Saat Idul Adha tiba, menu utama yang tersaji di rumah tangga umat Islam adalah daging. Di Indonesia, daging kambing dan sapi paling banyak ditemui sebagai daging kurban. Oleh karena itu, berbagai olahan kedua daging inilah yang dinikmati masyarakat. Namun, di antara kedua daging tersebut daging kambing memiliki lebih banyak kontroversi.
Organ tertentu kambing jantan sering dianggap memiliki khasiat khusus oleh masyarakat dan sering menjadi perbincangan hangat ketika Idul Adha. Dengan fenomena tersebut, maka daging yang satu ini layak dikaji. Apalagi, sudah tersebut dengan jelas bahwa hewan kurban yang disembelih oleh Nabi Ibrahim as dalam sejarahnya adalah kambing gibas atau sejenis domba. Nabi Muhammad saw. pun memberikan perhatian khusus terhadap hewan yang satu ini.
Meskipun tidak ada syarat jenis kelamin tertentu, tetapi apabila dijadikan hewan kurban, kambing domba maupun kambing biasa harus memenuhi syarat usia. Apakah syariat ditetapkannya usia ini bermanfaat untuk manusia yang mengonsumsinya? Bagaimana sebenarnya tinjauan daging kambing dalam perspektif thibbun nabawi (pengobatan ala Nabi)? Adakah keistimewaan daging kambing tertentu sehingga disukai oleh Rasulullah dan sering disebutkan manfaatnya?
Meskipun jenis kambing ada banyak, secara umum ada dua macam kambing yang sering digunakan sebagai hewan kurban. Yang pertama adalah kambing domba atau gibas dengan ciri khas bulunya yang gimbal, sedangkan yang kedua adalah kambing kacang atau kambing Jawa yang bulunya lebih lurus. Keduanya memiliki standar usia yang sedikit berbeda apabila hendak dijadikan sebagai hewan kurban.
Secara umum, berkurban haruslah menggunakan hewan yang telah dewasa.
وَعَنْ جَابِرٍرضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم “لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً, إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ اَلضَّأْنِ” رَوَاهُ مُسْلِم
Artinya: "Dari Jabir radliyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari domba.” (HR. Muslim)
Berkurban dengan menggunakan hewan yang telah dewasa disyariatkan dengan ketentuan berbeda-beda sesuai dengan jenis hewannya. Tidak diperkenankan berkurban menggunakan hewan yang belum memenuhi umur (belum dewasa). Dikatakan kurban itu telah dewasa jika telah musinnah.
Musinnah berasal dari kata dalam Bahasa Arab سِنٌّ (sinnun) yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah gigi. Dikatakan telah musinnah jika gigi seri-nya pada rahang bawah sudah berganti minimal sepasang, dari gigi seri susu menjadi gigi seri permanen. Pergantian sepasang gigi seri ini dalam istilah Bahasa Jawa sering disebut sebagai telah poel.
Poel atau musinnah untuk domba terjadi sekitar usia 1 tahun, sedangkan untuk kambing kacang terjadi sekitar usia 2 tahun. Maka, untuk keperluan ibadah kurban, hewan yang dipilih haruslah yang telah musinnah atau telah poel. Namun, jika memang sudah betul-betul mencari dan di daerah tertentu sudah tidak ada lagi hewan yang telah musinnah (dewasa), maka dibolehkan menyembelih hewan Qurban yang sedikit lebih muda atau yang sering disebut sebagai jadza’ah.
Jadza'ah ini maknanya adalah mendekati musinnah atau belum dewasa, namun postur/ukuran tubuhnya sudah cukup besar. Selain itu, yang perlu diperhatikan bahwa tidak diperkenankan berkurban menggunakan hewan jadza'ah, kecuali jika telah benar-benar berusaha mencari hewan yang telah musinnah, tetapi gagal mendapatkannya. Uniknya, dalam hadits di atas, penyebutan jadza’ah diiringi dengan penyebutan dha’n atau kambing jenis domba.
Dalam Bahasa Arab, kambing domba disebut dengan dha’n, sedangkan kambing kacang disebut sebagai ma’z. Ternyata, berdasarkan tinjauan Thibbun Nabawi, ada rahasia di balik usia domba yang disebutkan secara khusus sebagai sebagai berikut:
“Daging yang paling mengundang selera adalah daging domba, yang bersifat panas dan basah. Yang paling baik adalah daging domba muda.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 183)
Al-Hafiz adz-Dzahabi dalam kitab tersebut menyebutkan usia muda sebagai salah satu syarat baiknya kualitas daging kambing domba. Hal ini relevan dengan ajaran agama Islam dalam syariat kurban yang mensyaratkan bolehnya berkurban dengan dha’n atau domba yang secara fiqih dimungkinkan berusia lebih muda dibandingkan dengan kambing kacang.
Dalam lanjutan keterangan tentang daging kambing, Kitab Thibbun Nabawi menunjukkan relevansi syarat usia daging kambing dengan manfaat kesehatannya.
“Daging kambing berada dalam keadaan yang paling baik ketika kambingnya berumur dua tahun. Pada umur ini ia hanya mengandung sedikit panas saja, dan bersifat kering. Ia menghasilkan cairan-cairan tubuh yang istimewa.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 183)
Kutipan tersebut sangat relevan dengan syarat usia kambing kurban, baik dari jenis domba maupun kambing kacang. Sebagaimana yang telah diketahui, syarat kambing kacang atau ma’z untuk kurban setidaknya telah berusia sekitar 2 tahun atau lebih. Berdasarkan tinjauan Thibbun Nabawi, ternyata manfaat daging kambing untuk kesehatan manusia dicapai dengan optimal pada usia tersebut.
Dalam pembicaraan ringan di sela-sela kurban, banyak pula masyarakat yang menganggap bahwa daging kambing jantan lebih istimewa. Meskipun kurban kambing boleh dengan yang jantan maupun betina, ada mitos-mitos yang berkembang di masyarakat tentang daging kambing jantan. Kaum Adam bahkan ada yang berburu bagian tertentu dari organ kambing jantan untuk meningkatkan stamina.
Ternyata menurut Thibbun Nabawi kambing betina memiliki beberapa keunggulan. Daging kambing betina disebutkan lebih baik karena ada riwayat dari Rasulullah saw. Diriwayatkan oleh Mujahid bahwa dalam pandangan Rasulullah saw. bagian terbaik dari domba betina adalah seperempat yang depan. Selain itu ada juga hadits riwayat Imam Abu Dawud yang menyebutkan bahwa Nabi memakan sedikit daging bahu domba betina.
Ada pula bagian lain dari kambing yang disukai Rasulullah tanpa memandang asal jenis kelamin jantan atau betina. Salah satu bagian tersebut adalah dzira’ atau area dari lutut hingga bagian bawah kaki kambing sebagaimana yang beliau konsumsi saat perang Khaibar. (Nurfauzi, 2022, Urgensi Penguasaan Ilmu Kesehatan untuk Hadapi Ancaman Senjata Biologis dan Kimia)
Berdasarkan kajian tersebut, ternyata manfaat kesehatan dari daging kambing berkaitan dengan ketetapan syariat kurban yang mensyaratkan usia tertentu. Selain itu, tidak dibatasinya kurban kambing dengan jenis kelamin jantan juga berkaitan dengan manfaat daging kambing betina yang juga sangat besar. Hal ini selayaknya menambah keyakinan umat Islam bahwa tujuan syariat adalah untuk kebaikan manusia sehingga Islam sebagai agama yang pasti benar semakin terbukti. Wallahu a’lam bis shawab.
Yuhansyah Nurfauzi, Anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap, apoteker dan peneliti di bidang farmasi