Jakarta, NU Online
Maroko akhir-akhir ini kerap menjadi topik pembicaraan. Hal ini tentu karena tidak banyak menyangka tim sepak bolanya bakal mencapai babak semifinal Piala Dunia 2022 Qatar. Ia akan melawan juara bertahan Prancis pada Kamis (15/12/2022) dini hari WIB.
Kemenagannya ini salah satunya ditopang oleh kemampuan pemain-pemainnya yang sudah berada di level papan atas, seperti Hakim Ziyech dan Achraf Hakimi. Dua nama tersebut paling tidak bermain di klub-klub elit Eropa.
Bukan hanya memiliki pemain-pemain sepak bola di level papan atas, Maroko juga memiliki ulama-ulama yang berkaliber tinggi. Setidaknya, NU Online dalam tulisan ini menghadirkan tiga nama ulama yang patut diteladani umat Islam.
1. Sayyid Ahmad At-Tijani
Sayyid Ahmad bin Muhammad At-Tijani adalah ulama pendiri Tarekat Tijaniyah. Ia lahir di Maroko pada tahun 1150 H atau bertepatan dengan tahun 1737 M. Saat mudanya, Syekh Tijani mengembara dari satu tempat ke tempat lain, dari satu guru ke guru lain untuk belajar dan terus belajar. Tak pelak, kecerdasan dan kemampuannya dalam berbagai bidang keilmuan menempatkannya sebagai sosok ulama yang multidisipliner.
Meskipun demikian, sosoknya lebih dikenal sebagai ulama tasawuf dengan mendirikan Tarekat Tijaniyah. Tarekat ini menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Sayyid Ahmad At-Tijani wafat di Fez, Maroko pada tahun 1230 H atau bertepatan dengan tahun 1815 dalam usia 80 tahun menurut hitungan Hijriah. Hal ini sebagaimana dilansir NU Online dalam tulisan berjudul Shalawat Jauharatul Kamal Syekh At-Tijani: Sejarah, Keutamaan, dan Keistimewaannya.
2. Syekh Abdussalam bin Masyisyi
Syekh Abdussalam bin Masyisyi merupakan seorang sufi lahir di Kampung Jbel La’lam, dekat dengan Tangier, Maroko pada tahun 559 H. Ia memiliki garis keturunan yang sampai pada Rasulullah saw melalui Sayyidina Hasan. Hal ini sebagaimana dilansir NU Online dalam tulisan berjudul Syekh Abdus Salam Masyisy, Pengarang Shalawat Masyisyi.
Sosoknya menjadi penghafal Al-Qur’an dengan qiraat sab’ah pada usia tujuh tahun. Kemudian, ia belajar fiqih mazhab Maliki di Taza kepada Sidi Salem. Kemudian, ia berguru tarekat kepada Sidi Abu Madyan, seorang mahaguru tarekat di Maroko.
Ia mengabdikan 20 tahun terakhir hidupnya untuk beribadah dan bertafakkur di Puncak Jabal Al-Alam (Bukit Bendera). Di tempat itulah, Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berguru kepadanya. Sosoknya juga menulis kitab dan shalawat Masyisyiyah. Di tempat itu juga, Syekh bin Masyisyi dimakamkan.
3. Imam Abul Hasan as-Syadzili
Imam Abul Hasan As-Syadzili lahir dengan nama Ali di Desa Ghumarah, sebuah perkampungan dekat dengan Kota Ceuta, Maroko pada tahun 593 H. Ia memiliki garis keturunan sampai Rasulullah saw dari jalur Sayidina Hasan. Hal ini sebagaimana dikutip dari NU Online dalam tulisan berjudul Imam Abu Hasan Asy-Syadzili, Pembesar Tasawuf dari Maroko.
Ia merupakan seorang yang haus akan ilmu. Setelah belajar penuh kepada Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Harazim (w. 633) di negerinya, ia pun mengembara ke Tunisia untuk berguru kepada Syekh Abu Sa’id Khalaf bin Yahya at-Tamimi al-Baji (w. 628).
Kemudian, ia berguru lagi kepada Syekh Abu al-Fath Najmuddin Muhammad al-Wasithi (w. 632 H). Dari ulama terakhir itu, ia kembali ke negerinya untuk istifadah kepada Syekh Abdus Salam bin Masyisy, wali Quthub di zamannya.
Syekh Abul Hasan memulai dakwahnya di Negeri Tunisia. Namun, di sana, ia mendapatkan cobaan berupa fitnah dari Abu Qasim bin Barra gegara banyak orang yang berguru kepadanya. Kedengkian Abu Qasim daan Sultan Abu Zakaria terhadapnya membuat mereka tertimpa berbagai macam musibah.
Setelah peristiwa itu, Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili hijrah ke Mesir. Di Negeri Kinanah itu, ia bertemu dengan Sultan Ulama, Syekh Izzuddin bin Abdissalam. Ia wafat pada tahun 656 H dalam usia 63 tahun di Humaitsarah, Mesir.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad