Internasional

Petani Lawan Monsanto (2)

Ahad, 17 Februari 2013 | 12:30 WIB

Jakarta, NU Online
Masalah hukum ini adalah seputar usaha agresif Monsanto untuk melindungi benih kedelainya yang dikenal dengan nama “Roundup Ready”. Benih ini sudah direkayasa secara genetik supaya tahan terhadap herbisida Roundup atau setara generiknya.
<>
Ketika Pak Bowman dan ribuan petani lain membeli benih patenan Monsanto dan menanamnya di ladang mereka harus menandatangani perjanjian bahwa mereka tidak akan menyimpan benih untuk ditanam di tahun berikutnya. Jadi setiap musim, petani harus membeli bibit baru setiap tahun dari Monsanto. Mereka juga dilaporkan harus membayar “royalti” perhektar karena menggunakan benih perusahaan.

Pak Bowman, pria berusia 75 yang mengerjakan tanah orang tuanya itu membeli benih kedelai dari dealer lokal. Benih ini mengandung beberapa kedelai "Roundup Ready" yang tercampur dengan benih-benih lainnya. Maklum saja benih Monsanto di Indiana sangay dominan di pasaran, bahkan diyakini lebih dari 90% kedelai yang dijual sebagai "benih komoditas" bisa jadi berisi gen Monsanto yang sudah berkembang. 

Pak Bowman yang sudah empat decade bertani dan dibesarkan di sebuah peternakan itu, masuk dalam radar pengawasan Monsanto. Ia menggunakan benih tersebut -yang dibeli dari gudang gandum lokal- tahun demi tahun dan menanamnya kembali sebagian di tahun berikutnya.

Monsanto menggugat. Perusahaan menegaskan bahwa mereka mempertahankan hak paten biji rekayasa genetika miliknya, bahkan jika biji tersebut dijual oleh pihak ketiga tanpa pembatasan pemakaiannya, atau bila biji tersebut adalah turunan dari benih asli Monsanto. Gugatan akhirnya dimenangkan perusahaan dan Pak Bowman harus membayar $ 84.456 (£ 53,500) karena melanggar hak paten perusahaan. Monsanto mengatakan bahwa jika Bowman dibiarkan, maka ia akan merusak model bisnis, membahayakan penelitian mahal yang digunakan untuk menghasilkan produk pertanian yang maju, seperti yang dilaporkan The Guardian belum lama ini.

Rezim Korporasi Pangan
Seorang reporter surat kabar petani di New York John Funiciello mengatakan bahwa Monsanto telah mengontrol dan mengawasi secara ketat peredaran dan pemanfaatan benih miliknya. Biasanya Monsanto masuk ke ladang petani (beberapa pihak menyebutnya masuk tanpa izin) dan mengambil sampel (beberapa pihak menyebutnya mencuri) untuk diuji DNA-nya apakah mengandung gen-gen yang mereka patenkan. 

Jika ditemukan ada, mereka lalu menggugat petani dan, karena petani lebih kuat, secara hukum dan finansial, mereka mungkin akhirnya setuju untuk menerima sejumlah uang yang tidak diungkapkan. Jumlah tersebut tak diungkapkan karena, bersama dengan penyelesaian sengketa itu, ada permintaan untuk diam dan petani dipaksa setuju untuk tidak mendiskusikan kasus ini dengan siapa pun. Namun beberapa petani yang punya cukup uang melawan korporasi.

Masih menurut John Funiciello, di seluruh dunia inilah modus operandi Monsanto. Di beberapa negara, di mana sistem hukum tidak serumit seperti di AS, Monsanto bekerjasama dengan pemimpin politik dan pebisnis, lalu meyakinkan mereka bahwa benih mereka akan memberikan hasil panen yang lebih baik daripada benih tradisional. Akhirnya perusahaan itu bisa masuk ke pasar lokal perbenihan dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk tanaman, seperti: pupuk berbasis petroleum, pestisida, herbisida, dan dalam kasus kedelai mereka adalah merek glifosat, Round-up, yang diperlukan untuk kedelai "Roundup ready".

Monsanto telah melakukan rekayasa genetika (yang dikenal dengan genetically modified organisms atau GMOs) terhadap kedelai mereka sehingga tidak dapat dibunuh oleh herbisida (pestisida yang berfungsi membunuh tanaman yang tak diinginkan), sehingga ketika disemprotkan gulmanya terbunuh dan tanaman komersialnya akan tumbuh. 

Sekitar 85% jagung di AS, 91% kedelai, sekitar 95% tebu dan 88 persen kapas adalah hasil rekayasa genetika. Banyak dari tanaman rekayasa di mana tidak dilakukan kajian jangka panjang mengenai dampaknya bagi kesehatan manusia, telah memasok pasar makanan di AS. Diperkirakan lebih dari dua pertiga makanan olahan di AS mengandung komponen rekayasa genetika.

Redaktur     : Hamzah Sahal
Kontributor : Mh Nurul Huda


Terkait