Internasional

Pimpinan Negara Arab-Muslim Tanggapi Serangan Israel ke Doha: Perdamaian Tak Tercapai Jika Abaikan Palestina

Selasa, 16 September 2025 | 16:00 WIB

Pimpinan Negara Arab-Muslim Tanggapi Serangan Israel ke Doha: Perdamaian Tak Tercapai Jika Abaikan Palestina

Para pimpinan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) foto bersama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat Arab-Islam yang diselenggarakan oleh Qatar di Doha, Senin (15/9/2025). (Foto: Qatar News Agency)

Jakarta, NU Online

Para pimpinan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) hadir dan memberikan tanggapan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat Arab-Islam yang diselenggarakan oleh Qatar di Doha, Senin (15/9/2025).


Perwakilan dari 57 negara anggota Liga Arab dan OKI menyampaikan pendapatnya terkait serangan Israel ke Doha yang menargetkan pimpinan Hamas saat proses negosiasi tengah berlangsung pada 9 September 2025 lalu. Serangan ini menyebabkan enam orang meninggal dunia.


Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani menyebut, pihaknya akan melakukan cara apa pun untuk mempertahankan kedaulatan negaranya dari ancaman serangan Israel.


“Ibu kota negara saya menjadi sasaran serangan berbahaya yang menargetkan kediaman keluarga para pemimpin Hamas dan delegasi negosiasi mereka,” kata Tamim dalam pidato pembukaannya sebagaimana dikutip Al Jazeera


"Kami bertekad untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan kami dan melawan agresi Israel," tambahnya.


Tamim menegaskan, Israel sama sekali tidak memiliki itikad untuk mengakhiri perang di Gaza. Sebab dengan serangan ke Doha, Israel dianggap berusaha menggagalkan negosiasi yang tengah berlangsung untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan hampir 65.000 rakyat Palestina dalam waktu 23 bulan terakhir.


“Siapa pun yang terus-menerus dan sistematis menargetkan pihak yang bernegosiasi, berarti berupaya menggagalkan negosiasi tersebut,” ujarnya.


Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel memiliki mentalitas teroris yang terus berupaya melebarkan pengaruhnya dengan melancarkan berbagai serangan.


"Kita menghadapi mentalitas teroris (Israel) yang mengobarkan kekacauan dan pertumpahan darah, dan negara yang mewujudkannya," tegas Erdogan, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.


Erdogan menyebut bahwa tujuan kuat dari administrasi Netanyahu adalah untuk melanjutkan pembantaian dan genosida di Palestina sekaligus menimbulkan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. Ia mengimbau perlu adanya upaya diplomatik yang intens sebagai tindakan konkret untuk menyanksi Israel.


"Kita harus mengintensifkan upaya diplomatik kita untuk meningkatkan sanksi terhadap Israel," tegasnya.


Pertemuan para pemimpin negara Arab ini kemudian menghasilkan Komunike berisi 28 poin, sebagai suara bersama negara Liga Arab dan OKI.


Beberapa hal yang disuarakan dalam komunike tersebut antara lain menyerukan negara-negara yang hadir untuk mengambil langkah hukum yang efektif untuk mencegah Israel melanjutkan tindakannya ke Palestina, mendukung deklarasi New York, dan penyelenggaraan konferensi solusi dua negara yang digelar pada Sidang Tahunan PBB pada 22 September 2025 mendatang.


Selain itu, para pimpinan negara yang hadir menegaskan bahwa perdamaian yang adil, komprehensif, dan abadi di Timur Tengah tidak akan tercapai dengan mengabaikan perjuangan Palestina, mengabaikan hak-hak rakyat Palestina, atau melalui kekerasan dan menargetkan mediator. Mereka menyerukan perlu adanya kepatuhan terhadap Inisiatif Perdamaian Arab dan resolusi legitimasi internasional yang relevan.


Dalam pertemuan ini, Menteri Luar Negeri Sugiono juga menggarisbawahi kembali komitmen Indonesia mendukung penuh rakyat Palestina.


"Tidak akan ada perdamaian abadi tanpa solusi dua negara. Jalan menuju perdamaian tetap satu: terwujudnya Negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," kata Sugiono, dilansir situs resmi Kemlu RI


Ia juga menegaskan bahwa solidaritas Indonesia terhadap rakyat dan Pemerintah Qatar.


“Agresi Israel minggu lalu bukan hanya pelanggaran pengawasan Qatar, tetapi juga pelanggaran nyata terhadap hukum internasional, Piagam PBB dan prinsip-prinsip OKI, serta merupakan ancaman serius bagi perdamaian regional dan global,” tutupnya.