165 Politisi Jadi Komisaris, DPR Harap UU BUMN Terbaru Bisa Dorong Profesionalisme
Kamis, 2 Oktober 2025 | 19:00 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani saat menyampaikan keterangan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (2/10/2025). (Foto: NU Online/Fathur)
Jakarta, NU Online
Transparency International Indonesia (TII) mengungkap dominasi politisi dalam jajaran komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dari 562 kursi yang diteliti, sebanyak 165 diisi oleh politisi, baik kader partai maupun relawan politik.
Penelitian yang dilakukan pada 12 Agustus hingga 25 September 2025 terhadap 59 perusahaan BUMN dan 60 subholding ini juga mencatat ada 172 komisaris berasal dari kalangan birokrat, 133 dari profesional, 35 dari militer, 29 dari aparat penegak hukum, 15 akademisi, 10 dari organisasi masyarakat, dan 1 eks pejabat negara.
“Komisaris di holding BUMN, tata kelola BUMN dikuasai lebih banyak oleh birokrat dan politisi,” ujar peneliti TII Asri Widayati melalui kanal Youtube Transparency International Indonesia, Kamis (2/10/2025).
Ia menilai dominasi tersebut berpotensi menghambat transparansi dan akuntabilitas. Lembaga antikorupsi itu menekankan perlunya pengelolaan BUMN yang lebih profesional agar perusahaan pelat merah dapat benar-benar berfungsi untuk kepentingan publik.
Menanggapi temuan itu, Ketua DPR RI Puan Maharani berharap keberadaan UU BUMN yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna Masa Sidang I Tahun 2025-2026 bisa memperkuat tata kelola perusahaan negara dan mendorong profesionalisme di tubuh BUMN.
“Ya, dengan sudah adanya aturan yang baru, lagi kita lihat bagaimana agar semuanya bisa berjalan profesional dan efektif,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, semangat perbaikan BUMN perlu dijalankan secara bersama-sama agar ke depan perusahaan pelat merah bisa lebih sehat dan memberi manfaat nyata bagi rakyat.
“Secara bergotong royong di Indonesia,” ujarnya.
Pokok-pokok pikiran dalam UU BUMN terbaru
1. Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP-BUMN.
2. Penambah kewenangan peran BP-BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.
3. Pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna dikelola langsung oleh BP-BUMN atas persetujuan Presiden.
4. Larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada Direksi Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128-PUU-XXIII-2025.
5. Menghapus ketentuan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.
6. Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan Direksi, Komisaris dan jabatan Manajerial di BUMN.
7. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.
8. Pengaturan pengecualian pengusahaan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN.
9. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
10. Pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN.
11. Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan serta pengaturan substansial lainnya.