Pengalaman Perdana Puasa di Jepang, dari Ngabuburit hingga Tarawih di Apartemen
Rabu, 13 Maret 2024 | 15:45 WIB
Jakarta, NU Online
Sebuah pengalaman baru yang mengesankan bagi Zayyin, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tahun ini menjalankan ibadah puasa pertamanya di Negeri Sakura, Jepang.
Perempuan yang juga aktif di Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang itu mengaku bahwa Ramadhan 1445 H merupakan Ramadhan perdananya di Jepang. Meski berada di negeri orang, hal ini tak menyurutkan semangat ia berserta keluarga menjalankan ibadah Ramadhan.
"Alhamdulillah di Jepang saya puasa pertama bersama keluarga. Saya mukim di daerah Okayama," ujar Zayyin kepada NU Online, Rabu (13/3/2024).
Zayyin menutur, Ramadhan tahun ini bertepatan dengan awal musim semi di Jepang. Musim semi ini menambah warna tersendiri dalam pengalaman Ramadhan Zayyin. Bunga sakura yang mulai bermekaran meskipun dalam jumlah yang tidak begitu banyak, menghiasi keindahan alam di sana.
Adapun durasi puasa yang ia jalankan sekitar 13 jam, dengan waktu Subuh pada pukul 4.55 pagi hingga Maghrib pada pukul 18.10 malam waktu Jepang.
"Sekarang (suhu) masih 7 derajat, kalau keluar ruangan masih butuh jaket tebal," tutur dia.
Salah satu momen yang paling ditunggu oleh Zayyin adalah melaksanakan ibadah tarawih. Di Okayama, shalat tarawih biasa dilakukan berjamaah di masjid atau apartemen setempat. Masjid juga rutin mengadakan buka puasa bersama 3 hari dalam sepekan, yakni di Jumat, Sabtu, dan Ahad.
"Tarawih berjamaah di masjid atau apartemen, tadarusan, ikut pengajian online, dan berbuka bersama di masjid setiap Jumat, Sabtu, dan Ahad. Kadang ada juga organisasi dari warga Indonesia yang mengajak untuk berbuka puasa," ucap Zayyin.
Zayyin mengatakan, akses ke masjid di daerah Okayama terbilang cukup mudah. Terdapat dua masjid utama di sana, yaitu Masjid Okayama Islamic Center (OIC) dan Masjid Indonesia Kurashiki.
“Alhamdulillah masjid di daerah saya lumayan dekat dan bisa dijangkau setiap hari. Untuk masjid di Okayama yang saya ketahui ada dua, pertama Masjid Okayama Islamic Center (OIC). Para jamaah dan takmir masjidnya dari berbagai negara terletak di dekat pusat kota. Kedua di Masjid Indonesia Kurashiki, mayoritas jamaahnya Indonesia yang letaknya lumayan jauh dari pusat kota,” papar dia.
Selain menjalankan ibadah tarawih di masjid, ia juga melaksanakan shalat tarawih di apartemen yang mayoritas penghuninya adalah Muslim juga menjadi salah satu opsi.
Meski begitu, tantangan bagi Zayyin tidak hanya terletak pada perbedaan cuaca dan lingkungan. "Ketika di Indonesia, biasanya kami menjalankan tarawih berjamaah 23 rakaat, namun di sini hanya 8 rakaat berjamaah dan sisanya sholat sendiri," ujarnya.
Selain itu, keterbatasan dalam kegiatan ngabuburit menjelang waktu berbuka juga menjadi tantangan tersendiri. "Mau ngabuburit pilihannya terbatas. Mau ke masjid juga jarang ada Muslimah yang datang, meski ada jadwal pengajian Muslimah setiap minggunya, namun sering libur karena pesertanya juga sedikit yang datang.
Tidak hanya itu, soal menu berbuka puasa pun, Zayyin juga memilih untuk tetap menyantap menu khas Indonesia yang ia masak sendiri, alih-alih membeli makanan halal yang tersedia.
“Kalau saya, menu berbuka lebih memilih menu Indonesia, meski harus memasak dulu. Sebenarnya ada tempat makanan halal, tapi kebanyakan makanan Bangladesh, India, dan Timur Tengah," jelas dia.
Kendati demikian, semangat untuk menjalankan ibadah Ramadhan dan memperkuat silaturahmi dengan sesama muslimah tetap terjaga. “Tadarusan, yasinan, shalawatan bersama juga biasanya masih secara online dengan Muslimat Indonesia di Jepang, karena di daerah saya ada beberapa yang berbeda pandangan meski sesama Muslimah,” pungkas dia.