3 Prinsip Dasar Kemanusiaan menurut Kiai Afifuddin Muhajir
Sabtu, 3 September 2022 | 21:00 WIB
Jakarta, NU Online
Wakil Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir mengungkapkan tiga prinsip yang lahir dari dasar kemanusiaan. Pertama, kesetaraan sesama manusia. Di Islam tidak ada yang namanya menuhankan manusia, tidak ada pula memanusiakan Tuhan.
“Salah satu arti dari Laailaaha illallah adalah tidak ada yang berhak ditaati kecuali Allah. Apakah wajib taat kepada Rasulullah, orang tua, dan pemerintah? Wajib karena sudah diperintahkan oleh Allah,” terang Kiai Afif, sapaan akrabnya, dalam tayangan YouTube TVNU, Jumat (2/9/2022).
Video berjudul Pandangan KH Afifuddin Muhajir terhadap Penerapan Hukum dalam Islam ini merupakan paparan Kiai Afifuddin Muhajir yang disampaikan dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Kamis (11/8/2022) beberapa waktu lalu.
Kedua, al-hurriyyah (kebebasan). Salah satunya yakni kebebasan beragama. Namun, ada yang menganggap bahwa antara ayat Al-Qur’an dan Hadits bertentangan terkait hal itu. Ayat Al-Qur’an menyebutkan, tidak ada paksaan dalam beragama. Sedangkan di Hadits menyebutkan bahwa nabi diperintahkan untuk memerangi manusia terkecuali mereka sampai bersaksi Laailaaha illallah.
“Ulama menyimpulkan bahwa kita boleh membela ketika kita sedang diperangi. Tapi, kita tidak boleh memerangi mereka agar mereka mau masuk Islam,” jelas Kiai Afif.
Ketiga, ukhuwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan). Jika di dunia ini ingin tenteram, aman, dan kondusif, ada beberapa solusi syariat Islam untuk mewujudkannya. Yakni, menegakkan keadilan, mencegah kedzaliman, mencegah kerusakan, melarang kekerasan, dan menghukum pelaku kejahatan.
“Hal hal tersebut oleh ulama disebut maqashid as-syari’ah atau mashalih. Seorang ahli maqashid syari'ah Ibnu Atsir mengatakan tentang tujuan umum dari syariat adalah untuk melindungi tatanan umat manusia,” ujarnya.
Kiai Afif juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang mengusung formalitas syariah itu menjadikan pengertian syariah yang sangat sempit. Karena yang mereka inginkan adalah penerapan hukuman-hukuman qishash, hudud, dan seterusnya.
“Padahal hukuman-hukuman dalam Islam itu sangat sulit untuk diterapkan, sehingga ada yang mengatakan hukuman-hukuman dalam Islam lebih bersifat teoritis dari pada praktis. Hal itu karena alat buktinya sangat sulit, misalnya harus disaksikan oleh dua orang yang adil,” terangnya.
“Zaman sekarang jangankan mencari dua orang adil yang menyaksikan, bahkan satu saja sulit. Misalnya zina, alat bukti zina adalah pengakuan atau kesaksian empat orang yang berkualitas,” tuturnya.
Baca Juga
Bukti Kealiman Kiai Afifuddin Muhajir
Ia melanjutkan, zaman sekarang mencari satu orang jujur saja sangat sulit. “Lalu, jika memakai alat bukti CCTV apakah bisa? Tidak bisa, karena visi Islam bukan untuk membuka aib orang, akan tetapi untuk menutupi aib-aibnya,” ungkap Kiai Afif.
“Rasulullah saw pernah bersabda, barang siapa yang melakukan aib-aib seperti ini, tolong ia bertabir dengan tabir Allah swt. Artinya dia tidak mengaku, tidak ngomong kepada siapa-siapa, langsung taubat saja kepada Allah,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori