Proses penanaman bibit mangrove di Kepulauan Riau. Mangrove memiliki beragam manfaat di antaranya melindungi kawasan belakang pesisir sehingga angin atau ombak dari arah laut tidak terlalu besar dan dapat mengurangi abrasi. (Foto: BRGM)
Jakarta, NU Online
Tanaman mangrove memiliki banyak manfaat bagi kehidupan lingkungan masyarakat dan ekosistem yang ada di sekitar. Misalnya, jika ada buah yang jatuh ke tanah pada periode Agustus dan September, pasti akan tumbuh menjadi pohon jika terserap oleh lumpur yang di atasnya terdapat tanaman mangrove.
Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utara menyampaikan itu dalam Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Bangka Belitung yang digelar secara virtual dan ditayangkan langsung melalui Kanal Youtube BRGM, pada Kamis (24/6).
Dijelaskan, keberhasilan tanaman mangrove baru akan terlihat sekurang-kurangnya lima tahun. Di antaranya melindungi kawasan belakang pesisir sehingga angin atau ombak dari arah laut tidak terlalu besar sehingga dapat mengurangi abrasi. Sebab, perakaran mangrove mampu menahan lumpur di depan.
"Kemudian keberadaan mangrove secara langsung akan memberikan sumbangan karbon. Karena mangrove ini tidak pernah kering atau selalu hijau sehingga sumbangan karbonnya sangat tinggi, dan karbon menjadi komoditas sangat berharga bagi kita saat ini," katanya.
Mangrove juga memiliki manfaat bagi proses pemijahan kepiting. Menurut Ayu, belum pernah ada yang bisa menernak kepiting langsung dari telur langsung. Sebab biasanya hanya mengambil kepiting kecil dan melakukan pembesaran.
"Nah, mangrove adalah rumah mereka (kepiting). keberadaan mangrove terbukti akan mengundang ikan bandeng dewasa untuk bertelur di situ. Itu data yang saya rasa semua orang sudah mengerti," ungkapnya.
Hanya saja, menurutnya, tidak mungkin semua manfaat itu dirasakan langsung dalam satu tahun. Memang mesti agak sabar. "Karena di situlah peran kita untuk membina, meyakinkan, dan mendorong masyarakat untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan menjaga mangrove itu lebih ditingkatkan," imbuh Ayu.
Karena itulah, BRGM akan berupaya melakukan rehabilitasi mangrove seluas 483 mangrove di sembilan provinsi dari total mangrove seluas 637 ribu hektar di seluruh Indonesia. Kesembilan provinsi yang akan menjadi lokus kerja BRGM dalam melakukan rehabilitasi mangrove itu adalah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.
"Jadi kegiatan yang dilaksanakan di beberapa wilayah itu bersinergi dengan kegiatan restorasi gambut yang dilaksanakan oleh BRGM sebelumnya. Karena pada 2016-2020 BRG telah melaksanakan restorasi gambut di tujuh provinsi. Dalam posisi ini, kegiatan BRGM sekarang tidak terbatas di tujuh provinsi, tapi menjadi 13 provinsi," tutur Ayu.
Menurutnya, rehabilitasi mangrove merupakan sebuah upaya yang memakan waktu sangat panjang. Dalam waktu setahun atau dua tahun, kata Ayu, semua jenis kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan belum akan memberikan hasil yang nyata.
Dijelaskan bahwa pada tahap awal, pemerintah telah memberikan fasilitasi bantuan dalam bentuk rehabilitasi dan penanaman. Namun, Ayu mengatakan bahwa peran pemerintah pun tidak bisa jika terus menerus hanya di satu lokasi yang diberikan bantuan.
"Karena yang membutuhkan ada 483 ribu hektar di sembilan provinsi. Anggaran APBN tahun ini seharusnya minimal dilakukan untuk rehabilitasi seluas sekitar 100 ribu hektar, tapi anggaran tersedia dari APBN hanya sekitar 83 ribu hektar," jelas Ayu.
"Kalau dari anggaran pemerintah misalnya bisa juga dari dana desa. Mungkin juga pastinya banyak dari perusahaan, mungkin juga upaya swadaya dari teman-teman. Karena sebenarnya untuk rehabilitasi mangrove ini, secara teknis bukan hal sulit dilakukan," katanya lagi.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan