Aksi orang-orang Muslim dan Yahudi di Marburg, Jerman untuk perdamaian Palestina dan Israel. (Foto: DW)
Jakarta, NU Online
Belakangan masyarakat menyadari bahwa akar konflik antara Palestina dan Israel tidak terkait agama, melainkan aneksasi atau pencaplokan tanah dan pendudukan yang semakin meluas oleh Israel terhadap Palestina. Selama bertahun-tahun, banyak warga Palestina yang terusir dari rumahnya.
Konflik tersebut bukan karena agama karena selain Muslim, di Palestina juga terdapat Yahudi dan Nasrani, begitu juga sebaliknya di Israel. Bahkan tidak sedikit komunitas Yahudi di Israel yang menyerukan perdamaian antara negaranya dengan Palestina.
Namun, perbedaan antara Muslim dan Yahudi yang kerap memperuncing konflik mendorong sebuah komunitas Yahudi dan Muslim di Kota Marburg, Jerman untuk hidup damai. Langkah tersebut juga sebagai upaya mengakhiri konflik antara Palestina dan Israel.
Adalah seorang perempuan Yahudi bernama Monika Bunk dan seorang Muslim bernama Bilal El-Zayat yang telah setahun lalu menciptakan kehidupan damai antara Muslim dan Yahudi di Jerman. Mereka mendirikan Gemeinsam e.V. Marburger Gemeinschaft für Jüdisch-Muslimischen Dialog (Bersama: Masyarakat Marburg untuk Dialog Muslim-Yahudi di Marburg, Jerman).
Tujuh tahun lalu, selama Perang Gaza 2014, Bunk dan El-Zayat diminta berperan sebagai mediator untuk mencegah konflik Timur Tengah berujung pada konfrontasi dan merembet ke Marburg.
"Kami tidak akan membawa konflik Timur Tengah ke Marburg, di mana kami tidak dapat menyelesaikannya," kata kedua aktivis tersebut dikutip kantor berita Deutsche Welle.
Inisiatif mereka di Marburg adalah salah satu contoh mengatasi perpecahan. Bunk adalah seorang Yahudi berprofesi ahli teologi, sedangkan El-Zayat adalah seorang Muslim yang pekerjaannya dokter bedah. Mereka sudah saling kenal selama 20 tahun.
Konflik Timur Tengah saat ini menguji kepercayaan komunitas Yahudi dan Islam. Komunitas Islam Marburg beranggotakan sekitar 5.000 orang dan beberapa anggotanya adalah warga Palestina dari Jalur Gaza.
Bebas Berpendapat dengan Batasannya
Kepercayaan anggota asosiasi Yahudi-Muslim telah tumbuh dari waktu ke waktu. Mereka memastikan agama dan politik terbagi dengan ketat. Terlepas dari perbedaan pendapat, ada penyebab yang sama yakni keinginan untuk hidup bersama secara damai di Marburg.
"Kami telah belajar selama bertahun-tahun untuk lebih memahami pihak lain," kata Bunk.
Bunk mengingat pertengkaran yang dia dan El-Zayat alami terkait dengan publikasi kartun yang mengolok-olok Nabi Muhammad SAW. Mereka sangat terpisah satu sama lain. Namun, saat ini ketika media sosial menambah api konflik antaragama, para pendiri asosiasi mencoba menyelesaikan masalah dengan berbicara.
Kedepankan Persamaan daripada Perbedaan
Hal utama dan terpenting adalah motto organisasi ini: Yahudi dan Muslim memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang memecah belah mereka.
Pada 2019, ketika mendengar ada orang yang menjadi korban serangan antisemit hanya karena memakai penutup kepala Yahudi yarmulke, Bunk dan El-Zayat langsung teringat pada perempuan Muslim yang kerap menghadapi permusuhan karena memakai jilbab. Keduanya lalu menyelenggarakan "Hari Jilbab-Yarmulke" di Marburg.
September lalu, sekitar 20 anggota komunitas Yahudi yang beranggotakan 320 orang di Marburg menghadiri upacara peresmian masjid baru di kota itu. Ke depannya, kelompok ini juga telah merencanakan turnamen catur dan kursus memasak sebagai cara agar masyarakat lebih mengenal satu sama lain.
Atas inisiasi-inisiasi damai tersebut, Bunk sering didekati oleh pemuda Muslim di jalan yang mengatakan bahwa dia dan El-Zayat adalah panutan.
Dikutip DW, El-Zayat mengatakan, "Muslim di Jerman harus menyadari bahwa kemitraan dengan orang Yahudi di negara ini dapat membantu kami dan itu berlaku juga sebaliknya."
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon