Temui KH Ubaidullah Shodaqoh, Akademisi Jepang Diskusi Sertifikasi Halal di Negara Minoritas Muslim
Rabu, 10 September 2025 | 07:00 WIB
Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Ubaidullah Shodaqoh memberikan buku karyanya berjudul Petani Kehilangan Lahan kepada Prof Satomi Ohgata Nurchasanah.
Semarang, NU Online Jateng
Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen, Kota Semarang, Senin (8/9/2025) malam, menjadi saksi pertemuan lintas budaya dan ilmu. Seorang akademisi Jepang, Prof Satomi Ohgata Nurchasanah, datang sowan kepada Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh. Kehadiran Guru Besar Fakultas Studi Internasional, Kyushu University itu sekaligus menambah warna dalam gelaran Bahtsul Masail yang tengah berlangsung di Joglo Al-Itqon.
Ia mengungkapkan kegelisahan tentang praktik labelisasi halal yang menurutnya semakin bergeser dari tujuan awal menjaga ketenteraman hati umat, menjadi persoalan kapitalisasi dan komodifikasi.
“Standar halal yang berlaku sering kali terlalu kaku dan kurang memperhatikan realitas sosial masyarakat Muslim minoritas. Padahal, bagi kami di Jepang, persoalan ini sangat menentukan keberlangsungan hidup sehari-hari,” ujarnya di hadapan para musyawirin Bahtsul Masail.
Ia menjelaskan, kendala yang dihadapi Muslim di Jepang cukup kompleks. Pertama, adanya perbedaan standar halal antarnegara yang membuat masyarakat bingung. Kedua, biaya sertifikasi halal yang tinggi sehingga membebani produsen kecil. Ketiga, miskonsepsi publik terkait sejumlah produk fermentasi Jepang yang langsung dicap haram tanpa kajian fikih yang mendalam.
Prof Satomi mencontohkan produk fermentasi seperti shoyu (kecap Jepang), miso, dan mirin. Meski mengandung etanol alami hasil fermentasi, menurutnya, tidak serta-merta menjadikan produk tersebut haram.
“Diperlukan penjelasan fiqih yang lebih inklusif agar Muslim di Jepang tidak terjebak dalam kerumitan hukum yang justru menyulitkan kehidupan sehari-hari,” tandasnya.
Dalam pandangannya, perlu dikembangkan fiqh al-aqaliyyat atau fiqih minoritas, sebuah pendekatan hukum Islam yang mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat Muslim yang hidup sebagai kelompok kecil. Ia juga menegaskan relevansi Indonesia dalam persoalan halal di Jepang.
KH Ubaidullah Shodaqoh menyambut baik pandangan tersebut. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas kegigihan Prof Satomi memperjuangkan keterjaminan makanan halal di Jepang. Namun, ia juga menegaskan bahwa fatwa fikih bersifat ijtihad ulama, tidak mengikat secara universal.
“Fatwa fiqih adalah hasil ijtihad ulama. Sifatnya tidak memaksa semua Muslim di dunia untuk patuh, karena fiqih itu plural. Ada mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali, dan lainnya. Keberagaman pendapat ini justru menunjukkan keluwesan Islam dalam menjawab persoalan,” terang Kiai Ubaid.
Selengkapnya klik di sini.