Penyalahgunaan Carisoprodol dan NAPZA Terselubung Berefek Kerusakan Otak
Ahad, 28 Juli 2024 | 08:00 WIB
Penyalahgunaan obat di Indonesia semakin masif dengan adanya kasus-kasus yang baru. Obat-obat yang semula dipasarkan untuk mengobati penyakit dan diharapkan berefek positif ternyata disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Parahnya, kejadian penyalahgunaan obat seringkali tidak terantisipasi sehingga menimbulkan korban jiwa.
Salah satu obat yang disalahgunakan dan efeknya menyebabkan halusinasi berat adalah Carisoprodol. Obat Carisoprodol semula merupakan obat untuk nyeri otot dan pereda rasa sakit. Namun, peredarannya yang tidak terpantau membuatnya disalahgunakan untuk menghasilkan efek halusinasi sehingga di Indonesia telah menjadi Narkotika golongan I (Permenkes RI Nomor 7 tahun 2018).
Mengapa orang yang menyalahgunakan Carisoprodol dapat mengalami gejala kerusakan otak hingga kematian? Apa dampak negatif lainnya dari penyalahgunaan Carisoprodol? Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan obat tersebut?
Badan kesehatan dunia atau WHO telah mendeteksi kejadian penyalahgunaan Carisoprodol sejak tahun 1950-an. Penyebabnya adalah metabolit atau zat yang dihasilkan di dalam tubuh setelah mengonsumsi Carisoprodol bernama Meprobamate. Temuan tersebut juga menyatakan bahwa jika digunakan dalam jangka panjang, Carisoprodol dapat menyebabkan ketergantungan (WHO, 2023, Pre-Review Report: Carisoprodol, Expert Committee on Drug Dependence 46th Meeting, Genewa: halaman 5-6).
Uniknya, di dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa salah satu negara yang diteliti untuk melihat dampak penyalahgunaan Carisoprodol adalah Indonesia. Penelitian yang dipublikasikan di tahun 2013 itu menyebutkan bahwa Carisoprodol di Sulawesi Selatan banyak digunakan oleh kawula muda dan pekerja seks komersial untuk meningkatkan libido (Hardon dkk, 2013, Chemical sexualities: the use of pharmaceutical and cosmetic products by youth in South Sulawesi, Indonesia, Reprod. Health Matters, 21(41): halaman 214-224).
Satu dekade berikutnya, muncul berita penyalahgunaan Carisoprodol di Kalimantan Selatan dengan pola yang berbeda. Seiring waktu ketika kasusnya meledak, efek negatifnya dikaitkan dengan peredaran pil putih tanpa merek yang dikonsumsi bersama dengan minuman keras. Ada satu hal penting dalam kasus tersebut, yaitu kombinasi zat memabukkan jenis baru, bisa antara Carisoprodol dengan minuman beralkohol maupun zat lain yang belum jelas disebut-sebut berada di balik kasus mabuk massal itu.
Overdosis Carisoprodol bisa menyebabkan gejala meningkatnya keberanian yang melampaui batas sehingga tidak merasa bersalah ketika melakukan pergaulan bebas, halusinasi, serta menjadi seperti orang gila. Penyalahguna Carisoprodol dengan dosis besar maupun yang menelan campuran obat ini dalam bentuk oplosan dengan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) juga dapat mengalami efek serupa.
Mereka yang menyalahgunakan Carisoprodol seringkali ingin menghilangkan rasa takut dan cemas untuk melakukan hal-hal buruk dan itu diperoleh karena Carisoprodol dapat menimbulkan peningkatan serotonin secara berlebihan di otak. Dampak negatif lainnya dari Carisoprodol adalah halusinasi, toksisitas jantung, kehilangan memori atau ingatan jangka panjang, dan kematian (Conermann dan Christian, 2024, Carisoprodol, StatPearls Publishing).
Dampak buruk Carisoprodol yang mengubah zat-zat kimia otak itu menimbulkan euphoria dan bisa berakhir seperti skizofrenia alias gila. Dampak gila ini tidak disadari oleh para penyalahguna sehingga banyak di antara mereka masih mencoba mengonsumsi Carisoprodol yang diedarkan secara ilegal. Bahkan, pada kasus keracunan massal yang terjadi di Kalimantan Selatan, timbul korban jiwa.
Dalam tinjauan Islam, penyalahgunaan Carisoprodol yang termasuk ke dalam narkotika haram hukumnya. Efeknya yang memabukkan dari penggunaan Carisoprosol yang overdosis maupun karena dioplos dengan NAPZA lainnya termasuk ke dalam efek muskir yang diharamkan dalam Islam
كل شراب أسكر فهو حرام
Artinya: “Setiap minuman yang memabukkan adalah haram” (HR al-Bukhari).
Meskipun Carisoprodol berbentuk tablet atau padatan, tetapi efeknya ketika disalahgunakan dengan cara diminum dalam dosis besar adalah memabukkan. Oleh karena itu, baik ketika dikonsumsi tunggal dengan dosis besar maupun dioplos dengan berbagai bentuk NAPZA lainnya, hukumnya haram.
Untuk menyadarkan bahaya dari Carisoprodol, masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang memadai. Selain itu, akar masalah lainnya juga perlu ditelusuri agar bisa dipangkas habis dan tidak muncul lagi. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan pelarangan NAPZA, termasuk minuman keras yang sering digunakan untuk mengoplos Carisoprodol, dengan lebih ketat.
Minuman keras atau minuman beralkohol dalam kacamata Islam merupakan sumber penyakit dan kerusakan. Syaraf yang rusak akibat mengoplos minuman keras dengan obat-obatan berbahaya tidak dapat diharapkan kembali seperti semula. Melayangnya jiwa secara sia-sia telah menjadi bukti bahwa minuman keras oplosan perlu diperangi bersama.
Upaya untuk memerangi peredaran minuman keras dan NAPZA itu tentu membutuhkan campur tangan negara. Pemerintah dan pihak yang memiliki otoritas dalam peredaran obat seperti BPOM harus bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Pengkajian Carisoprodol oleh WHO yang memuat penelitian di Indonesia sejak satu dekade yang lalu hendaknya dijadikan referensi penting bagi pemerintah.
Badan Narkotika Nasional (BNN) perlu meningkatkan upaya-upaya antisipatif terhadap penyalahgunaan NAPZA jenis baru. Seiring waktu, akan bermunculan varian baru dari NAPZA yang hari ini belum ada. Oleh karena itu, deteksi dini terhadap peredaran gelap dan penyalahgunaan NAPZA dengan melibatkan masyarakat perlu ditingkatkan. Salah satu komponen yang strategis untuk menjadi mitra bersama BNN dalam pemberantasan NAPZA adalah para ulama yang memiliki otoritas nasihat di bidang keagamaan.
Berdasarkan kejadian penyalahgunaan Carisoprodol dan NAPZA yang telah diuraikan, selayaknya kaum muslimin meningkatakan kepeduliannya. Selain menjaga diri dan keluarganya, upaya untuk saling mengingatkan warga di lingkungan akan bahaya NAPZA perlu digiatkan di berbagai tempat. Dengan upaya tersebut, generasi muda di Indonesia dapat diharapkan menjadi penerus bangsa yang sehat tanpa NAPZA. Wallahu a’lam.
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.