Kesehatan Mental Anak dan Remaja Penyendiri menurut Al-Balkhi
Kamis, 20 November 2025 | 14:00 WIB
Beberapa waktu yang lalu, publik dihebohkan oleh remaja yang meledakkan sekolahnya sendiri dan ada pula yang membakar pondok pesantrennya. Di antara remaja tersebut ada yang dikenal penyendiri dan berkepribadian tertutup. Ternyata, remaja tersebut terobsesi oleh konten kekerasan yang sering disaksikannya di dunia maya. Sebenarnya banyak orang yang memiliki kepribadian penyendiri, tetapi mereka juga dapat melalui kehidupannya dengan aman tanpa membahayakan diri mereka sendiri maupun orang lain.
Berkaitan dengan hal ini, ada seorang ilmuwan muslim bernama Abu Zayd Al-Balkhi yang menawarkan pandangan penting. Sosok Abu Zayd Al-Balkhi sering digambarkan sebagai seorang jenius yang luar biasa, ia menulis salah satu buku paling awal dengan tujuan memberikan panduan bagi kebanyakan orang untuk meningkatkan kesehatan mental mereka.
Meskipun manuskrip al-Balkhi dari abad ke-9, dunia barat yang telah menerjemahkannya menjadi judul "Sustenance of the Body and Soul", menunjukkan bahwa keyakinan dan praktik yang terinspirasi Islam-lah yang memotivasi konseptualisasi holistiknya tentang kesehatan.
Lebih lanjut, manuskrip al-Balkhi unik karena ia sengaja dan dengan penuh visi menulisnya dalam bahasa Arab yang sederhana agar langsung dipahami oleh orang awam. Namun, tidak seperti banyak buku populer yang tersedia saat ini, manuskrip al-Balkhi didukung oleh bukti klinis dan sarat dengan perawatan terapeutik yang relevan bagi dokter maupun pasien.
Keunikan lainnya adalah pengelompokan penyakit mental oleh al-Balkhi ke dalam empat kategori: depresi, fobia, amarah, dan obsesi yang memberikan klasifikasi diagnostik yang mudah dipahami, tetapi akurat secara ilmiah, dan tertanam dalam konteks budaya pada masanya. (Awaad dan Ali, 2023, Spirituality in Clinical Practice Manuscript Version of The Original Self-Help Book: Al-Balkhi’s 9th Century “Sustenance of the Body and Soul, American Psychological Association, halaman 1).
Al-Balkhi mempromosikan konsep kesejahteraan holistik pikiran-tubuh-jiwa hampir satu milenium sebelum Psikologi Barat muncul, dan relevansi transhistoris dari temuannya masih relevan hingga saat ini. Tinjauan tentang kehidupan dan karya-karya al-Balkhi ini juga berfungsi sebagai refleksi historis warisan intelektual Islam yang berkontribusi pada bidang yang kini kita sebut psikologi.
Pada dasarnya kondisi marah merupakan hal alamiah yang bisa dialami oleh banyak orang, termasuk remaja dan anak-anak. Namun, amarah yang tidak terkendali dapat berkembang menjadi gangguan mental serius. Perilaku berlebihan yang ditunjukkan oleh penderitanya dapat meresahkan dirinya dan mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Lantas bagaimana terjadinya gangguan obsesi pada remaja yang memicunya untuk melakukan kekerasan akibat dendam dan amarah? Bagaimana pula terapi gangguan tersebut dengan pendekatan perilaku islami yang dikenalkan dalam kitabnya?
Penderita gangguan mental ini disebut mengalami gangguan obsesi karena untuk mengatasi kegelisahannya, dia menunjukkan tindakan yang berlebihan. Ketika hal ini dilihat oleh orang lain, maka orang lain memandang bahwa penderita terobsesi untuk melakukan sesuatu yang intensitasnya ada di luar kewajaran (kompulsif). Di dalam terminologi kitab klasik, gangguan ini juga dikenal dengan waswasah.
Dalam kitab Masalihul Abdan wal Anfus karya Abu Zayd Al-Balkhi, disebutkan bahwa gangguan waswasah bisa berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal. Pembawaan sifat sejak lahir atau faktor genetik, dan kondisi humoral yang menjadi karakter seseorang merupakan faktor internal yang dapat berisiko terhadap kerentanan gangguan obsesi. Sedangkan pengaruh lingkungan dan godaan setan (dari perspektif Islam) menjadi faktor eksternal munculnya waswasah. (Al-Balkhi, Mashalihul Abdan wal Anfus, [Saudi Arabia, Markaz Malik Faishal lil Buhuts wa Dirasat Islamiyah: 1424 H], hal 146-147).
Menurut Al-Balkhi, pembawaan lahir akan menampakkan risiko gangguan obsesi pada usia anak-anak. Hal ini seiring dengan penelitian tentang gangguan obsesi mental pada anak-anak dan remaja yang dipublikasikan di jurnal psikologi. Faktor internal tersebut saat ini dikenal sebagai faktor genetik dan akan terkait dengan perwujudan gejalanya pada proses pertumbuhan seorang anak.
Aspek psikologis orang yang terobsesi berlebihan sekaligus penyendiri telah dikaitkan dengan aspek perkembangan anak. Menurut penelitian, individu dengan karakter obsesif, saat masih anak-anak, memiliki rasa tanggung jawab yang terlalu besar atau sebaliknya, yaitu rasa tanggung jawab yang terlalu kecil. Selain itu, kemunculannya juga dapat terjadi akibat paparan terhadap aturan yang kaku atau ekstrem.
Remaja atau anak yang mengalami hal tersebut juga mendapatkan pengalaman kejadian di mana tindakan mereka menyebabkan kemalangan yang serius. Kejadian itu membawa mereka secara keliru berasumsi bahwa pikiran atau tindakan mereka menyebabkan kemalangan yang serius. (Salkovskis dkk, 1999, Multiple Pathways to Inflated Responsibility Beliefs in Obsessional Problems: Possible Origins and Implications for Therapy and Research, Behaviour Research and Therapy, Vol.37: Hal 1055-1072).
Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk kondisi penyendiri, marah, dan terobsesi adalah terapi perilaku dan pengembangan kognisi secara islami. Acuan yang digunakan oleh peneliti muslim dalam merekomendasikan kedua terapi tersebut di antaranya berasal dari ulama klasik yaitu Al-Balkhi dan Al-Ghazali. Kedua ulama tersebut merekomendasikan pendekatan spiritual melalui zikir sebagai pencegahan maupun terapi gangguan obsesi. (Keshavarzi dkk, 2020, Islamically Integrated Treatment of Obsessive-Compulsive Disorder Scrupulosity [Waswasa] in Muslim Patients, The Center for Values Education Press, Istanbul: Hal 246).
Al-Balkhi secara khusus menyebutkan beberapa upaya sederhana lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi beberapa gangguan tersebut. Dalam kitab yang beliau tulis, disebutkan bahwa berkumpul dan bersosialisasi dengan orang lain merupakan hal yang bermanfaat untuk penyendiri yang juga memiliki karakter obsesif. Menurutnya, ketika seseorang terlibat diskusi dalam interaksi sosial dengan orang lain, hal itu akan mengurangi pengaruh dari kecemasan internal yang merupakan pemicu obsesi yang berlebihan dalam kesendirian.
Dalam konteks kesendirian, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ ، وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ، وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ
Artinya: "Orang yang pergi sendirian seperti setan, dua orang yang bepergian seperti dua setan, dan jika tiga orang itulah rombongan (terjaga dari setan).” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)
Hadits tersebut dikutip oleh Al-Balkhi dalam kitabnya sehingga banyak ahli psikologi yang menganggap bahwa Al-Balkhi konsisten menyuarakan terapi islami dalam karyanya. Saat ini, Asosiasi Psikologi Amerika mengakui bahwa tulisan Al-Balkhi relevan hingga kini sehingga mendanai penelitan tentang isi manuskrip dari kitabnya.
Diskusi yang terarah dengan orang lain hendaknya dipilih berdasarkan sifat positif dari teman yang diajak berdiskusi. Dengan demikian, solusi akan diperoleh oleh remaja yang mengalami gangguan kemarahan obsesif ketika menghadapi suatu permasalahan atau setidaknya beban kecemasannya berkurang. Hal ini sangat penting bagi remaja karena saat ini banyak remaja yang cenderung mengalami kesepian dalam kehidupannya sehingga enggan mencari partner diskusi dalam menghadapi permasalahannya.
Menurut Al-Balkhi, kesepian dan kesendirian justru akan menguatkan pikiran negatif dan menstimulasi waswasah yang berbahaya pada orang dengan kecenderungan gangguan obsesi. Jiwa atau mental seseorang itu akan selalu aktif secara internal maupun eksternal. Secara eksternal, kondisi mental akan sibuk ketika terlibat dalam kehidupan bersosialisasi dengan orang lain sedangkan secara internal jiwa seseorang akan selalu aktif ketika berfikir, mengingat, dan melakukan refleksi.
Cara lainnya yang bisa dilakukan oleh remaja atau anak untuk mengantisipasi gangguan obsesi adalah dengan refreshing berupa aktivitas yang menyenangkan. Anak atau remaja yang statusnya pelajar bisa saja mengalami kejenuhan dalam kegiatan studi yang sarat dengan aktivitas berpikir dan mengerjakan tugas akademik. Oleh karena itu, kesehatan mental bisa dijaga dengan menikmati kuliner berupa makanan atau minuman yang menyenangkan, mendengarkan musik positif, maupun melihat pemandangan yang indah.
Dijelaskan Al-Balkhi, aktivitas yang menyenangkan seperti di atas akan menjauhkan dari pikiran-pikiran negatif yang datang berulang dan menghindarkan dari gangguan obsesi. Namun, ada hal unik tentang frekuensi dalam menjalankan aktivitas yang menyenangkan bagi remaja penyendiri dan berisiko obsesif. Aktivitas menyenangkan tersebut tidak boleh dilakukan terlalu sering karena mereka juga memiliki kecenderungan untuk cepat bosan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kebutuhan anak atau remaja yang memiliki gangguan obsesi dan penyendiri agar orang tua atau orang-orang di sekelilingnya dapat bersikap yang terbaik. Ada kalanya penderita membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya sehingga mereka mendapatkan perhatian yang sepantasnya. Di sisi lain, orang-orang yang membantunya juga harus meningkatkan literasi agar dapat memberikan solusi yang proporsional.
Selayaknya bagi anak-anak maupun remaja menggunakan waktu luang di antara padatnya kegiatan belajar untuk aktivitas positif yang menyenangkan sehingga dapat terhindar dari kesendirian maupun obsesi negatif. Hal lain yang tidak kalah penting adalah membiasakan berzikir secara rutin di antara aktivitas sehari-hari sehingga tidak terjebak pada bisikan setan yang dapat pula menjerumuskan mental seseorang ke dalam gangguan yang membahayakan diri maupun orang lain. Wallahu a’lam.
Yuhansyah Nurfauzi, Apoteker dan Peneliti Farmasi.