Internasional

Kisah Yuanas, Warga NU yang Sukses Jadi Petani di Jepang

Jumat, 20 Januari 2023 | 15:45 WIB

Kisah Yuanas, Warga NU yang Sukses Jadi Petani di Jepang

Yuanas di gudang penyimpanan alat-alat pertanian miliknya di Mito City, Ibaraki Ken, Jepang, Kamis (19/1/2023). (Foto: Dok. Pribadi)

Jakarta, NU Online

Datang ke Jepang untuk bertani tidak ada di benak Yuanas sejak awal. Namun, menetap di Jepang bersama istri, kini Yuanas sukses bertani dengan menggarap 22 hektar lahan di Mito City, Ibaraki Ken dan mampu menghasilkan omzet miliaran per tahunnya.

 

Dulu, Yuanas bertemu dengan istrinya, Ichisawa Chikako saat berada di Bali, lalu muncullah niat pengurus Masjid NU At-Taqwa di Koga Ibaraki itu untuk menikahi dan menetap di Jepang. Kemudian ia menggeluti bidang pertanian.

 

“Alhamdulillah dengan omzet sekitar 30 Juta Yen (Rp3,5 miliar) per tahun. Ada sekitar 20 hektar sawah dan 2 hektar ladang ubi jalar yang saya kerjakan bersama sang istri,” tutur Yuanas kepada NU Online, Kamis (19/1/2023).


Menurut pria asal Lumajang itu, ilmu bertani ia pelajari sewaktu kecil ikut kakek dan pamannya ke sawah. Namun dengan tekatnya yang kuat, ia mempelajari sendiri cara bertani di negeri Jepang melalui pengalaman-pengalamannya itu.


Ia mengaku awalnya bekerja di salah satu perusahaan Jepang yang memproduksi alat-alat pertanian dan menjadi perancang di salah satu showroom-nya selama 3 tahun. Hingga akhirnya ia mengaku sering mendengar keluh kesah para petani yang sudah tua.


“Dari situ saya menangkap bahwa ada peluang besar di bidang pertanian. Kemudian sekitar 6 tahun yang lalu saya memberanikan diri terjun di dunia pertanian,” terang Yuanas.


Dia menjelaskan bahwa produk pertaniannya sangat mudah untuk dijual tanpa ada kendala. Hasil tanaman padi dijual ke Jepang Agrycultural, salah satu koperasi pertanian negara Jepang. Sedangkan tanaman ubi jalar di jual ke pabrik sale ubi.


Meskipun awalnya hanya memiliki sawah setengah hektar saja, namun ia memilih fokus dengan bidang yang dipilihnya, sehingga setiap tahunnya mampu mengembangkan lahannya lebih luas lagi. 

 

“Untuk ke depannya insyaallah saya membutuhkan tenaga lagi karena setiap 2-5 tahun lahan akan bertambah,” ujarnya.


Yuanas berkeinginan untuk membagikan ilmu dan pengalamannya ke Indonesia, sehingga ia benar-benar membutuhkan WNI yang serius ingin menggeluti usaha pertanian. Jadi setelah kembali ke Indonesia mereka mampu menerapkan sistem dan teknologi sebagaimana yang ada di Jepang.


“Ada yang berbeda sistem pertanian di Indonesia dan di Jepang, dari cara pengelolaan lahan, perawatan tanaman dan penanganan hasil produksi yang mengutamakan kualitas, bukan hanya sekadar kuantitasnya saja,” tututnya.


Di gudang dekat rumahnya, Yuanas memiliki peralatan pertanian yang lengkap untuk mendukung pekerjaannya. Seperti traktor yang dalam 1 hari mampu membajak sawah sekitar 3 hektar.


Selain itu juga ada Combine yang dalam 1 hari mampu memanen 3 hektar. Ada juga mesin tanam yang dalam 1 hari mampu menyelesaikan 3 hektar. Serta ada mesin oven padi dan penggilingan yang sehari bisa memproduksi 15-20 ton beras.


Ia dan sang istri saat ini dikaruniai empat orang anak dengan nama yang cukup unik menggabungkan bahasa Jepang dan Arab. Anak pertama dinamai Ichisawa Sakura Asmaul Husna. Anak kedua dinamainya Ichisawa Dewa Amar Makruf Nahi Munkar. Anak ketiga dinamai Ichisawa Musashi Pranaja Fathul Muslim. Anak keempat dinamai Ichisawa Karen Sekar Arum Jannatul Balqis.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad