Jatim), bersama dengan para dzuriyah, berangkat untuk membuka dan mengambil temuan peti tersebut.
Dari Pesantren Al Basyiriah Pethak, rombongan berangkat menuju makbaroh Klothok Padangan, dengan jarak tempuh sekitar dua kilometer. Setelah berziarah dan meminta izin di makam Syekh Abdurrohman Klothok, rombongan bergegas menuju lokasi peti.
Peti berlokasi di rumah marbot Masjid Klothok, yang tak jauh dari lokasi makam Syekh Abdurrohman Klothok. Peti yang diletakkan di atas plafon rumah itu, sudah ratusan tahun sejak wafatnya Syekh Abdurrohman, tak dibuka. Praktis, tak ada yang tahu apa isi peti tersebut. Hanya, kami percaya bahwa orang alim pasti akan meninggalkan jejak ilmu.
Dengan hati-hati, para dzuriyah berusaha menurunkan peti dari atap. Butuh waktu lama menurunkan peti kayu berbentuk balok persegi panjang itu dari atas atap. Sebab, lokasinya tertutup plafon. Setelah diturunkan dengan tali katrol, peti ditaruh di atas meja dan baru dibuka.
Setelah peti dibuka, terdapat sejumlah bendel kitab lama tulisan tangan Syekh Abdurrohman yang berada di dalamnya. Tak ada benda apa pun, selain tumpukan kitab manuskrip. Itu jadi bukti penting bahwa orang alim memang akan meninggalkan jejak ilmu pengetahuan.
Setelah isi peti diperiksa dengan seksama, kami mengembalikan tumpukan kitab itu ke dalam peti seperti semula, kemudian dibawa ke ndalem Kasepuhan Pesantren Al Basyiriah Pethak untuk kemudian dilakukan pembersihan, pemilahan, dan perapihan sebelum diidentifikasi.
Keberadaan manuskrip yang terlalu lama di dalam peti, dan posisi peti yang berada di atas atap, membuat kondisi lembar manuskrip susah diidentifikasi. Sebab, ada lembaran yang mulai rusak keropos karena pengaruh cuaca panas dan hujan. Terlebih, tersimpan dalam waktu ratusan tahun.
Koordinator Nahdlatut Turots, Lora Usman Hasan mengatakan, lembar manuskrip yang berada di dalam peti, untuk sementara ini masih belum bisa dibaca secara pasti. Sebab, masih dalam tahap pembersihan dan pemilahan, untuk kemudian baru bisa diidentifikasi.
Notula Peradaban Syekh Abdurrohman Klothok
Sementara untuk 12 bendel kitab tebal tulisan tangan Syekh Abdurrohman Klothok yang berada di ndalem Kasepuhan Ponpes Al Basyiriah Pethak, menurut Lora Usman Hasan, sudah dipilah sesuai bab-bab pembahasan. Bahkan sudah diidentifikasi dan sudah terdigitalisasi. Sehingga bisa dibaca dan diteliti secara lebih mendalam.
Dari 12 bendel kitab yang sudah didigitalisasi, terdapat 53 judul karya Syekh Abdurrohman Klothok dari berbagai fan ilmu. Kitab itu ditulis di rentang waktu 1221 H/1806 M-1291 H /1875 M. Di antara kitab-kitab tersebut, terdapat pembahasan tentang ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu falak, ilmu nahwu-shorof, kamus, catatan perjalanan haji, hingga wirid dan doa-doa mujarobat.
Lima puluh tiga kitab karya Syekh Abdurrohman Klothok yang telah ditemukan, menunjukkan bahwa kuatnya peradaban Islam Aswaja, bersumber pada tradisi ilmiah para ulama Nusantara. Sebab, mayoritas ulama memiliki produktivitas dan kemampuan menulis kitab.
Kitab-kitab tulisan tangan Syekh Abdurrohman Klothok, tentu harus dipelajari lebih mendalam secara ilmiah. Harus dikaji secara lebih serius. Sebab, banyak menyimpan bermacam informasi keilmuan dan jejaring sanad ilmu para ulama Nusantara.
Dari pembacaan dan pemahaman karya-karya itu, memungkinkan ditemukannya kembali bermacam informasi tentang peta jejaring ulama Nusantara yang hidup di zaman itu, tentang bagaimana para ulama memelihara tradisi keilmuannya.
Karya-karya Syekh Abdurrohman Klothok tak hanya membawa informasi masa silam. Tetapi, juga menjadi notula (catatan) penting tentang bagaimana peradaban islam bergerak dari zaman ke zaman, menembus dan beradaptasi dari satu peradaban menuju peradaban berikutnya.
Kontributor: Ahmad Wahyu Rizkiawan
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua