“Siapa bilang NU diam soal muslim Uighur? Lha byk tulisan spt ini kok,” tulis Savic lewat twitternya sambil menyertakan tautan berita di NU Online berjudul Kilas 2018: Geger Muslim Uighur.
Menurutnya, NU memang memiliki keterbatasan informasi terkait persoalan Muslim Uighur karena tidak memiliki akses langsung dari sumber pertama. Oleh karenanya, berita-berita yang ada dalam laman NU Online merupakan keterangan-keterangan dari media Barat dan China.
“Baik laporan BBC maupun HRW kami sitir di byk berita soal Uighur. Tapi pernyataan Cina jg kami tulis. Apalagi Dubes Cina pernah dtg ke PBNU untuk menjelaskan versinya. Begitulah kami bekerja. Karna kami tak meliput dan punya sumber sendiri di Xinjiang,” ucapnya.
Dia kemudian menyoroti beberapa pengurus NU yang diundang ke China. Bagi dia, kunjungan sejumlah pengurus NU atas undangan China ke wilayah Negeri Tirai Bambu tersebut adalah sesuatu yang wajar. Pasalnya, banyak pengurus NU juga diundang ke Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara-negara Barat lainnya di saat islamophobia menguat di sana.
“Aku sendiri pernah hadir di sebuah forum ttg "Religious Freedom" di Taiwan—yg disupport Amerika—yg byk bahas soal Uighur. Hasilnya aku share dg sejumlah pengurus NU. Karna kami butuh sebanyak mgk informasi,” akunya.
Dalam sebuah laporan Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis pada Rabu (11/12) kemarin sejumlah organisasi Islam Indonesia, termasuk Nahdlatul Ulama (NU), disebut dibujuk China agar tidak lagi mengkritik dugaan persekusi yang diamali Muslim Uighur di Xinjiang. Untuk itu, China membayari puluhan tokoh ormas Islam Indonesia, termasuk pengurus NU, untuk berkunjung ke Xinjiang.
Menurut laporan WSJ, para tokoh yang diundang China ke Xinjiang tersebut memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan kasus Muslim Uighur. Singkatnya, sebelumnya mereka ‘keras’ terhadap kebijakan China kepada Muslim Uighur. Namun setelah kunjungan, pandangan mereka terhadap China dinilai menjadi ‘lunak’, bahkan cenderung pro kebijakan China.
Di samping itu, lanjut laporan WSJ, China juga memberikan sejumlah bantuan dan donasi kepada sejumlah organisasi Islam Indonesia agar mereka tidak lagi mengkritik. Salah satu bantuannya berupa beasiswa untuk sejumlah mahasiswa ormas Islam Indonesia.
Terkait hal ini, Savic mengamini dan juga membantahnya. Menurutnya, banyak anak NU yang juga mendapatkan beasiswa dari negara-negara Barat dan Timur Tengah, tidak hanya dari China. Oleh karenanya, ia menegaskan bahwa beasiswa tersebut tidak akan mengubah prinsip NU.
“Juga soal beasiswa spt ditukis WSJ. Mmg cukup byk anak NU yg dapet beasiswa di Cina, tp ya tetep lbh byk yg kuliah dan dapet beasiswa di Barat. Lebih byk lg di Timur Tengah. Tp beasiswa tak akan bikin pendirian NU terbeli,” katanya.
Pewarta: Muchlishon