Kata Epidemiolog soal Potensi Meningkatnya Penyebaran Cacar Monyet
Jumat, 27 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dr Syahrizal Syarif. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Kasus cacar monyet atau Monkeypox dalam dua pekan terakhir terus bertambah di DKI Jakarta, total hingga kini ada 14 orang yang teridentifikasi positif. Termasuk satu pasien yang pertama kali terpapar di 2022.
Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Syahrizal Syarif mengatakan kasus cacar monyet di Indonesia potensinya relatif kecil. Akan tetapi, upaya mitigasi terhadap penyakit cacar monyet harus tetap dilakukan melalui pengawasan penyakit infeksi emerging.
"Ini penyakit memang ada klusternya. Masyarakat tak perlu panik soal cacar monyet. Saya pikir yang diperlukan saat ini deteksi dini dari pemerintah. Pemerintah melakukan contact tracing dan memberikan vaksinasi pada kontak eratnya. Saya kira itu yang penting dilakukan pemerintah saat ini," ujar Syahrizal kepada NU Online, Kamis (26/10/2023).
Syahrizal menjelaskan bahwa penyakit cacar monyet merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus jenis Orthipox yang disebut mirip dengan virus penyebab cacar (variola) tetapi bukan cacar air.
"Cacar air sangat berbeda dengan Monkeypox. Monkeypox keluarganya smallpox yang dulu pernah menjadi masalah besar. Sekarang sudah tidak ada kasusnya," terangnya.
Penyakit tersebut menurutnya kerap ditandai dengan sejumlah gejala yang tidak dapat ditemukan pada kasus cacar air. Cacar monyet banyak terlihat di parietal area anus dan kelamin.
"Itu yang membuat agak berbeda.Biasanya pada area wajah, tangan, punggung sekarang banyak di daerah tambahan di sekitar kemaluan dan anus," jelasnya.
Berdasarkan jurnal yang dipublikasikan di Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI), kontak dalam hubungan seksual dapat menjadi faktor risiko penularan karena dapat terjadi melalui kontak dengan manusia yang terinfeksi atau dengan cairan tubuh manusia yang mengandung virus.
Berdasarkan jurnal yang sama, disebutkan bahwa prevalensi infeksi menular seksual dan seringnya timbul gejala anogenital menunjukkan adanya inokulasi lokal selama kontak langsung antarkulit atau kontak mukosa yang intim selama aktivitas seksual. Hubungan antara sesama pria adalah yang paling berisiko menyebarkan cacar monyet.
"Karena kontak yang erat itu maka kasusnya banyak di kalangan gey. Bukan karena faktor gay tapi karena penyakit ini menular mengenai kontak yang erat selama hubungan seksual. Resiko lebih besar jika mereka punya pasangan lebih dari satu," jelas Syahrizal.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu mengemukakan, karakteristik keempat belas orang yang terkonfirmasi mengidap cacar monyet. Tercatat sembilan orang berusia 25-29 tahun atau 64 persen, dan sisanya berusia 30-39 tahun, dan seluruhnya merupakan laki-laki yang tertular dan/atau menularkan melalui kontak seksual.
Lebih lanjut, dia menyebutkan 12 orang di antara mereka memiliki orientasi homoseksual atau lelaki suka lelaki (LSL), serta masing-masing satu orang biseksual dan heteroseksual.
Selain itu, Maxi menyebutkan penularan cacar monyet juga diiringi dengan sejumlah kondisi penyerta, di antaranya 12 orang memiliki penyakit HIV, lima orang memiliki penyakit sifilis, dan satu orang memiliki penyakit hipertensi, di mana satu orang penderita dapat memiliki lebih dari satu kondisi penyerta.