Katib Syuriyah PBNU Ajak Umat Islam Tata Kembali Alam Indonesia
Sabtu, 9 Mei 2020 | 12:45 WIB
Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mujib Qulyubi mengaku prihatin atas meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan di lahan dan hutan Indonesia.
Menurutnya, Islam telah banyak meguraikan mengenai larangan merusak lingkungan. Alasan-alasan yang juga sangat masuk akal pun sudah banyak disosialisasikan kepada masyarakat secara terus menerus.
Namun, perusakan masih saja terjadi. Sebagai solusinya, masyarakat harus bahu membahu mengawasi alam Indonesia terutama hutan di kawasan gambut.
"Dalam kenyataannya banyak sekali ekosistem yang rusak. Mulai dari lahan gambut dan gunung yang terbakar, oleh karenanya kita turut prihatin melihat kenyataan ini dan patut kita berpikir dan memperhatikan apa yang terjadi di dalam lingkungan dan sekitar kita," kata Kiai Mujib dalam ceramah lingkungan yang diunggah akun YouTube NU Online.
Selanjutnya, umat manusia yang masuk kriteria ulul albab ala Nabi Muhammad SAW adalah dia yang bisa merawat alam. Ulul albab, lanjut Kiai Mujib, memiliki spiritualitas yang tinggi terhadap agama yang ia pelajari.
Terdapat dua karakter utama manusia ulul albab yakni berfikir dan berzikir, berfikir yang dimaksud adalah selalu menempatkan logika saat hendak melakuan hal-hal yang dapat merugikan orang banyak termasuk niat merusak lahan dan hutan.
"Ciri-ciri ulil albab inti didalam dia suka berzikir dan berfikir," ucap Kiai Mujib.
Manusia, menurut Kiai Mujib merupakan khalifah fil ard atau menjadi khalifah Allah SWT di bumi dan tidak diragukan lagi secara keilmuan mengenai ragam dimensi. Relasi hablum minal alam ala Nahdlatul Ulama, ucap dia, adalah dengan memanfaatkan semua isi bumi sebagai mana prinsip khalifah fil ard tersebut.
"Kita menjaga alam juga ibadah, kita khalifatallah fil’ardi, menjadi khalifahnya Allah di bumi. Hubungan kita dengan lingkungan maka hubungan kita bisa memanfaatkan alam ini atau bisa kita memproduksi dengan alam ini sesuatu yang bermanfaat," tuturnya.
Empat tahun terakhir alam Indoensia selalu dihadapkan pada masalah-masalah kerusakan ilingungan. Yang terjadi adalah bencana-bencana besar yang ratusan tahun sebelumnya tidak hadir.
"Al I’tibar, kita mengambil pelajaran dari adanya alam ini banyak sekali alam memberikan manfaat kepada kita tetapi banyak sekali alam juga memberikan pelajaran 'marah' kepada kita semuanya, khusunya soal pelestarian alam dan lingkungan," tuturnya.
"Oleh karenanya tidak boleh ada yang merusak, memonopilo dan mempolitisi. Tidak boleh berbuat bahaya dan tidak boleh merbuat bahaya kepada orang lain," tegasnya.
Editor: Kendi Setiawan